Setelah suasana hening sejenak, Arman melihat Alin masih terisak kecil, tangannya gemetar saat memegang cangkir kopi. Rasa bersalah dan empati memenuhi hati Arman. Dia tahu bahwa Alin membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata untuk menenangkan dirinya. "Alin," panggil Arman lembut, membuat wanita itu mendongak. "Ayo kita jalan-jalan sebentar. Kamu butuh udara segar untuk menenangkan pikiran." Alin mengerutkan kening. "Tapi bukankah kamu harus bekerja? Sudah hampir siang, kan?" Arman menggeleng kecil sambil tersenyum tipis. "Aku bisa datang terlambat. Hari ini ada hal yang lebih penting daripada pekerjaan," jawabnya dengan nada tulus. Alin masih ragu sejenak, tetapi ketika Arman berdiri dan mengulurkan tangannya ke arahnya, tatapannya berubah. Mata Arman memancarkan ketulusan yang tidak