Artis cantik yang dikabarkan menghilang sejak isu perceraiannya beberapa waktu silam, kemarin terlihat tengah jalan berdua dengan lawan duetnya. Keduanya tampak begitu akrab dan mesra.
Sebuah foto yang muncul di salah satu akun gosip disertai caption bernada miring sontak membuat Asha nyaris tersedak. Buru-buru dia meletakkan kembali teh yang belum sempat diminumnya sama sekali.
“Mas, kenapa bisa muncul berita kayak gini?” tanya Asha horor.
Bimo tidak terkejut karena dia sudah melihat berita sejenis dalam perjalanan menuju rumah Asha tadi. “Kalau fotonya, itu kesalahan aku. Aku yang kurang hati-hati, tapi kalau kabar yang beredar, jelas ini fakta yang media pelintir sesuka hati.”
"Tapi kita pergi bertiga, Mas,” balas Asha gemas. Dua hari yang lalu Bimo mengantar Asha dan Yuta berbelanja kebutuhan bulanan. Salahnya, kemarin mereka memutuskan pergi ke pusat perbelanjaan yang cukup besar dan letaknya dekat ke kota. “Kenapa gosipnya malah begini?"
"Itulah media, Ash,” sahut Bimo pasrah. “Mereka hanya mengatakan apa yang mereka ingin percaya."
“Apa Yuta udah tau?” bisik Asha hati-hati. Saat ini Yuta tengah berada di kamar mandi dan tidak akan mendengar obrolan mereka. Namun, sebentar lagi Yuta pasti akan bergabung untuk sarapan.
“Aku rasa belum.”
“Gimana kalau Yuta tau?” Bagi Asha, beritanya sendiri tidak terlalu menakutkan. Bagian paling mengerikan adalah komentar orang-orang. Asha saja sampai bergidik membacanya, padahal bukan dia yang diserang.
[quinchacha: selengki gitu mereka?]
[aji.binzar: dari dulu juga gelagat mereka udah mencurigakan.]
[moritadina96: ngga salah sih dulu dikira pacaran. emang sedeket itu mereka.]
[kimminji: jangan bilang si cewe ninggalin suaminya demi laki yang ini.]
[rosie.puthri: kirain ngga jadi cere, gue kira rumtang mereka bakal baik lagi secara beritanya udah ilang dan adem-adem aja belakangan ini. ngga taunya malah muncul kaya ginian.]
[jejee2255: apa iya ini penyebab cerainya Y sama R? plis gue masih ga rela.]
[kaykay15: ini cewe ga tau diri beut dah! laki ganteng, sultan, bae, ga ada kurangnya, malah ditinggal. buat gue ajalah lakinya.]
[siennygun: laki spek sultan, selingkuhan spek malaikat, cewenya penghuni neraka.]
Opini publik memang bisa jadi senjata yang sangat mengerikan. Baru juga dipicu sedikit, spekulasi sudah berkembang luas.
"Kalau lihat sikapnya selama ini, kemungkinan besar dia hanya akan diam," ujar Bimo menduga-duga.
“Apa beban pikirannya enggak makin berat?”
"Soal itu pasti."
Perlahan Asha menggeleng seraya mengembuskan napas. “Sebisa mungkin Yuta jangan sampai tau.”
Namun, saat itu juga suara Yuta terdengar. “Apa yang aku enggak boleh tau?”
“Eh, Ta!” Asha tersentak di kursinya.
Yuta mendekat sambil memberikan tatapan penasaran kepada keduanya. “Ada apa?”
Cepat-cepat Asha menggeleng. "Bukan apa-apa, Ta."
Yuta bergabung di meja makan, memandangi keduanya bergantian, lalu bertanya lagi, “Apa yang coba kalian sembunyiin dari aku?”
Namun, Bimo dan Asha sama-sama bungkam, bahkan saling lempar pandang serba salah.
Sikap keduanya membuat kecurigaan Yuta muncul. “Apa ada sesuatu yang ramai lagi di media soal aku?”
Ketika mereka masih juga diam, Yuta segera meraih ponselnya dan berselancar di media sosial.
“Ta, enggak usah dicari.” Bimo berusaha mengambil ponsel Yuta.
Namun, Yuta menjauhkan ponselnya dari jangkauan Bimo. “Aku mau tau.”
“Buat apa, Ta?” tanya Bimo khawatir.
“Aku harus tau,” balas Yuta kukuh.
Tidak lama berselang, Yuta menemukan jawaban dari sikap aneh Asha dan Bimo. Untuk beberapa saat dia terkejut. “Ini … ini, ‘kan?”
Bimo mengangguk lesu. “Itu waktu aku temani kalian belanja dua hari yang lalu.”
Yuta tertawa sumbang seraya menggeleng tidak percaya. "Pintar banget orang cari bahan gosip."
“Maaf, Ta,” ujar Bimo penuh rasa bersalah. “Harusnya aku lebih hati-hati.”
“Kenapa Mas Bimo minta maaf?” sahut Yuta heran.
“Aku nambahin masalah di hidup kamu yang lagi kusut.”
“Ini sama sekali bukan salah Mas Bimo,” ucap Yuta tenang. “Malah aku yang jadi enggak enak. Mas Bimo ikut keseret-seret dalam masalah rumah tangga aku.”
“Aku enggak masalah, Ta,” balas Bimo sungguh-sungguh. “Bukan baru kali ini juga kena digosipin."
Memang sebagai bintang multitalenta berwajah tampan, diterpa gosip sudah bukan hal aneh lagi bagi Bimo. Diisukan menyukai sesama jenis, menjadi simpanan ibu pejabat, menikah diam-diam dengan lawan main, dan masih banyak lagi berita miring lainnya.
"Ta, kamu enggak apa-apa?" tanya Asha sambil mengulurkan tangan untuk mengusap bahu Yuta.
Yuta tersenyum tenang. "Aku cuma mikirin keluarga aku. Kasian mereka pasti kena imbasnya. Aku sendiri aman di sini."
Dampak dari isu perceraiannya yang marak sekitar lima bulan lalu saja baru mulai mereda. Belum lagi tuntas, kini muncul isu baru. Berhubung dia tidak dapat dicari, pasti keluarganya yang akan diserbu media.
"Kamu benar enggak terganggu sama pemberitaan ini?" tanya Asha lagi. Wajahnya menampakkan jelas kekhawatiran yang besar.
"Ini bukan yang terburuk,” ucap Yuta tegar. “Cuma pemberitaan enggak akan ada pengaruhnya buat aku."
Tadi Yuta sudah sempat melihat komentar-komentar pedas yang ditujukan kepadanya, tetapi dia tidak ambil pusing. Empat tahun menjadi publik figur di bawah gemblengan Dani dan Ritz, mental Yuta tumbuh dengan kuat. Dia tidak lagi mudah terpengaruh dengan segala macam pemberitaan miring yang disertai komentar kejam. Yuta tahu, bukan hanya hal buruk yang mendapat kritik pedas, sesuatu yang baik pun bisa saja tetap mendapat tanggapan negatif karena pada dasarnya orang tidak peduli apa yang kita lakukan. Mereka hanya peduli apa yang ingin mereka percaya tentang kita dan pandangan apa yang mereka yakini tentang kita.
Meski Yuta terlihat tenang, Asha tetap saja khawatir. "Kamu yakin?"
Yuta mengangguk yakin. "Malah mungkin ini hal yang bagus."
"Kenapa bagus, Ta?" tanya Bimo tidak mengerti.
"Berita ini akan memuluskan jalan dia untuk menceraikan aku," ujar Yuta dingin.
Setelah ucapan Yuta yang terdengar skeptis itu, Asha dan Bimo memilih mengalihkan pembicaraan.
Menjelang siang, ketika Bimo akan kembali ke Jakarta, dia bertanya lagi untuk meyakinkan diri, "Ta, kamu benar baik-baik aja?"
Yuta tersenyum lebar seraya membalas, "Harusnya aku yang tanya gitu ke Mas Bimo."
"Memangnya aku kenapa?" sahut Bimo heran.
"Mas Bimo enggak takut kena masalah?"
Tanpa ragu Bimo menggeleng. "Gosip begini biasanya juga akan reda sendiri."
Sejujurnya, kejadian ini menyadarkan Bimo akan satu hal. Jawaban dari pertanyaan Asha tiga bulan yang lalu soal perasaannya terhadap Yuta. Memang benar jika nyatanya dia memiliki perasaan khusus untuk Yuta. Entah sejak kapan, mungkin baru, atau sudah dari awal mereka saling kenal.
Bimo memang tidak berniat merebut Yuta dari Ritz atau memanfaatkan kesempatan dari kisruh rumah tangga keduanya, bahkan dia masih berharap mereka dapat kembali bersama. Naif mungkin, tetapi Bimo lebih ingin melihat Yuta tersenyum meski itu bersama Ritz, ketimbang ada di dekatnya, tetapi dalam kondisi terluka dan patah. Bimo rela menemani, membela, bahkan ikut terseret dalam masalah Yuta karena dia sangat ingin melindungi wanita itu. Cinta Bimo untuk Yuta tidak mendesaknya untuk memiliki, hanya ingin menjaga agar wanita yang dicintai tidak terluka lebih dalam.
"Mas Bimo enggak takut gosip ini mempengaruhi pekerjaan?" Yuta paham bagaimana kerasnya industri hiburan. Nama baik akan memuluskan jalan mendapat proyek-proyek berkelas, sementara satu kesalahan saja bisa menghancurkan semua.
"Kalau benar aku selingkuh, pasti ada dampaknya, tapi kalau hanya gosip, kenapa aku harus takut?"
"Orang enggak peduli benar atau gosip, Mas.” Yuta menggeleng lelah. “Kalau mereka memang mau memutus kerjaan sama Mas Bimo karena isu ini, bisa-bisa aja."
"Mereka harus buktikan dulu kebenarannya sebelum bisa usik aku," ucap Bimo tenang, kemudian melanjutkan sendiri dalam hati. Dan aku akan pastikan enggak ada orang yang bisa mengusik kamu juga.
***
"Bim, berita lo selingkuh sama Yuta beneran?" tanya Anto ragu-ragu saat Bimo kembali ke rumahnya sore itu. Dia sendiri sudah menunggu di rumah Bimo sejak pagi, tepatnya begitu melihat gosip terbaru tentang Bimo dan Yuta.
"Apa menurut lo gue mungkin ngelakuin hal kayak gitu?" balas Bimo datar.
Hampir delapan tahun bekerja sebagai manajer Bimo, Anto percaya pemikiran pria itu tidaklah sedemikian dangkal. Bimo tidak mungkin sengaja menjalin hubungan bersama wanita beristri. "Gue rasa enggak, tapi orang-orang anggapnya gitu."
"Biar aja orang mau anggap apa," ujar Bimo tenang.
"Masalahnya manajemen kisruh banget." Anto sudah menerima teror sejak pagi tadi, isinya semua menanyakan soal kevalidan berita yang beredar.
"Gara-gara gosip gue sama Yuta?"
Anto mengangguk resah. "Soal perceraian Ritz sama Yuta aja belum beres, sekarang muncul perselingkuhan lo sama Yuta. Kalian bertiga itu satu manajemen. Kantor lagi heboh banget."
Anto bahkan sampai tidak berani datang ke BEYOND. Bukan dia takut dengan manajemen, tetapi Anto khawatir jika sampai bertemu pihak Ritz. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana di hadapan mereka.
"Tanggapan pihak Ritz gimana?"
"Enggak tau, gue belum ketemu."
"Besok gue bakal ketemu sama Ritz."
"Ah, iya! Kalian ada talkshow bareng," desah Anto senewen. "Apa batalin aja ya?"
"Kenapa harus dibatalin?" tanya Bimo heran.
"Apa bijak kalian ketemu satu acara pas lagi kisruh begini?"
"Gue enggak masalah."
"Kalau Ritz emosi dan nyerang lo gimana?"
"Gue rasa Ritz bukan tipe orang yang kayak gitu," sahut Bimo yakin.
Masih di waktu yang sama, tetapi tempat berbeda, kekacauan serupa terjadi.
"Ann, gimana dong?” keluh Andin gusar. “Dari tadi pagi enggak berhenti orang tanya soal gosip Mbak Yuta sama Mas Bimo."
"Parah ya!” Dani menggeram keki. Dia juga sama gusarnya dengan Andin. Lelah jiwa raga juga dirasakannya akibat teror yang tiada henti. “Pengin gue lempar semua HP ke kolam kalo gini caranya!"
"Kita harus kasih tanggapan apa dong?"
"Gue mesti nunggu Mas Lau dulu." Andai sudah ada jawaban pasti yang dapat diberikan, Dani tidak akan selelah ini. Masalahnya, mereka belum bisa memberi jawab apa-apa. Jadi, hanya tanggapan berputar-putar yang bisa dia lontarkan setiap kali menerima pertanyaan dari berbagai pihak seharian ini. "Parahlah, kepala gue mau pecah."
"Kita matiin HP aja gitu?" usul Andin putus asa.
"Masalahnya bukan cuma teror telepon, Ndin. Ini tuh banyak yang nuntut pembatalan kontrak," desis Dani frustrasi.
Tidak lama berselang, terdengar suara langkah yang tergesa-gesa diiringi percakapan sengit.
"Ritz, menurut gue kita harus segera ambil tindakan," ujar Morgan tidak sabar.
"Tindakan apa?" balas Ritz datar.
"Kasih tanggapan,” sahut Morgan berkeras. “Itu yang media tunggu."
"Tanggapan apa yang mesti gue kasih?" tanya Ritz skeptis. "Apa gue harus bantah atau malah membenarkan isu mereka selingkuh?"
"Menurut gue, lo harus umumin perceraian kalian."
Demi mendengar kata perceraian, Dani langsung mendelik seraya beradu pandang dengan Andin.
"Gue belum urus perceraian, Gan." Meski sudah hampir setengah tahun berlalu, nyatanya Ritz belum melaksanakan niat awalnya menceraikan Yuta. Setelah wanita itu pergi, justru terbit keraguan dalam hati Ritz.
"Lo harus urus secepatnya," desak Morgan tegas.
Segera saja Dani menghampiri, lalu bertanya tidak suka, "Kenapa Mas Lau harus cerai?"
Tatapan tajam dan penuh kekecewaan di mata Dani membuat Ritz tidak sanggup merespon.
"Kondisinya begini," ujar Morgan mewakili Ritz.
Dani seolah-olah tidak peduli dengan ucapan Morgan dan dia tetap menatap sinis ke arah Ritz. "Gue kira Mas Lau mau minta Yuta balik."
"Tadinya mungkin gitu, tapi liat, udah hampir setengah tahun dan Yuta enggak juga balik, malah muncul foto dia sama Bimo," sahut Morgan gemas.
"Terus lo percaya?" tantang Dani kesal.
Morgan mengedik tidak peduli. "Percaya atau enggak bukan hal penting, yang jelas karier Ritz harus diselamatkan."
Dani menggeleng tidak percaya. "Maksud Mas Mor apa?"
"Kalau Ritz terus mempertahankan pernikahannya dengan Yuta, dia bisa ikut terseret."
"Terseret apa?" cecar Dani dongkol.
"Gue udah dengar kalau banyak pihak yang membatalkan kontrak dengan Yuta. Mereka kecewa karena selama beberapa bulan ini menunggu, kita kasih alasan Yuta lagi butuh waktu, tau-taunya muncul berita dia selingkuh."
Tiba-tiba saja Dani tersenyum sinis sembari mengangguk-angguk paham. "Jadi, karena takut Yuta bikin Mas Lau ikut kehilangan kontrak, mereka harus cerai?"
Tanpa ragu Morgan mengangguk. "Itu menurut gue."
"Gue enggak nyangka Mas Mor kayak gini." Kembali Dani menggeleng tidak percaya. Morgan yang awalnya terkesan menyayangkan pilihan Ritz untuk berpisah dengan Yuta, kini nyatanya malah menjadi sosok yang paling menginginkan agar perpisahan itu segera terjadi.
"Gue cuma berusaha profesional dan realistis, Ann."
"Bahasa halusnya Mas Mor meyakini kalau Yuta beneran selingkuh," sindir Dani sinis.
"Enggak menutup kemungkinan, 'kan?" balas Morgan penuh prasangka.
"Gila ya, lo!” sembur Dani tidak terima. Matanya mendelik penuh kemarahan saat menghardik Morgan. “Gue beneran enggak habis pikir. Bisa-bisanya lo percaya Yuta selingkuh."
"Buat gue, yang terpenting itu karier Ritz," balas Morgan dingin.
"Gue juga tau Mas Lau penting, tapi enggak harus buang Yuta juga kali!" seru Dani murka. Sampai kapan pun juga, Dani akan selalu berdiri di garis terdepan untuk membela Yuta. "Kalau kayak gini caranya, gue juga lebih baik pergi."
Ritz yang sejak tadi diam saja mendengar perdebatan Dani dengan Morgan, kini angkat bicara. "Dan, plis jangan pergi juga."
Dani mendengkus dingin. "Buat apa lagi gue di sini kalau Yuta aja udah didepak dan enggak ada harapan buat balik lagi?"
"Masih ada Zanna,” sahut Ritz sungguh-sungguh. “Gue butuh lo buat jaga Zanna."
Untuk beberapa saat Dani terdiam. Memandangi mata Ritz yang tampak putus asa. "Oke, tapi tolong ingat baik-baik. Gue bertahan di sini demi Zanna dan karena gue percaya Yuta enggak salah."
Keesokan harinya, pertemuan yang ditakutkan antara Ritz dan Bimo benar-benar terjadi. Keduanya sama-sama datang ke salah satu stasiun televisi yang mengundang mereka untuk hadir dalam sebuah acara bincang-bincang.
"Mas, gawat!" Yoga berbisik senewen di telinga Morgan.
"Kenapa?" balas Morgan datar.
"Ada Mas Bimo."
"Terus kenapa?"
"Apa Mas Ritz enggak bakal emosi?" tanya Yoga cemas.
"Ritz bukan orang yang main serang tanpa mikir. Malah gue yang takut enggak bisa tahan emosi." Masalah yang bertubi-tubi menimpa mereka selama setengah tahun terakhir jujur saja membuat emosi Morgan jadi tidak stabil. Dia yang biasanya tenang, sekarang berubah mudah emosi.
"Masalahnya, akhir-akhir ini emosi Mas Ritz enggak stabil. Kayak bukan Mas Ritz jadinya," ujar Yoga cemas.
"Kepergian Yuta bikin dia terguncang.”
"Kenapa Mbak Yuta enggak balik-balik ya?"
"Gue juga enggak ngerti.” Morgan menggeleng lelah. Jujur saja dia juga terkejut dengan pemberitaan Yuta dan Bimo. “Gue pikir dia bakal pergi bentar doang, enggak taunya sampai berbulan-bulan begini."
"Apa Mas Ritz sama Mbak Yuta enggak akan berbaikan ya?" gumam Yoga sedih.
"Gue pesimis, apalagi setelah liat Yuta sama Bimo."
Yoga teringat pertengkaran Morgan dengan Dani semalam. "Mas Morgan percaya?"
"Maunya enggak, tapi gue ragu."
Tiba-tiba saja sosok yang tengah dikhawatirkan muncul, lalu melewati mereka begitu saja. Cepat-cepat Yoga mengejar. "Mas Ritz mau ke mana?"
"Ngobrol sama Bimo," balas Ritz datar.
"Tapi, Mas-"
Ritz langsung menghentikan ucapan Yoga. "Kalian jangan ikut."
Setelah itu, Ritz berjalan tenang menghampiri Bimo yang terlihat tengah berdiri sendiri dekat ruang tunggu.
"Bim, kapan lo ketemu sama Yuta?" tanya Ritz tanpa berbasa-basi.
"Beberapa hari yang lalu," jawab Bimo apa adanya.
"Jadi, itu benar kalian," gumam Ritz tanpa ekspresi. "Gue kira lo bakal nyangkal."
"Percuma gue sangkal, fotonya terlalu jelas."
"Apa itu pertemuan pertama kalian?"
Bimo menggeleng kecil. "Sejujurnya bukan."
"Kapan pertama kali lo ketemu dia?” tanya Ritz cepat. “Maksud gue setelah Yuta pergi."
Bimo berusaha mengingat-ingat. "Mungkin empat bulan yang lalu."
Mendengar pengakuan Bimo, Ritz mengernyit tidak suka. "Dan selama ini lo diam aja?"
"Gue harus hargain keinginan Yuta."
Rahang Ritz mulai tampak mengeras. "Di mana lo ketemu dia?"
"Soal itu gue enggak bisa jawab."
Kini, hati Ritz mulai diliputi kegeraman. "Lo tau di mana dia tinggal?"
"Gue enggak bisa jawab."
"Apa lo bisa bantu gue ketemu dia?" tanya Ritz setengah mendesak setengah berharap.
"Soal itu harus gue tanyain dulu ke Yuta."
Cukup lama Ritz memandangi Bimo, sebelum akhirnya bertanya lagi, "Apa lo beneran ada hubungan sama dia?"
Rasa ragu yang membayangi Ritz tentang kedekatan Yuta dengan Bimo seolah-olah membuatnya tercekik.
Bimo tampak kecewa, lalu pria itu menggeleng sedih. "Ternyata lo enggak percaya sama istri lo sendiri."