Seno melihat Gea berlalu keluar dari dalam ruangan dengan kedua pipi basah. Pria itu bisa menduga pasti Galih yang membuatnya menangis. Seno tidak bisa berkomentar, bahkan ketika dia sudah berdiri dari kursinya berniat menenangkan Gea, wanita itu sudah berlari pergi keluar seolah sengaja menghindar darinya. Jadi dia memutuskan kembali masuk ke dalam ruangan kerja Galih Arteja untuk mengajaknya bicara. “Bang?” “Sejak kapan kamu berani protes dengan keputusanku?” Tanya Galih padanya dengan nada datar tanpa tekanan. Tikaman telak dari pertanyaan tersebut langsung membuatnya bungkam. Padahal dia belum membuka kata tapi Galih sudah membacanya dengan jelas dari raut wajah yang dia hidangkan saat memanggil namanya. Seno batal membuka suara. Perlahan pria itu menghenyakkan tubuhnya di kursi se