“Kesejukan, perasaan damai, rasa nyaman dan tenang.. begitulah yang aku rasakan tatkala bertemu tatap dengan-Nya. Dia begitu bersinar, begitu terang, dari sinar yang terang itu tak pernah menyilaukan mata atau meninggalkan rasa yang menyakitkan. Dia tidak pernah bisa tergapai, bukan karena jarak dan tolak ukur, tapi karena mungkin aku merasa berjalan semakin jauh darinya.. pada satu waktu aku bisa merasakan kehadiran-Nya dalam denyut-denyut jantungku. Sebuah rasa yang tidak bisa diukur dan tidak bisa terungkapkan lagi seperti apa rasanya.. dan dari rasa itu aku mengerti kalau Dia.. selalu menyertai dan menyaksikanku!” Galih Arteja berdiri di atas pelataran, sekitar sepuluh menit yang lalu pria itu berada di sana. Seno berdiri di belakang punggungnya. “Bang,” tegur Seno padanya. “Hm.” G