Galih masih tetap telentang seraya menatap ke arah langit yang terbentang begitu luas. Amanah yang harus dia lalui masih tetap berada dia atas kedua bahunya. Dalam kedua genggaman telapak tangannya masih penuh dengan kelopak bunga melati. Nyai Ratih sudah pergi beberapa menit lalu, namun kelopak bunga masih tetap turun berjatuhan entah dari mana asalnya. “Kenapa aku merasa begitu hina? Wanita itu akan datang sesuka hatinya dan terus-menerus menggangguku. Sementara aku tidak bisa membunuhnya.” Ucapnya dengan gusar. Galih segera beranjak bangun lalu membetulkan bajunya kembali seperti semula. Aroma melati masih memenuhi kulit tubuhnya. Pria itu sepertinya tidak peduli lagi, dia tetap berjalan dengan tenang menuju ke padepokan macam putih. Setibanya di dalam, Aji yang sedang berlatih bers