“Arkan masuk rumah sakit jiwa,” ucap Aslan saat ia dan Audri akhirnya duduk di bangku panjang. Audri membelalak. “Rumah sakit jiwa? Bukan rumah sakit biasa?” Aslan mengangguk dan menghela nafas. “Rumah sakit jiwa.” “Kenapa? Kok bisa?” “Aku juga belum ketemu sama papa atau Arkan, Hamdan tadi telepon dan cuma mengabari itu. Dia bilang Arkan terus-terusan berhalusinasi.” Aslan mengusap wajah. Dibanding kebenciannya pada Arkan selama ini, mendengar sang adik harus dirawat di rumah sakit jiwa juga tak membuatnya senang sama sekali. “Kok bisa tiba-tiba begitu? Emang halusinasinya apa?” Aslan menggeleng, sekali lagi menghembuskan nafas panjang. “Dia berhalusinasi bahwa dia punya anak.” Audri terkesiap, menutup mulutnya dengan tangan saking terkejutnya. “Berarti benar anak yang dikandung Na