“Tapi buku harian ini tidak bisa menjadi bukti.” Detektif itu bicara. “Kenapa tidak bisa?” Wijaya jelas tak terima. “Karena isinya sama saja, hanya dugaan. Kita perlu bukti konkret.” Audri tak menimpali, ia sibuk membaca buku harian milik ibunya, mencari petunjuk lain. Karena benar kata detektif itu, buku harian ibunya hanya berisi dugaan semata. “Tapi didukung dengan temuan dokter Ilham, harusnya sudah bisa menjadi bukti konkret kan?” tanya Wijaya, mencoba berargumentasi. “Benar. Tapi akan lebih baik kalau ada bukti terbaru.” “Apa maksudmu? Anakku sudah meninggal bertahun-tahun lalu, bagaimana bisa ada bukti baru?” Wijaya mengernyit semakin dalam. “Kita… bisa melakukan otopsi ulang.” Detektif itu memberi usul. “Apa?!” Wijaya berseru tak terima. “Itu kalau Anda mau mendapat bukti