Valery menatap wajah Arthur yang tertidur dengan lelap di sisinya. andai saja Arthur tak memiliki hati iblis maka Valery akan merasa beruntung bisa bersama Arthur pria yang memikatnya bahkan saat dirinya di pertemukan dengan tak sengaja.
Tangan Valery tergerak untuk menyentuh permukaan pipi Arthur tapi ia kembali teringat bahwa ia tak punya hak atas Arthur. hingga ia kembali menarik tanganya dan bangkit dari tidurnya karena kehidupan tak akan semanis drama romantis dan jangan berharap terlalu banyak.
" Sadarlah Valery, ingatlah apa yang terjadi semalam kau harus mengingatnya!!. " Valery menyadari dirinya sendiri ia melangkah menuju menuju kamar mandi hanya untuk mencuci wajahnya, Valery tak perlu lagi untuk mandi karena beberapa jam lalu ia telah melakukanya.
Apa saat ini ia mencoba menghindari Arthur? Iya Valery mencoba melakukan itu.
Hanya butuh beberapa menit saja Valery mempersiapkan dirinya dengan setelan kemeja berwaran biru navy dan rok span berwarna putih. meskipun, tubuhnya terasa hampir remuk Valery tetaplah Valery ia tak akan membiarkan dirinya hidup dalam kemalasan kecuali jika dirinya sekarat dan akan mati maka saat itulah Valery beristirahat.
Valery menutupi bekas kemerahan pada lehernya mengunakan foundation cukup tebal agar bekas keunguan itu menghilang, Valery sempat melirik kearah Arthur yang masih tertidur dalam posisi tengkurap.
Valery memoles bibirnya dengan lipstick tipis hampir seperti tak telihat. karena memang hari ini ia malas untuk mempercantik dirinya karena ia menyadari bahwa posisinya bukanlah dirinya yang dulu.
" Sungguh aku kasihan pada pemilik wajah ini. " Valery menertawakan di dalam hati saat melihat pantulan wajahnya yang ada di kaca rias.
Valery berjalan dengan perlahan hampir tak terdengar sama sekali langkah kakinya, tanganya menyentuh gagang daun pintu kayu yang ada di depanya. dan dengan perlahan memutarnya meskipun tetap menimbulkan bunyi kecil saat pintu itu terbuka.
Tapi hal itu tak akan mempengaruhi tidur lelap Arthur. Valery turun dari tangga dengan tertatih karena ia tak bisa menghindari bertapa sakitnya bagi area sensitifnya, tapi Valery tetap memaksakan karena ia yakin dirinya akan sembuh dengan sendirinya.
" Apa aku juga harus menyiapkan sarapan untuknya?. " Valery menyentuh pintu kulkas dan membukanya, ia menemukan beberapa bahan yang akan dirinya olah menjadi sarapanya di pagi hari ini. karena, ia melewatkan makan malamnya semalam dan tidak mungkin bagi Valery juga akan melewatkan sarapan paginya juga.
Sepasang roti telah keluar dari mesin pemanggang otomatis. Valery meletakan roti itu di atas kedua piring dan meletakan kedua telur mata sapi setengah matang di masing masing piring, Valery juga mengambil dua cup kopi dan meletakan di bawa mesin pembuat kopi otomatis ia tak tau Arthur akan meminum kopi atau tidak di pagi hari. satu cangkir kopu miliknya yang telah siap Valery tak akan melewatkan kesempatan untuk menikmatinya telebih dahulu.
Sebuah pelukan erat pada tubuhnya membuat Valery membeku di tempatnya dengan satu cangkir kopi yang masih berada dalam satu gengaman tanganya.
" Kenapa kau tak membangunkan aku? Hmm. " Arthur dengan kurang ajarnya mencumbu leher Valery membuat Valery hanya bisa terdiam tanpa melakukan perlawanan apapun ia terlalu terkejut mendapat perlakuan ini dari Arthur.
" Arthur. " Valery mulai merasa tak tenang dengan pelakuan Arthur dan mencoba menghentikan pria itu dengan menegurnya. tapi, yang di lakukan Arthur malah semakin menjadi menjilat daun telinga Valery, Arthur seakan tau bahwa disanalah titik terlemah valery.
Valery meletakan cangkir kopi ditanganya dan mencoba untuk membalikan tubuhnya menghadap Arthur dengan sedikit bersusah o
Payah, karena Arthur masih tak melepaskan pelukanya pada pinggang Valery.
" Arthur lepaskan!kita bisa terlambat. "Valery mencari alasan saat matanya membelak melihat tubuh arthur yang terbuka dihadapanya. bagaimana Arthur terlihat begitu santainya memperlihat tubuhnya di depan Valery meskipun, tak bisa di pikiri Valery telah melihat semua semalam.
" Give me morning kiss. " Arthur menutup matanya meminta bonekanya untuk melakukan perintahnya bukan permintaanya.
Tapi hingga beberapa detik Arthur masih tak menerima apapun dari Valery. Arthur membuka matanya dan menatap tajam pada mata Valery, ia membenci wanita yang tak mendengarkan ucapanya.
" Aku bukan memintamu tapi ini sebuah perintah!! lakukan apapun yang aku inginkan. . . atau kau ingin aku melakukan hal yang lebih dari ini? Karena aku yakin kau tak mungkin lupa kejadian panas semalam bahkan suara berisikmu terdengar jelas. " Arthur menekan b****g Valery dan mecekramnya dengan kuatnya.
Membuat Valery tak berkutik selain melakukan apa yang Arthur inginkan hanya menciumnya adalah perkara yang lebih muda bagi Valery. Valery menempelkan bibirnya dengan bibir Arthur secara cepat. tapi bukan Arthur jika ia tak mengambil keuntungan.
Tangan Arthur menekan bibir Valery dan memperdalam ciuman Arthur mengecap semua hal yang bisa ia jangkau di dalam mulut Valery.
Tapi tiba tiba saja Arthur melepaskan ciuman dan melepaskan pelukannya pada tubuh Valery mendorongnya dengan kuat. Arthur dengan cepat berlari menuju kulkas dan mengambil satu botol air mineral dan membukanya meneguknya sebelum kembali berlari menuju wastafel dan memuntahkannya.
Beberapa kali ia melakukan hal itu sebelum kembali membalikan tubuhnya menatap tajam pada Valery.
" Apa kau ingin membunuhku!!. " Arthur meletakan tangannya di leher Valery menekannya dengan kuat, sehingga Valery merasa kesulitan bernafas memukul tangan Arthur untuk lepas dari lehernya.
Hingga akhirnya Arthur melepaskannya juga, Valery terbatuk batuk ia hampir merasa akan mati karena tak tau letak kesalahannya dimana lagi kali ini.
" Apa maksudmu. " Valery menatap mata Arthur dengan nafasnya yang masih tersengal, ia harus tau apa maksud Arthur dengan aksi yang hampir saja membunuhnya karena Valery tak tau sebab alasan kenapa tiba tiba saja Arthur mencekik lehernya.
" Kau meminum kopi!! Dan aku alergi akan hal itu!! Jika sekali lagi aku tahu kau minum kopi tak tak mengatakan hal itu padaku, maka kau akan tau apa yang terjadi selajutnya. " Arthur menunjuk wajah Valery dengan tangannya sebelum ia pergi berlalu begitu saja dari hadapan Valery.
" Dia alergi kopi?. " Valery tak tau akan hal itu. jujur saja ia baru mendengarnya pertama kali, dan hal itupun Arthur yang mengatakannya secara langsung.
Valery merasa khawatir akan keadaan Arthur, meskipun pria itu barusan saja berlaku kasar kepadanya. tapi tetap saja valery merasa khawatir
Saat langkah kakinya ingin menyusul Arthur pintu bel apartment kembali berbunyi. dan Valery hanya bisa menahan rasa khawatirnya karena, semua itu tak bisa ia lakukan sebab Depson telah menjemputnya. dan mau tak mau Valery harus meninggalkan Arthur dengan berat hati meskipun, harus merasa bersalah.
***
Arthur yang saat ini berada di dalam kamar mandi hanya melihat pantulan wajahnya dari kaca wastafel. jantungnya berdebar dengan kencang bahkan keringat telah membasahi pelipisnya. Sudah lama ia tak pernah lagi menyentuh minuman yang mengandung kafein, sejak 7 tahun lalu ia hampir koma karena meminum kopi yang ia pesan dari salah satu kedai kopi terkenal, awalnya Arthur pikir ia mengalami keracunan karena dirinya mengalami sulit bernafas dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasnya. untung saja nyawanya masih bisa diselamatkan meskipun, ia harus berapa hari terbaring tak berdaya di rumah sakit.
Dokter mengatakan bahwa Arthur alergi akan kafein. bisa di katakan alergi ini termasuk sangat langkah, mungkin hanya berapa persen popularitas yang memiliki alergi sama sepertinya.
Dan hal itu sepenuhnya bukan salah Valery seharusnya Arthur lebih berhati- hati, dan ia juga harus waspada jika hal itu bisa saja kembali terulang.
Arthur yakin saat ini Valery telah pergi bekerja karena Arthur menghubungi Depson beberapa menit yang lalu. Agar Valery pergi dari hadapannya untuk sementara waktu.
Arthur menatap satu tangannya yang ia gunakan untuk mencekik valery berapa menit yang lalu. bagaimana bisa dirinya seperti manusia yang merasuki setan, dan hampir saja membunuh boneka kesayangannya hanya karena, emosi yang tak bisa ia kontrol.
" Sialan!!. " Arthur memukul meja marmer yang berada di sisi wastafel matanya kembali menatap tajam pada pantulan dirinya yang mirip seperti iblis hanya saja berada di dalam cover wajah yang seperti malaikat.
" Hahaha kenapa sekarang aku terlihat kesal?. . Bukankah seharusnya aku bersikap tak peduli saja lalu kenapa aku malah memperdulikan masalah perasaanya. " Arthur berbicara di dalam hatinya karena yang terjadi dirinya malah kepikiran bagaimana terkejutnya Valery saat menerima perlakuannya.
Arthur menghidupkan keran dan membasuh wajahnya dengan kasar. dan menarik tisu di sisinya mengusap seluruh air yang masih menempel pada permukaan wajahnya.