BAB 4 DIA

2415 Kata
‘’ tuan nona Valery telah sampai di kediamaan apartemen yang tuan inginkan. ’’Depson datang menemui seorang pria yang sibuk dengan tumpukan berkas dirungan kerjanya. wajah yang dingin dengan tatapan tajamnya itu, sering membuat orang lain merasakan takut untuk berbicara apa lagi untuk mendekati seorang Arthur Davidson. seorang pria yang berusia 34 tahun itu cukup matang untuk seorang pria yang sukses dan tampan bukan?. tapi untuk memendekati Arthur tak semuda membalikan telapak tangan, kalian harus menghelakan nafas kecewa karena Arthur telah memiliki seorang tunangan yang berada di new york saat ini pertunangan itu bahkan telah terjadi saat mereka masih remaja. bisa dikatakan jika mereka menikahpun itu hanya sebagai pernikahan untuk perusahaan. Arthur melepaskan kacamatanya, dan meletakanya diatas meja yantg terbuat dari kayu itu, ia melakukan perenggangan kepalanya hingga menimbulkan bunyi krak. karena terlalu lama berkerja. ’’ bagus, tugasmu selajutnya adalah mengantar dan menjemputnya saat pergi berkerja. Apa kau sudah katakan padanya apa saja syarat dalam perusahaan? Aku tak ingin dia datang ke perusahaan dengan pakaian terbuka seperti para jalang yang sebelum bekerja sebagai sekertarisku. ’’ Arthur menatap Depson dengan tatapan tajamnya karena sebelumnya Depson merekomendasikan sekertaris yang ternyata buka ingin bekerja untuknya tetapi, malah merayunya dengan pakaian yang tak senono. ‘’ baik tuan. aku telah memastikan bahwa nona Valery tak akan berpakaian seperti itu. ’’ Depson menuduk dan melangkah pergi dari ruangan Arthur dengan hembusan nafas yang tenang karena kali ini ia tak melakukan kesalahan yang bisa memnuat ia mendapat amukan raja singa. Setelah kepergian Depson dari ruanganya. Arthur dengan segera kembali menatap ke layar monitor besar di depanya senyumnya mengembang, saat mendengar nama Valery yang tanpa disadari telah melangkah semakin dekat denganya. Hanya saja Arthur tak ingin menujukan perasaan bahagia itu di depan orang lain. apa yang ada di pikiran kalian? Apa Arthur jatuh cinta pada padangan pertama. Tentu saja tidak! Arthur tak pernah jatuh cinta kepada wanita manapun. ia hanya mengingkan Valery sebagai boneka untuknya. Arthur tau betul jika seorang pria tak akan bermain boneka, tapi ia menyukainya bahkan hal ini telah terjadi sangat lama di dalam hidup Arthur. Arthur membeli mereka dengan uang memanjakan mereka dengan harta dan kenikmatan. lalu apa masalahnya? Yang menjadi masalahnya mereka tak boleh terlibat perasaan kepada Arthur apalagi sampai melakukan kesalahan fatal jika mereka hamil. ‘’ sangat cantik. ’’ Kata kata itulah yang muncul dari bibir athur saat melihat pergerakan Valery yang mengunakan kaos santai sambil menikmati roti di meja makan. Arthur bukanlah pria bodoh ia telah memasang sejumlah CCTV di setiap sudut apartemen yang di tinggali Valery saat ini. satu hal yang hanya Arthur lakukan kepada wanita yang bernama Valery itu. Arthur tak pernah melakukan hal ini kepada boneka sebelumnya. entahlah Arthur merasa Valery memilki daya tarik tersendiri. jika saat ini Valery telah menyetujui perjanjianya maka Arthur akan melompat pergi dan tinggal disatu apartemen dengan Valery dan menyentuh seluruh tubuh Valery yang membuat Arthur merasa panas dingin karena rasa penasaran itu. " sialaan wanita itu benar-benar membuatku selalu merasa panas. " Arthur selalu saja membayangkan Valery dalam balutan gaun satin berwarna merah menyala seperti waktu itu. *** Sedangkan disisi lain Valery tak tau harus melakukan apa lagi ia hanya merasa bosan di apartemen yang luas ini. bukanya Valery tak senang bisa memiliki apartemen seluas dan selengkap ini adalah impian Valery sejak lama, hanya saja ia merasakan kesepian andai saja ia bisa mempelihara seekor kucing maka lengkaplah hidupnya. Valery menguap ia merasa mengantuk setelah menikmati sepotong roti dengan selai stroberry di hari yang sore menjelang malam. tak ada pilihan lain selain melangkah menuju kamar utama dan mengistirahatkan dirinya sebentar sebelum kembali bekerja keesokan harinya. Kakinya menaiki tangga yang akan membawanya menuju kamar utama yang sangat luas bagi Valery. tanpa aba-aba ia langsung melompat ke atas tempat tidur yang benar benar empuk dan memejamkan matanya dalam beberapa detik kemudian. Tanpa Valery sadari Arthur beberapa kali tertawa tanpa sengaja karena hal konyol yang Valery lakukan, entah berapa menit Arthur terus menonton pergerakan Valery dari CCTV yang tertampil besar di layar monitornya melihat Valery yang tertidur nyenyak. membuat Arthur melupakan segala pekerjaanya yang masih banyak terbengkalai. ternyata melihat aktivitas Valery yang sebenarnya tak penting bagi seorang Arthur. tapi ternyata sangat efektif membuat Arthur sedikit merasa terhibur, ternyata ia tak salah memilih valery memiliki sebagai bonekanya karena dari yang terlihat Valery memiliki daya tarik yang begitu kuat di mata Arthur. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Valery terbangun lebih awal karena semalam dirinya juga tidur lebih awal, sebelum membuat sarapan Valery membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Karena semalam Valery melewatkan kesempatan mandinya. Lagi lagi mulut Valery tenggaga lebar saat melihat semua fasilitas kamar mandi yang ada di dalam kamar utama. " Apa aku sedang bermimpi?. " Valery menepuk pipinya sendiri saking takjubnya melihat bathtup besar, shower yang berada di balik dinding kaca. Dan wastafel yang begitu mewah terbuat dari marmer. Tangan velery menyentuh wastafel dan memutar kran yang berwarna emas itu. air yang jernih menyentuh tanganya kaca besar di depanya mematulkan wajah Valery yang seperti orang udik. Karena jujur saja meskipun ia memiliki ibu yang seorang model itu, yang selalu mengoper uang kepada Valery. Tetap saja Valery tak pernah mengunakanya untuk menjadi kaya atau membelikan semua barang yang belum pernah ia miliki. Valery bukan seperti itu karena ia tak memakan sedikitpun uang yang di berikan ibunya. Ia menatap kaca yang memperlihatkan wajahnya yang berantakan karena baru terbangun dari tidur nyenyaknya. " Apa semua ini tidak terlalu berlebihan?, tapi kenapa aku malah merasa takut untuk bertemu bos ku. aku hanya memiliki firasat bahwa semua ini ada timbal balik. "Hal ini yang terus menghantui Valery bahkan sampai terbawa hingga tidurnya. Ia segera sadar dari lamunanya dan masuk menuju bilik shower segera menanggalkan pakaian yang melekat pada tubuhnya. Menghidupkan shower dan membasahi seluruh tubuhnya dengab air hangat yang jatuh dengan lembut di atas kepalanya, Valery memakai fasilitas sabun cair yang ada di pinggiran dan mengusap seluruh tubuhnya dengan sabun yang miliki wangi maskulin. tapi Valery langsung menyukainya. Setelah selesai membersihkan tubunya, Valery membuka koper miliknya dan memilih pakaian kantor sama seperti pakaian yang setiap hari ia gunakan saat masih bekerja di boston. kemeja berwana olive dengan rok span selutut berwarna hitam. Valery mengambil satu pouch kecil yang menyimpan semua alat make up sederhanya. wajah Valery tak pernah masalah akan suatu zat yang ada di dalam make up, semua make upnya hanyalah make up murah yang ia beli dengan harga yang miring dan sebagian adalah diskon. Polesan tipis lipstick berwarna merah muda pada bibirnya yang pucat sudah cukup mempercantik wajah Valery. Rambutnya ia kuncir menjadi satu agar tak menganggu pekerjaanya. Valery menyemprotkan parfum yang memiliki harum buah buahan. Dan memasang kedua anting permata kecil pada kedua telinganya. " Kurasa pernampilanku cukup sopan, tak ada yang terbuka aku harap ini sudah sesuai dengan peraturan perusahaan. " Valery menggoreksi penampilanya sekali lagi di depan kaca sebelum ia mengambil tas kecilnya dan high heels 5 cm hitam miliknya. " Kuharap kau mendukungku bekerja hari ini. " Valery berbicara pada high heels usangnya yang beberapa waktu lalu rusak dan harus ia bawa ketempat perbaikan. karena saat itu Valery masih belum memiliki uang yang banyak untuk menggantinya, lagi pula selama masih bagus baginya untuk apa ia membuang uang banyak untuk membeli yang baru. Valery segera turun kelantai bawah ia harus segera sarapan sebelum Depson menjemputnya, dan satu hal lagi yang membuat Valery gugup ia takut dirinya akan terlambat karena peraturan mengatakan bosnya membenci orang yang tak tepat waktu. Bel berbunyi Valery yang baru saja membuka kulkas, langsung mengambil milk kotak yang menjadi sarapanya. ia segera membuka pintu menyambut kedatangan Depson. " Apa anda telah selesai nona?. " Valery mengangguk saat melihat Depson telah rapi dengan jas yang berwarna hitam " Aku siap tuan. " Valery masih bingung harus memanggil Depson dengan panggilan apa, karena jujur saja Depson terlihat lebih berumur tua lebih darinya dan memanggil namanya begitu saja bukankah terlalu tidak sopan. " Panggil aku Depson saja nona, aku tak ingin terlihat terlalu tua dan kau lebih terhormat dariku. " Valery hanya tersenyum tipis ia masih tak mengerti arti dari perkataan Depson yang terakhir. Lagi lagi ia Valery merasa dirinya terlihat lebih istimewa di jemput Depson untuk pergi bekerja. " Saya ditugaskan tuan untuk menjemput dan menggantar nona selama bekerja. " Depson membukaan pintu belakang untuk Valery dan yang di lakukan Valery hanya menurut tanpa membantah. Selama perjalanan Valery hanya terus mencekram jemarinya, hal yang sering ia lakukan saat merasa khwatir ataupun gugup tak ada musik dari headset yang biasa menemani perjalananya. Hanyaada dirinya dan jantungnya yang berdetak kencang saat mobil itu masuki area pakiran besement elite untuk para karyawan yang memiliki mobil. " Nona kita telah sampai. " Tanpa valery sadari Depson telah membukaan pintu untuknya sehingga Valery merasa tak enak hati. " Maafkan aku Depson. " Valery sedikit menuduk dan memberi hormat kepada Depson. Valery hanya mengikuti langkah kaki Depson yang membawanya menuju pinty utama gedung percakar langit yang begitu mewah dengan pintu kaca yang berputar, saat masuk kedalam perusahaan itu. Valery juga sempat terkejut, akan arsitektur perusahaan yang mewah dan berteknologi canggih. bisa dikatakan perusahaan ini lebih besar dan lebih mewah dari tempat berkerjanya dulu di Boston. Depson menekan tombol lift, pintu lift yang bertulisan inisial AD itu terbuka Depson mempersilakan tubuh Valery masuk terlebih dahulu, sebelum dirinya. Tapi ada keanehan lagi lift ini terlihat kosong sedangkan lift yang baru saja mereka lewati begitu ramai oleh para karyawan. Mata Valery menatap tombol lift yang mencapai lantai 12 dan Depson menekan lantai 11. " Anda pasti merasa bingung kenapa lift ini terlihat sepi bukan?. " Kata kata Depson seperti seorang cenayang yang bisa membaca pikiran Valery dalam sekejap. " Apa wajahku terlihat sangat kentara?. "Valery berbicara dalam hatinya sebelum ia membuka mulutnya menjawab ucapan Depson. " Bagaimana kau tau? Iya aku terus merasa aneh sejak awal. " Valery melihat kearah atas pintu lift yang baru saja sampai di lantai 5 masih ada 6 lantai akan mereka lewati. " Karena lift ini hanya khusus untuk CEO. " Jawaban Depson sudah cukup membuat kaki Valery terasa lemas sampai ia harus memegang dinding lift. Tak ada percakapan di antaranya dan Depson lagi, karena hal barusan saja sudah membuat Valery merasa shock apa lagi jika ia bertanya lebih jauh bisa bisa ia terkena serangan jantung. Pintu ruangan yang terbuat dari kayu berwarna coklat terlihat ukiran insial AD CEO yang membuat terlihat berbeda dan cukup menakutkan bagi Valery. Pintu di ketuk oleh Depson, dan suara pintu terbuka sendiri setelah beberapa menit. " Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan?. " Valery terus bertanda tanya di dalam hatinya ia masih bersembunyi di balik tubuh Depson, meskipun langkah kakinya kini telah berada di dalam ruangan maskulin dan mewah itu bahkan ubin yang saat ini berada di bawah kaki Valery terbuat dari marmer berwarna hitam. " Tuan nona Valery sudah berada disini. " Depson menatap Arthur yang sedari tadi sudah menatap tubuh wanita yang bersembunyi di belakang Depson, tanpa Depson berkatapun Arthur telah mengetahuinya bahkan sedari tadi Arthur terus memantau kedatangan Valery. " Apa begini cara orang yang ingin berkeja dibawah naunganku!. " Suara tegas dan berat dari pria yang masih belum Valery ketahui rupanya, sudah membuat Valery ketakutan sampai tanpa sengaja ia menarik jas Depson. " Calm down nona semuanya akan baik baik saja. " Depson mengeser tubuhnya sehingga wajah Valery yang awalamya menuduk kini berani untuk melihat siapa yang berada di depanya. Betapa terkejutnya ia saat matanya bertemu dengn netranya mata biru milik seseorang yang masih melakat jelas dalam fikiran Valery. bagaimana dirinya bisa melupakaan kejadian memalukan dimalam itu. " Kau!. " Sampai tanpa sengaja Valery menyebut nama pemilik perusahaan itu dengan panggilan lancang. bahkan jari Valery dengan lancang menujuk wajah pria itu yang memperhatikanya dengan ekspresi datar. " Apa kau mengenalku? Kenapa kau sangat lancang sekali memanggiku. " Arthur mengusir Depson dengan tatapanya matanya agar pria itu sedikit bergeser, Arthur ingin lebih fokus untuk menatap mata wanita yang masih mantapnya tanpa berkedip. Arthur berdiri dari kursi kerjanya dan berjalan mendekati tubuh Valery. dan berhenti tepat di hadapan Valery hanya menyisakan jarak beberapa cm dari tubuh Valery. " Aku bertanya padamu apa kau mengenalku?. " Mata Arthur menatap tajam Valery yang terlihat menyadari dan mulai terlihat gugup. Hingga Valery tersadar bahwa apa yang ia lakukan salah, meskipun ia mengenal pria di depanya ini. Valery tetap tak pantas memanggil pria yang berkuasa itu dengan panggilan kau. " Aku minta maaf tuan atas kelancanganku, aku tidak mengenalmu sebelumnya. " Valery menuduk hormat ia tak berani menatap pria yang dirinya ingat dengan sebuah nama Arthur. " Jadi kau telah melupakan aku?. " Arthur mendekatkan kepalanya ketelinga Valery dan berbisik dengan lembut, hal itu membuat bulu kuduk Valery meremang seketika. " Aa. . maafkan aku. " Valery memudurkan langkah kakinya sedikiy menjauh dari pria bersetelan jas berwarna grey itu, Valery hanya terus menuduk karena ia terlalu takut untuk melihat mata biru yang misterius itu. " Angkat kepalamu Valery tatap mataku saat berbicara, aku tak akan memaafkanmu jika seperti itu. " Tangan Arthur berada di kedua bahu Valery, entah mendapat dorongan dari mana Valery berani untuk menatap kembali wajah Arthur yang berada di depanya bahkan jarak mereka sangat dekat seperti saat mereka berdua ada di Boston. " Kau akan bekerja menjadi sekretarisku mulai hari ini. " Arthur mengatakan hal itu sebelum melepaskan tanganya dari kedua bahu Valery, karena Arthur tau Valery merasa ketakutan saat ini. " Bekerjalah mejamu berada disana. " Arthur yang telah duduk di kursi meja kerjanya, menujuk kearah meja yang ia letak satu di dalam ruangan yang sama dengan dengan dirinya. Valery yang awalnya masih terdiam akhirnya segera sadar dan bergerak patuh berjalan menuju meja yang tak jauh dari meja Arthur. " Astaga apa berarti aku akan berkerja di ruangan yang sama denganya?. " Valery hanya mencoba menghidupkan monitor di depanya dengan rasa gugup di hatinya. ini adalah pengalaman pertama bagi Valery. ia sungguh tak menyangka akan di tempatkan di dalam ruangan yang sama dengan atasanya dan perlu di ketahui. atasaan yang bersamanya bukanlah orang biasa tapi dia adalah seorang CEO. Valery menatap meja kerja, yang menjadi meja kerjanya saat ini. sebuah tempatnya yang terlihat nyaman bagi Valery hanya saja valery masih tak menyukai atau masih belum bisa menerima posisi yang belum pernah terlintas di dalam pikiranya sedikitpun. menjadi Sekretaris. " kenapa kau masih saja terdiam? kau tak menyukai mejanya. . " suara berat milik Arthur kembali menyapa pendengaran Valery. " aaa. . tidak aku sangat menyukainya. " Valery langsung saja duduk dan dengan rasa takut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN