Aku hanya menginginkanmu
suka tak suka,mau tidak mau
kau akan tetap menjadi milikku...
***
Valery tidur dengan resah.dirinya terus memejamkan matanya tapi bayangan Arthur terus saja muncul dalam ingatanya,mata yang dingin itu terus menghantui Valery.
" Bagaimana aku harus bersikap besok?,apa aku harus berpura pura melupakan semua yang terjadi?." Valery membuka matanya dan menatap langit langit kamarnya.
tapi Valery masih bertanda tanya kemana perginya Arthur setelah kejadian itu.
Flashback.
Langkah kaki Valery dengan takut- takut melangkah keluar dari pintu kayu itu.yang menjadi pembantas antara dirinya dan Arthur,pria yang berhasil membuat susana hatinya berantakan.
Dengan kepala yang menuduk ia mencoba berjalan dengan keberanian.meskipun kedua bahunya di timbun oleh rasa malu dan rasa takut,Valery hanya berjalan cepat menuju mejanya kerja miliknya dan segera ingin menyembunyikan wajahnya di balik tumpukan berkas itu.
Valery langsung mendaratkan bokongnya di kursi meja kerja,ia memilih untuk bersikap biasa saja.dan mulai menyelesaikan semua berkas yang tertunda tanpa melirik sedikitpun lagi ke arah meja yang tak jauh dari hadapanya.
" Fokuslah Valery jangan melihat kearah depan lagi!!." Batin Valery terus menahan matanya yang masih saja penasaran untuk melihat wajah Arthur.
Akhirnya Valery tetap melakukan hal itu.ia berpura pura untuk melihat kearah lain padahal tujuanya saat ini adalah untuk melihat Arthur." Kemana dia?." Valery langsung bangkit dari kursinya saat melihat bahwa sedari tadi Arthur tidak berada di meja kerjanya.dan bodohnya Valery tak menyadari hal itu.
" Tapi kapan dia pergi? Kenapa tak meninggalkan pesan padaku?." Valery juga merasa penasaran secepat kilat itukah Arthur pergi,kaki Valery berjalan mendekati meja kerja Arthur.ia berharap bisa menemukan sedikit informasi kemana pria itu pergi.
Benar sebuah note di tempelkan di atas meja kayu itu." Aku pergi,jangan tunggu aku kembali batalkan semua jadwal pertemuan hari ini." Hanya itu yang dapat Valery baca dari pesan yang Arthur tinggalkan.
" Apa kau pikir aku akan menunggumu? Memang kau siapa." Valery mengangkat bahunya dan kembali dengan perasaan yang lebih tenang mengetahui Arthur tak akan kembali lagi di kantor.
Setidaknya Valery jauh lebih tenang dalam menyelesaikan pekerjaan yang hampir membuatanya muak.
" Shitt." Valery mengumpat saat tanpa sengaja ia malah mengingat akan hal nakal yang baru saja terjadi antara dirinya dan Arthur bahkan tanganya tanpa sengaja menyentuh bibirnya.
" Apa sekarang aku terlihat seperti orang yang tergila gila dengan pria kaya." Valery seperti menertawakan dirinya sendiri atas pikiran aneh yang muncul di dalam otak kecilnya.
Waktu berjalan begitu cepat file yang Valery kerjakan kini telah selesai.ia juga sudah mencetaknya dalam berupa berkas yang kini ia simpan di dalam sebuah map berwarna hitam.sebelum ia berdiri dan merapikan perlengkapanya Valery juga berdoa semoga saja ia tak melakukan kesalahan lagi.
" Tuhan semoga kali ini ia menerima berkas ini tanpa meminta membuatnya ulang lagu,sudah cukup kesialan yang aku terima hari ini.akan aku terima sebagai pembelajaraan bagi diri sendiri." Valery meletakan map hitam itu di atas meja disisi tumpukan berkas milik Arthur. Sesaat Valery terdiam ia terus saja berpikir apa maksud dari ucapan Arthur yang masih belum tepercahkan baginya.
Valery menatap pemandangan dari kaca jendela besar yang ada disisi meja kerja Arthur,sebuah langit sore yang begitu indah meskipun pemandangan gedung gedung di depanya.tapi bagi Valery ini adalah pemandangan yang sangat indah ia bagaikan berada di awan mengingat dirinya berada di lantai 11.lantai sebuah gedung yang sangat tinggi yang pernah Valery rasakan.
" Nona apa anda telah selesai." Tiba tiba saja sebuah ketukan pintu Arthur kembali terdengar,dan suara Depson langsung menyapa pendengaran Valery.menghentikan lamunan Valery yang sedang menikmati pemandangan di hadapanya.
" Yeah aku sudah selesai." Valery segera mengikuti langkah kaki Depson dan menutup rapat ruangan Arthur.
Seminggu ini Valery sudah terbiasa menerima tatapan sinis dari perkeja lain.yang melihat aneh kearah Valery bahkan sebagian dari mereka tak segan saling berbisik saat Valery dan Depson lewat.
Valery tau bahwa mereka akan berpikir sama seperti yang Valery pikirkan.bahwa dirinya terlihat lebih di istimewakan,apa lagi sejak insiden tadi pagi semakin membuat Valery merasa takut untuk bekerja besok harinya karena ia takut akan menjadi sorotan dan pusat perhatian.
" Depson boleh aku bertanya padamu?." Valery memberanikan dirinya untuk bertanya pada Depson meskipun mereka baru berkenal seminggu belakangan ini.
" Aku akan menjawab semua pertanyaanmu nona selama hal itu masih bisa aku katakan." Valery mengangguk saat mendapat persetujuan dari Depson.
" Sudah berapa lama kau berkeja bersama Arthur?." Valery hanya ingin memastikan bahwa ia bisa mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang Arthur,jika ia mendapatkan orang yang tepat untuk mengetahuinya.
" Aku berkeja bersama tuan Arthur sejak 10 tahun yang lalu lebih tepatnya saat tuan Arthur baru saja memimpin perusahaan.ada apa nona?." Valery juga sempat terkejut saat mendengar berapa lama Depson bekerja bersama Arthur bukan tak mungkin Depson tak mengetahui semua sifat Arthur yang misterius itu
" Tidak ada aku hanya bertanya itu saja." Valery menahan banyak pertanyaan yang masih ingin ia katakan hanya saja ia memilih untuk menjedanya.
Flashback off
Saat sedang memikirkan banyak hal tiba tiba saja pintu bel apartemenya kembali berbunyi.sontak Valery yang kini telah berpindah duduk di meja makan merasa ketakutan mengingat bahwa saat ini telah menujukan pukul jam 10 malam.
" Tidak mungkin tamu datang berkunjung,dan tidak mungkin itu Depson." Valery masih menerka nerka dalam hatinya ia juga merasa bingung harus membuka pintu atau tidak.karena ia mengingat tidak ada seorangpun yang dirinya kenal di negara prancis ini selain Depson.
Valery memilih menulikan telinganya dan tak mengerakan sedikitpun tubuhnya,untuk sekedar mengecek siapa yang datang.lebih baik ia tak perlu pernasaran agar tidak menjadi masalah baginya tapi tiba tiba saja pintu apartemenya berbunyi klik tanda pintu terbuka.
Mata Valery langsung menyoroti wajah pria yang muncul di balik cahaya temaram lampu yang berada di ruang tengah.
" Arthur." Valery tanpa sengaja memanggil nama Arthur tanpa embelan apapun lagi jujur saja ia masih shock melihat pria itu kini telah berdiri di hadapanya.
" Kenapa kau tak membukaan pintu untuk hmm." Arthur dengan santai mencium puncak kepala Valery, ia juga langsung menarik salah satu kursi meja makan dan duduk di hadapan Valery. yang masih tak sadar akan apa yang terjadi.
" Kenapa kau bisa berada disini? Ah maksudku bagaimana kau tau kode aksen pintu apartemen ini?." Valery menelan salivanya dengan bersusah payah,Arthur jauh lebih menakutkan dari pisikopat yang berada di film yang Valery tonton. Arthur jauh lebih menakutkan dari itu dan berbahaya.
" Apa kau melupakan bahwa aku pemilik apartemen ini,dan satu hal lagi yang perlu kau ketahui kode akses pintu ini adalah tanggal ulang tahunku.jadi,cukup mudah bukan untuk aku keluar dan masuk." Arthur menyilang kedua tanganya di depan tubuhnya matanya menatap Valery dengan wajah dingin tapi senyum tipis masih saja menghiasi bibirnya tipisnya.
" Ah aku lupa bahwa kau adalah pemiliknya,betapa bodohnya aku." Valery tertawa untuk mengurangi rasa gugupnya yang setiap kali muncul saat Arthur berada di jarak yang sangat dekat dengannya.
" Apa yang membuatmu datang berkujung malam seperti ini tuan?." Valery melirik amplop coklat yang teletak di atas meja.
" Ingin membuat sebuah perjanjian." Arthur menjawab dengan singkat karena ia merasa saat inilah waktu yang tepat untuk membuat Valery menjadi miliknya.
" Perjanjian? Apa maksudmu?." Valery tak mengerti pernjajian apa yang Arthur maksud.
Arthur menarik selembar kertas putih dari amplop coklat itu dan meletakanya di hadapan Valery.
" Sebuah perjanjian yang harus kau setujui untuk menjadi milikku." Arthur dengan santai mengatakan hal yang membuat Valery yang masih terpaku membaca isi dari surat perjanjian itu.
" Apa maksudmu kau membeliku sebagi b***k pemuas nafsumu,penghangat rajangmu?." Valery hanya merangkum singkat dari arti inti yang terdapat dalam isi surat perjanjian itu.
" Kau bisa mengatakan dan berpikir seperti itu,karena mamang itulah maksudku tapi yang perlu kau pahami bahwa kau berbeda dari jalang diluar sana.bisa aku katakan bahwa hanya aku pemilikmu dan tak ada seorangpun yang boleh menyentuhmu.dan aku pastikan semua hal yang kau butuhkan dan inginkan akan selalu terpenuhi." Valery hanya mencari hal yang bisa ia temukan dari tatapan mata Arthur yang kini sedang menatap matanya dalam.
" Tapi kenapa harus aku,maksudku banyak wanita di luar sana yang bisa mengikuti kemauanmu yang aneh ini." Sesaat Valery melupakan hubungan formal diantara mereka berdua,Valery hanya tak menyangka ada orang aneh seperti Arthur dengan perjanjian konyol ini.
" Karena aku hanya menginginkan kau!!Bukan orang lain!." Arthur seketika menaikan nada bicaranya membuat Valery terkejut untuk beberapa saat sembelum ia kembali menggatur nafasnya agar terlihat tetap tenang.
" Bagaimana jika aku menolaknya." Valery menatap mata Arthur dengan tajam juga,ia menepis rasa takutnya untuk sesaat menatang Arthur dan menolak keras perjanjian konyol ini.
" Aku akan pastikan kau terlempar di tempat yang lebih buruk,bisa saja kau berkerja menjadi pemuas nafsu pria tua atau kau menjadi salah satu koleksi wanita bergilir para bawahanku.aku pastikan akan menepati kata kata itu jika kau menolakku" Arthur melihat wajah Valery yang ketakutan,bisa ia pastikan bahwa Valery akan menuduk dan menyetujui keinginanya.karena Arthur sudah tak bisa lagi menahan lebih lama untuk menjadikan Valery sebagai boneka kesayanganya.
Valery memejamkan matanya ia berharap bahwa apa yang ia lihat dan dirinya dengar saat ini hanyalah sebuah mimpi.Valery juga menginginkan saat ia terbangun dari mimpinya dirinya masih berada di Boston terbaring di atas ranjang tuanya di kost kecil miliknya.
Bukan kekayaan yang Valery inginkan disini,ia malah ingin kebebasan saat ini pula dari pada harus memilih terperangkap dalam neraka Arthur.memang tak akan ada yang memperdulikan mati atau hidupnya Valery tapi,ia masih memiliki dirinya.ia memang sebatang kara tapi dirinya tak pernah bisa putus asa dalam mengambil tindakan.
" Berapa lama?." Valery membuka matanya dan menatap lagi mata Arthur yang menjadi hal yang paling ia benci saat ini.
" Apa maksudmu dengan berapa lama?." Sekarang Arthur pula yang merasa bingung saat mendapatkan jawaban dari Valery.
" Berapa lama aku harus jadi bonekamu! Berapa lama aku harus memuaskan nafsumu! Aku perlu tau sampai kapan batas itu selesai sebelum aku membuat pilihan." Valery menaikan nada suaranya dengan frustasi jika ia menangis saat ini apa Arthur akan memberinya sedikit perhatian,apa Arthur akan melupakan hal ini. Sayangnya Valery tak pantas menjatuhkan air mata untuk pria iblis seperti Arthur.
" Tanpa batas,sampai aku merasa bosan." Arthur menjawab hal itu dengan santai.
" 1 tahun,aku akan menyetujui kontrak ini jika berlaku hanya sampai 1 tahun,setelah itu lepaskan aku." Valery membuat penawaran yang tanpa di pikir panjang lagi oleh Arthur yang langsung menyetujuinya.
" Aku setuju." Arthur memberikan pulpen pada Valery wanita itu awalnya sempat merasa ragu akan keputusanya,tapi akhirnya tetap menekan tinta coretan dibatas namanya.
Hal itu juga di lakukan oleh Arthur ia menanda tangani surat perjanjian itu dengan rasa bahagia,karena baginya cukup mudah membuat Valery luluh menjadi bonekanya.
Arthur meletakan pulpen yang ada di tanganya,tanganya kini berpindah menyentuh salah satu paha milik valery dan mengusapnya dengan gerakan abstrak.
Arthur mendekatkan wajahnya pada Valery." Kau harus ingat baby,kau tak boleh jatuh cinta pada tuanmu dan kedua kau tak boleh sampai mengandung anakku." Tangan Arthur satunya lagi menyentuh dagu Valery dan kembali membawa bibir itu padanya melumatnya dengan penuh sensual.
Bibir Valery benar benar membuat Arthur merasa kecanduan,ia menyukai bonekanya kali ini.sangat membuatnya merasa gila dan semakin gila dengan penolakan Valery.
" Jangan coba coba membantahku baby atau kau akan merasakan hukuman setiap kau melanggarnya." Tangan Arthur kini telah berpindah meremas satu b****g Valery membuat Valery hanya memejamkan matanya menahan rasa sensasi sakit karena perlakuan kasar Arthur.
Valery hanya bisa menggigit bibirnya saat lidah Arthur kini mulai menyapu dengan perlahan di sepajang sisi leher valery yang terbuka.valery hanya bisa meremas kemeja arthur dan tak berani untuk membantah sedikitpun.