9. Pahlawan kemalaman

1035 Kata
Setelah memastikan Azkia tidur, Nathan segera keluar dari kamar Azkia melewati pintu balkon. Remaja itu tampak celingak-celinguk ke bawah saat akan terjun bebas. Dirasa situasi aman, Nathan segera melompat turun dengan pendaratan yang kurang sempurna. Untung ada rumput hias yang lumayan lebat di bawah, membuatnya tidak mengalami cidera meski terjun dari lantai dua. Namun yang jadi korban rumput itu yang kelihatan sangat mahal.  "Biarin lah, orangtua Azkia kaya. Masak perkara rumput minta ganti rugi," ujar Nathan pada dirinya sendiri. Nathan mengusap lututnya yang panas karena lututnya yang menjadi tumpuan.  Nathan menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri, situasinya sangat beda dengan tadi. Sekarang sama sekali tidak ada satu pun penjaga yang ada di pekarangan rumah Azkia. Nathan mengendap-endap ke halaman depan, matanya memicing saat tidak ada penjaga di pintu gerbang. Nathan menatap sudut-sudut halaman Azkia, dia juga tidak melihat satu pun Cctv. Dengan berlari sekencang-kencangnya Nathan menuju gerbang dan membukanya dengan cepat. Nathan ngacir begitu saja setelah menutup gerbang yang sangat berat.  Napas Nathan ngos-gosan, ia merasa sudah lari dari hukuman berat di pengadilan. Nathan mengurut dadanya naik turun. Begini banget perjuangannya untuk Azkia. Nathan menuju motornya yang tak jauh dari rumah besar Azkia, sudah malam waktunya dia menemani mamanya nonton sinetron kesukaan mamanya.  Kalau mamanya tidak ditemani nonton sinetron, sudah pasti mamanya akan rusuh. Ngomel-ngomel punya anak tapi berbaktinya malah sama Hp. Mama Nathan memang selalu cemburu sama Hp yang lebih menyita perhatian anak-anaknya.  Sesampainya di rumah, Nathan menetralkan degub jantungnya. Dia lupa siapa yang harus dia hadapi saat pulang larut malam, yaitu Monster Yogi. Papanya siap membantingnya kalau Nathan pulang larut malam, terlebih tidak ijin terlebih dahulu.  Nathan mendongakkan kepalanya ke lantai atas tepat kamarnya berada. Remaja itu tengah menimang-nimamg konsekuensi apa yang akan dia dapatkan kalau dia langsung masuk kamar dengan cara melompat. Papanya tidak akan tau kapan dia pulang dan keesokan harinya malah akan parah hukuman yang dia dapat.  "Nathan, disuruh masuk sama bapak!" ucap sebuah suara yang mengagetkan Nathan. Dengan spontan Nathan menabok pundak pak satpam yang berdiri di sampingnya.  "Bapak kayak hantu tau gak. Datang gak ada suaranya tiba-tiba ada di samping," omel Nathan.  "Maaf, soalnya keadaan di dalam sangat menyeramkan. Sana gih, bapak sudah minta kamu menghadap," ucap Pak Satpam itu lagi mendorong kencang bahu Nathan agar masuk rumah.  "Mentang-mentang teman ngopi, dorong seenaknya," omel Nathan. Nathan sudah seperti anak raja yang gerak-geriknya selalu dipantau. Dan sekarang Nathan seperti dihadapkan pada situasi di mana seorang pangeran melakukan kesalahan besar dan menunggu hukuman dari kanjeng romonya.  Nathan berjalan pelan menuju ruang tamu di mana papanya berada. Papanya tengah fokus pada laptop di pangkuannya. Nathan sengaja mengencangkan jalannya agar menimbulkan suara, agar papanya yang menyapa dulu. Namun papanya tetap diam sembari terus berfokus pada layar laptop.  "Pa!" panggil Nathan akhirnya. Yogi tidak menoleh, jari-jemarinya terus menari di keyboard dengan serius.  "Pa!" panggil Nathan lagi.  "Hem ...." "Ngopi yuk!" ajak Nathan. Sedetik kemudian Nathan menepuk keningnya dengan kencang.  "Hidupmu kebanyakan becanda, Nathan. Sekarang kamu mau ngomong apa sama papa?" tanya Yogi menutup laptopnya dan meletakkan di meja. Nathan segera mendekati papanya, remaja itu duduk di tangan sofa menghadap papanya dengan raut memelas.  "Pa, tadi aku ke rumah temenku. Kasihan sekali dia sakit, Pa. Gak ada yang peduli sama dia, akhirnya aku ke sana buat ngompres kening dia. Walaupun dulunya aku risih sama dia, sekarang enggak lagi. Ini aku lakukan sebagai tabungan di akhirat kelak, Pa. Kalau kita membantu orang yang membutuhkan, maka kita akan mendapat pahala," oceh Nathan panjang lebar.  "Oh kita harus menabung untuk keperluan akhirat ya?" tanya Yogi.  "Iya, Pa. Tabungan uang memang penting, Pa. Tapi akhirat jauh lebih penting. Papa gak mau kan kalau aku jadi cowok yang gak peduli sama temen, terus nanti di akhirat aku dihantam besi panas sama malaikat? Papa ingin kan hidup sesurga dengan anak-anak papa," oceh Nathan lagi.  "Inti dari pembcaraanmu itu apa, Nathan?" tanya Yogi dengan malas. Kalau anaknya tertangkap basah, sudah pati akan ngeles ngalor-ngidul.  "Ya intinya papa gak boleh marah kalau aku ke rumah Azkia," jawab Nathan mengedip-ngedipkan matanya sok imut. Inilah Nathan, di sekolah tampak preman, di rumah kayak siput yang dicolok dikit langsung masuk cangkang. Nyali Ntahan memag gede di luar, tapi ciut di kandang.  "Kamu ngompres kening dia pakai apa?" "Handuk lah, Pa." "Itu kenapa jaket kamu basah kuyup? Kamu habis ngapain?" tanya Yogi memelototkan matanya. Buru-buru Nathan membuka jaketnya dan membuangnya asal.  "Ini karena Azkia nangis di dadaku, Pa. Suwer deh aku dan Azkia gak keringetan bareng," jawab Nathan menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke arah papanya.  "Keringat bareng itu maksudnya apa, hah?" bentak Yogi yang sudah berdiri.  "Eh ampun, pa. Keceplosan!" Nathan berucap sambil ikut berdiri. Kan, mulutnya sangat lemes, dipancing dikit langsung keceplosan.  "Duduk!" titah Yogi menunjuk anaknya. Tanpa berpikir dua kali Nathan langsung duduk lagi.  "Nathan, papa tidak melarang kamu gaul sama siapapun, tapi jangan kelewat batas. Kamu ke rumah cewek pulang selarut ini. Pasti orangtua Azkia menilai kamu yang enggak-enggak. Dan kamu bilang apa tadi? Keringetan bareng? Papa didik kamu dari punya kamu tiga centi sampai sekarang bisa berdiri sendiri, itu gak mudah. Papa harus jaga lingkup pergaulan kamu agar kamu tidak kelewat batas. Kamu berani ke rumah cewek malam-malam, besoknya kamu berani apa lagi?" omel Yogi marah-marah. Meski dia nakal waktu muda, dia tidak ingin anaknya juga mengikuti jejaknya. Apalagi Nathan ini mewarisi gen mesumnya, Yogi hanya takut tiba-tiba Nathan menghamiili anak orang. Bisa runyam segala urusannya nanti.  "Pa, itu tadi cuma becanda. Mana berani Nathan kelewat batas, Pa. Papa aja galak begini, pasti Nathan di luaran juga baik-baik, kok," ucap Nathan memelas.  "Azkia putri tunggal Bram. Jangan main-main dengan dia!" ucap Yogi memijat pelipisnya.  "Papa kenal sama papanya Azkia?" "Dia rekan bisnis papa. Berteman boleh, tapi gak usah terlalu intens sama dia!"  "Gak bisa, Pa. Azkia membutuhkan aku, dia gak ada teman selain aku," ucap Nathan dengan tegas. Yogi memicingkan matanya melihat anaknya yang sudah mulai berani lagi.  "Papa boleh membatasi lingkup pertemananku dengan orang lain, tapi tidak dengan Azkia!" tambah remaja itu.  "Kamu kenapa jadi sok pahlawan begini?"  "Pokoknya aku tidak mau jahui Azkia!" tandas Nathan yang akan beranjak pergi, tapi kerah belakang lehernya ditarik papanya.  "Nathan, cinta monyet itu wajar, tapi kenapa harus Azkia?" "Pa, Azkia bukan monyet, kalau aku cinta Azkia, berarti Azkia itu manusia bukan monyet!" 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN