"Nathan, ayo berangkat sama papa!" ajak Yogi saat selesai memakan sarapannya. Nathan yang masih mengunyah roti isi hampir menyemburkan ke wajah adiknya karena kaget dengan ucapan papanya.
"Pa, aku berangkat sama Tio aja," ucap Nathan.
"Bareng sama papa sekalian. Searah juga," ujar Yogi kekeuh.
Brakkk!
Nathan menggebrak meja dengan kedua tangannya sampai membuat orangtua serta adiknya menatapnya tajam. Nathan cengengesan, ia menatap papanya dengan pandangan super melas dan nelangsa. Kali ini Nathan tidak ingin bareng papanya. Karena hari ini dia akan nebeng Tio, selanjutnya Nathan akan menyuruh Tio turun dan membayar ongkos ojek untuk temannya itu, sedangkan dia akan menjemput Azkia dengan motor Tio. Nathan sudah merencanakan penjemputan Azkia secara rinci, struktur dan aman, tapi bisa gagal karena paksaan papanya yang memaksanya mengantar ke sekolah.
"Pa, aku itu sudah gede. Mau berangkat sama Tio apa salahnya, sih?" tanya Nathan. Sikap Nathan yang seperti ini malah membuat Yogi curiga. Buaya kok mau dikadalin, tentu saja Yogi sudah berpengalaman masalah anak muda.
"Pa, barang siapa yang menyulitkan orang lain, niscaya dia akan disulitkan. Papa gak mau kan kalau nanti disulitkan dalam pekerjaan?" tanya Nathan menatap seius papanya.
"Kalau pekerjaan papa kesuitan, kamu juga yang kena imbasnya. Kamu gak akan papa kasih uang jajan!" jawab Yogi enteng. Nayla yang sejak tadi diam jadi tertawa melihat perdebatan papa dan kakaknya.
"Kenapa kamu tertawa? Kalau kakak gak dikasih uang jajan, kakak juga gak bisa kasih uang kuota untuk kamu!" ucap Nathan.
Yogi dan Yura menggebrak meja dengan bersamaan. Mereka berdua menatap anak-anaknya dengan nyalang. Nathan membekap mulutnya, sedangkan Nayla menutup wajahnya. Sialaan, Nathan keceplosan. Jatah kuota untuk Nayla sudah sesuai takaran agar gadis itu tidak fokus pada hp saja, tapi Nathan malah menyawer adiknya Kuota tanpa memberitahu kedua orangtuanya.
"Nathan, kamu sudah kelewatan batas. Sekarang uang jajan kamu, papa potong!" ucap Yogi yang membuat Nathan memelototkan matanya nyalang. Tidak bisa, Nathan boleh gak pakai motor sendiri saat ke sekolah, tapi soal uang jajan Nathan tidak akan sanggup. Nathan butuh ceban untuk jajan gorengan di kantin. Saat pelajaran bahasa indoneia, Nathan hampa tanpa gorengan di kolong mejanya. Nathan juga butuh goceng untuk ngopi bersama geng Beha Kawat. Dia yang anak orang kaya sudah seperti ternistakaan saat terus meminjam uang pada Tio.
"Papa jahat!" ucap Nathan beranjak berdiri.
"Gak usah dramatis jadi anak!" tegur Yogi.
Nathan tidak peduli, dia melenggang pergi tanpa berpamitan dengan orangtuanya. Biarkan Nayla disidang sendiri, Nathan tidak akan membela adiknya lagi. Remaja itu segera menuju gerbang setelah mengambil helm hadiah dari pembelian motor. Sungguh Nathan sangat bangga dengan helm itu, meski selalu dikatai kuno dan gak keren pakai helm hadiah, tapi Nathan selalu mengatakan helm itu sangat mahal karena tanpa membeli motor maka tidak akan dapat helm. Kalau helm biasa mah seratus ribu juga sudah dapat.
Tio sudah menunggu di atas motor maticnya. Saat melihat wajah tertekuk Nathan membuat Tio merasa was-was. Kalau Nathan dalam mode mood buruk, sudah pasti akan melampiaskan pada teman-temannya.
"Tio, lo turun di depan ya naik ojek. Gue mau ke rumah Azkia," ucap Nathan.
"Uang ojek mana?" tanya Tio.
"Ngutang dulu. Nanti malam gue mau mangkal, besok gue kasih uangnya," jawab Nathan. Tio mendengus, ngutang lagi ngutang lagi. Padahal Tio lah yang biasa mendapat bantuan tunai saat di sekolah karena termasuk siswa kurang mampu. Sedangkan Nathan sudah pasti dikenal sebagai anak orang kaya. Lalu kenapa malah si kaya hutang sama si miskiin, sungguh ironis.
Setelah sampai jalan raya, Tio menghentikan motornya. Remaja itu turun dan menuju pangkalan ojek. Setelah memastikan Tio mendapat ojek, Nathan segera menjalankan motornya menuju rumah Azkia. Nathan menjalankan motornya dengan kencang karena waktu yang sudah mepet akan masuk.
Saat sampai di rumah Azkia, Nathan menghentikan motornya. Dia antara maju dan mundur saat akan memasuki gerbang rumah Azkia. Belum sempat dia turun dari motornya, dia melihat sebuah mobil yang keluar dari gerbang. Nathan menajamkan penglihatannya menatap kaca mobil yang baru saja keluar. Bayangan seorang gadis memakai seragam yang sama dengannya terlihat sedikit samar. Tanpa pikir panjang Nathan mengikuti mobil itu.
Ternyata Azkia sadar dengan Nathan yang membututinya. Azkia beberapa kali menengok ke belakang untuk melihat Nathan yang terus membuntutinya. Papa Azkia yang duduk di samping Azkia pun juga sesekali melirik ke belakang untuk melihat Nathan. Tidak Bram sangka kalau Nathan sangat nekat mendekati anaknya.
"Pa," panggil Azkia saat melihat papanya terus menoleh ke balakang.
"Hem," jawab Bram.
"Papa, papa kalau mau marah, marah saja sama Azkia ya. Jangan marahin teman Azkia yang itu!" ucap Azkia menunjuk Nathan. Azkia sungguh takut saat papanya tau tentang Nathan dan menyakiti temannya itu.
"Kenapa papa harus marah sama teman kamu?" tanya Bram dengan wajah datarnya. Bram sungguh tidak berniat menyakiti Nathan saat tahu anak itu perhatian pada anaknya. Namun terbesit rasa ketakutan akan anaknya yang saat ini dalam masa cinta-cintaan monyet. Bram takut anaknya akan disakiti oleh Nathan, meski dalam cinta monyet sangat wajar sakit hati. Hanya saja Bram tidak rela anaknya makin menderita.
Sesampainya di sekolah, Azkia menyalami punggung tangan papanya. Gadis itu bergegas untuk turun. Tak lama kemudian, Nathan datang dengan motornya. Azkia menatap papa dan Nathan bergantian, gadis itu takut papanya akan turun tiba-tiba lalu menghajar Nathan. Namun apa yang ditakutkan Azkia tidak terjadi.
"Azkia, ayo masuk!" ajak Nathan. Azkia mengangguk, gadis itu duduk di boncengan belakang motor Nathan. Nathan langsung tancap gas menuju parkiran.
Setelah memarkirkan motor, Nathan dan Azkia menuju kelas mereka melewati koridor sekolah yang ramai dengan anak-anak lain. Kedatangan Nathan yang bersama Azkia menjadi sorotan teman-teman mereka. Tidak sedikit dari mereka yang mulai menyebarkan gosip kalau keduanya tengah menjalin hubungan pacaran. Azkia tampak risih saat ditatap teman-temannya. Sepanjang perjalanan dia hanya menundukkan kepalanya. Namun itu sama sekali tidak berarti untuk Nathan, dengan angkuh Nathan malah menaikkan dagunya. Kalau bukan narsis dan sombong, bukan Nathan juga namanya.
Tiba-tiba tangan Nathan meraih tangan Azkia untuk dia genggam. Azkia terkesiap, gadis itu mencoba melepaskan tangan temannya. Namun makin mencoba dilepaskan, Nathan malah makin mengeratkan.
"Nathan, lepasin! Malu sama teman-teman," bisik Azkia.
"Ini tidak gratis, Azkia. Ada harga yang harus dibayar mahal," ucap Nathan.
"Apa maksudmu?" tanya Azkia bingung.
"Aku sudah menjemputmu pakai motor Tio. Tekor bensin, tekor biaya ojek Tio, dan lo malah berangkat sama papa lo," ujar Nathan.
"Kan salah kamu sendiri yang gak bilang kalau mau jemput."
"Ah sudahlah! Lo bawa bekal kan? Gue lapar mau makan," ucap Nathan mengubah topi pembicaraan. Mau bagaimana pun dia yang salah karena tidak bilang-bilang saat akan datang. Saking khawatirnya dia dengan Azkia sampai dia menjemput gadis itu. Takut kalau Azkia dianiyaya oleh papanya.
"Iya bawa dua bekal. Aku memang niatnya mau kasih ke kamu," ujar Azkia.
"Gue makan sekarang boleh?"
"Boleh, masuk kelas dulu!"
"Bahagialah cacing-cacing di perut, lo dapat makanan gratis dari mama Azkia," ucap Nathan membawa tangan Azkia naik turun mengusap perutnya.
Tio and the geng Beha kawat yang berada di depan Nathan, menatap ngeri pada ketua gengnya itu.
"Tanda-tanda kebucinan Nathan sudah dimulai!" ucap Tio yang diangguki semuanya.