Bel tanda istirahat berbunyi, membuat anak-anak berteriak 'Yes' dengan serempak. Kalau di bangku sekolah, sudah pasti bel istirahat dan bel pulang sekolah lah yang ditunggu para murid. Seperti saat ini contohnya, Dave segera memberesi bukunya dan memasukkan ke dalam tas setelah pak guru itu keluar dari ruang kelasnya. Dave juga membantu Azkia untuk beres-beres, lantaran gadis itu terlalu lama.
"Kita jadi ke kantin bareng, kan?" tanya Dave. Azkia menganggukkan kepalanya yang membuat Dave tersenyum kecil.
"Gak usah kamu traktir, hari ini aku saja yang traktir," ujar Dave. Ya kali dia ditraktir cewek, bisa malu sampai anak cucu dan cicit.
"Kenapa? Kan kamu yang sudah bantuin aku, harusnya aku yang traktir kamu," jawab Azkia.
"Hari ini kamu sudah banyak tersenyum. Jarang-jarang lihat kamu seneng, maka biar lebih seneng aku yang traktir," jelas Dave nengacak puncak kepala Azkia.
Azkia menundukkan kepalanya malu. Dia tidak sadar kalau setengah harian ini dia banyak tersenyum. Ini gara-gara Nathan yang memperlakukannya dengan baik. Bayangkan saja bagaimana rasanya diperhatikan oleh cowok yang kita sukai, pastilah rasanya bagai disiram salju yang menyejukkan.
"Dave jangan diacak rambutku!" pekik Azkia menata kembali rambutnya.
"Sudah-sudah, ini aku benerin," ujar Dave merapikan kembali rambut Azkia. Dave juga menyelipkan anak rambut di belakang telinga Azkia.
"Masih dipantau, belum gue lempar e*k sapi yang asli dari pegunungan Vrindavan," ucap Nathan yang menatap sinis Dave dan Azkia dari bangkunya. Sebelah Kaki Nathan terangkat satu ke atas meja, sedangkan bibirnya tengah mengemut ujung bolpoin yang siap dia colokkan pada mata Dave yang sudah seenaknya modus pada Azkia.
"Kayaknya Dave suka deh sama Azkia. Sejak kelas satu mereka kan duduknya satu bangku," bisik Tio tepat di telinga Nathan. Nathan mengusap telinganya kasar. Pantesan sejak tadi telinganya gatal, ternyata ada Tio yang sejak tadi mendekatkan bibirnya ke telinganya. Dan kini bisikan Tio makin membuatnya panas.
"Gue pernah nonton serial bagus. Berawal dari seragam sekolah, duduk satu bangku, saling lirik-lirikan akhirnya beberapa tahun kemudian mereka sampai di pelaminan," bisik Tio lagi.
"Terus mereka hidup bahagia dan punya anak, sungguh cerita klise yang mudah ditebak," cibir Nathan.
Tio menganggukkan kepalanya, memang cerita yang klise tapi dia sangat suka saat nonton. Karena saking asik berbisik-bisik, Nathan sampai tidak sadar kalau Azkia dan Dave sudah tidak ada di tempatnya. Nathan menurunkan kakinya dengan cepat, dia menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Tidak ada dua insan yang tadi dia perhatikan.
"Azkia sama Dave kemana?" tanya Nathan pada Tio.
"Gak tau, kencan mungkin," jawab Tio asal. Nathan menggebrak meja dengan kencang. Remaja itu mengambil headband di kolong mejanya. Nathan dengan cepat memakai heandband berwarna merah di kepalanya. Nathan selalu merasa tampan kala memakai itu.
Tujuan utama Nathan adalah kantin. Saat dia memasuki area penuh jajajan itu sudah pasti akan disambut bisikan cewek-cewek. Cewek mana yang tidak menargetkan dirinya menjadi pacar. Selama ini Nathan tidak pernah terlibat dengan gadis manapun, membuat para gadis juga penasaran dengan pria itu.
Tak sekali dua kali para cewek mencoba mendekati Nathan, tapi mereka ujungnya akan sakit hati saat Nathan menolaknya mentah-mentah. Kini hanya Azkia yang membuat Nathan sedikit lepas dari adiknya, Nayla. Biasanya Nathan kesenggol cewek dikit pasti akan merasa bersalah dengan Nayla. Kini dengan Azkia, bahkan Nathan sudah berani main khilaf-khilafan.
"Dave, aku yang thai tea aja dikasih topping jelly!" ucap Azkia menunjuk menu yang disodorkan Dave. Dave mengangguk, memesan dua minuman yang sama sesuai yang dipilih Azkia.
"Dave ini mahal, aku yang bayar aja ya!" ucap Azkia. Azkia tadi pagi mendapat banyak uang saku dari papanya. Kartu debit pun juga sudah dikembalikan setelah disita.
"Aku punya uang, tenang saja!" jawab Dave.
"Ekheeem!" suara deheman seseorang mengagetkan keduanya. Nathan merangkul leher Dave dan Azkia dengan erat. Membuat kedua remaja itu menolehkan kepalanya. Dave dan Azkia mencoba melepas rangkulan leher Nathan, tapi makin mereka berusaha makin Nathan mengeratkan rangkulannya.
"Mbak esnya tambah satu lagi, dibayar Dave!" ujar Nathan pada mbak-mbak penjual.
"Nathan, kamu apa-apaan sih. Datang gak diundang main nyelonong aja," ujar Azkia.
"Kenapa? Lo gak mau gue ganggu saat pacaran?" tanya Nathan dengan sewot.
"Siapa yang pacaran sih," ujar Azkia sebal.
"Eh Dave, gak usah sok-sokkan ntraktir Azkia. Kalao lo nraktir Azkia, otomatis lo harus nraktir gue. Krena mulai saat ini, gua adalah kawanan Azkia," ucap Nathan dengan songong.
Mbak-mbak itu memberikan satu-satu minuman pada ketiga remaja yang tengah adu cekcok di depannya. Dengan terpaksa Dave membayar punya Nathan sekalian.
"Lo gak pantes kawanan sama Azkia. Kawanan aja lo sama kambing!" ucap Dave melepas paksa rangkulan Nathan. Dave juga menarik Azkia untuk mengikutinya.
Nathan merasa ternistakaan oleh ketua kelas sok pintar itu. Apalagi saat ada orang-orang yang menertawakannya, membuat Nathan doubel malu. Nathan mengikuti Dave yang membawa Azkia ke lapangan basket. Nathan terus mencibir aksi Dave mendekati Azkia adalah aksi yang kolot. Ngajak kencan kok di sekolahan.
Nathan melihat Dave dan Azkia duduk di pinggir lapangan sembari berbincang. Nathan meletakkan minumannya di pinggir lapangan, dia dengan percaya diri ikut gabung sama teman-temannya yang tengah main basket. Dia akan buktikan pada Azkia bahwa dia lebih baik dari Dave.
Nathan mendribel bola dengan gaya songongnya. Beberapa siswi memekik karena melihat damagenya yang gak nanggung. Nathan keren, Nathan ganteng dan pujian lain terdengar di telinga Nathan, membuat kadar kepercayaan diri remaja itu makin bertambah.
Sesekali Nathan melirik Azkia, tapi sayang Azkia tidak melihat ke arahnya. Dengan kasar Nathan melempar bola ke ring yang langsung masuk tepat sasaran.
"Noh lihat, masukin bola aja tepat sasaran apalagi masukin pisang. Langsung masuk ke mulut tanpa belok ke pipi," teriak Nathan dengan bangga. Teriakan Nathan mengandung mata-mata untuk memandangnya lebih serius.
Azkia mengerutkan dahinya melihat Nathan yang sangat keren. Nathan mendribel bola dan sesekali memasukkan ke dalam ring sembari berteriak. Azkia menggelengkan kepalanya, telinganya merasa geli tatkala Nathan mengatakan kalimat-kalimat yang membuat otaknya traveling sampai jauh.
Azkia memilih kembali berbincang dengan Dave yang menceritakan kisah lucu daripada melihat Nathan main basket, yang malah membuat jantungnya rontok karena pesona pria itu.
Nathan kembali melirik Azkia, gadis itu tidak melihatnya. Dengan kekuatan penuh, Nathan melempar bola basket ke arah Dave. Namun sayang, dengan sigap Dave memukul bola itu agar tidak mengenai kepalanya.
"Sial!" maki Nathan menendang angin.
"Dave, kamu gak apa-apa?" tanya Azkia yang panik.
"Gak apa-apa, kok. Gak kena juga," jawab Dave seraya tersenyum. Dave melirik Nathan yang memungut kembali bolanya.
"Nathan!" teriak Azkia dengan kencang. Nathan menghentikan driblenya, remaja itu menatap Azkia dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Kamu ada masalah apa sih sama Dave? Kamu cari gara-gara terus sama dia!" bentak Azkia dengan marah. Azkia cukup kaget saat kepala Dave hampir kena bola dari Nathan yang sepertinya sangat sengaja hingga membuatnya marah seperti ini.
"Aku tau kamu pinter main basket, tapi kalau main gak usah nyelakain orang lain dong!" teriak Azkia lagi.
Nathan tidak menjawab, laki-laki itu membuang bola ke arah kaki Azkia. Nathan melenggang pergi keluar dari lapangan basket, menyisakan orang-orang yang memandangnya dengan terbengong.