Nathan duduk di depan kelasnya seraya menegak air mineral dengan cepat. Tio dan teman-temannya yang lain hanya menatap ngeri Nathan, saat remaja itu sudah menghabiskan lebih dari lima botol air mineral dingin. Keringat di pelipis Nathan bercucuran dengan deras, lehernya naik turun seiring air yang mengalir di tenggorokannya.
"Heh, Nathan ngapain tuh minum sampai kayak gitu?" tanya Wildan seraya menyenggol lengan Tio.
"Kagak tau gue, kesetaanan mungkin," jawab Tio berbisik.
Brakkk!
Nathan memukul kepala Tio dengan botol kosong yang dia pegang, "Berisik!" maki Nathan dengan tajam.
Tio menutup mulutnya, sedangkan Wildan langsung meringis. Tumben sekali Nathan bersikap aneh.
Nathan kembali menegug botol air untuk ke tujuh kali. Hati Nathan kepanasan, kalau dia manusia super sudah pasti Tio dan Wildan sudah hangus karena duduk di depannya. Nathan emosi kala melihat tingkah cuek Azkia, dan gadis itu cenderung membela Dave. Dalam prinsip Nathan, dia tidak boleh kalah. Namun kali ini dia dikalahkan oleh ketua kelas yang sok-sokkan banget jadi cowok.
"Sebenarnya lo kenapa sih? Lo kayak cewek aja kalau ngamuk!" ucap Tio yang sudah lelah melihat tingkah Nathan.
"Bangsaat tuh anak, dia rebut Azkia dari gue. Sudah tampang pas-pasan, sok caper jadi orang," maki Nathan dengan kesal.
"Lo suka ama Azkia?" tanya Wildan.
"Suka pala lo botak!" teriak Natahn memukul bahu Wildan. Wildan yang merasa tidak salah apa-apa dipukul pun merasa tidak terima. Wildan memukul juga pundak Nathan tak kalah keras. Nathan yang tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya pun hampir tersungkur mencium Tio.
"Heh gak usah ngadi-ngadi! Gue manusia, jangan pakai kekuatan lo yang kera sakti dong!" ujar Nathan, "Gue hampir nyusruk nyium Tio. Bisa gak perjakaa bibir gue kalau beneran nempel," omel Nathan lagi.
"Lo kalau ngelantur jangan nyiksa temen, dong!" ucap Wildan tidak mau ngalah.
"Sudah-sudah jangan bertengkar!" lerai Tio menarik Nathan agar menjauh dari Wildan.
"Nathan, lo kalau gak cinta sama Azkia, gak mungkin lo semarah ini," ucap Ziko yang sejak tadi diam. Ziko si kutu buku, kemana-mana membawa buku dan membacanya dengan cermat, nyatanya masih mendengar perdebatan teman-temannya.
"Gue suka sama Azkia? Gila kali gue suka sama tuh anak. Sudah ceroboh, lemah, gampang dimanfaatin," omel Nathan berkacak pinggang.
"Lo tau banget soal dia. Lo beneran suka kan?" tanya Ziko yang lagi-lagi menyudutkan.
"Gue gak suka!" elak Nathan dengan kencang. Bahkan dia membentak Ziko dan ingin menyobek habis buku di tangan remaja itu saking kesalnya.
"Kalau lo gak suka ya sudah gak usah marah. Simpel banget, kok!" gumam Tio.
Nathan menarik napasnya dalam-dalam kemudian dia keluarkan perlahan, "Gue gak marah, kok," jawab Nathan dengan menampilan senyum semanis mungkin yang malah membuat teman-temannya ngeri.
Nathan yakin kalau dia tidak menyukai Azkia. Dia hanya marah dengan gadis itu yang tidak menganggapnya. Padahal baru tadi malam dia rela berjuang bagai ninja warior menembus benteng penjagaan papa Azkia yang ketat. Apa Azkia tidak melihat perjuangannya dalam membantu gadis itu?.
"Wajar kalau gue marah. Gue merasa perjuangan gue gak dianggap. Bukan perkara gue suka sama dia," ucap Nathan pada dirinya sendiri.
Tanpa sepatah kata pun Nathan pergi melenggang meninggalkan teman-temannya. Nathan ke kamar mandi untuk membuang air kecil.
"Gara-gara minum tujuh botol, ini burung gerak-gerak kelebihan muatan," omel Nathan menatap celananya. Dia berlari agar segera sampai ke kamar mandi. Hajatnya suah di ujung tanduk dan ini sangat menyiksa.
Di sisi lain, Azkia dan Dave tengah berjalan beriringan menuju kelas mereka setelah berbincang di lapangan basket. Banyak siswi yang bergosip ria tentang dengan siapa sebenarnya Azkia menjalin hubungan. Tadi pagi tampak terlihat dengan Nathan, sekarang terlihat dengan Dave. Pikiran-pikirian buruk langsung memenuhui pikiran mereka tentang Azkia.
"Jangan dipedulikan!" bisik Dave pada Azkia. Gadid-gadis yang bergerombol di koridor bergosip terlalu kencang, membuat Dave dan Azkia mendengar.
Azkia mengangguk, dia sudah terbiasa menjadi bahan gosipan. Saat sampai di kelas, mata Azkia menyapu penjuru ruangan itu. Namun yang dicari tidak kunjung terlihat batang hidungnya. Azkia menghampiri Tio, Tio yang merasa didekati seseorang lantas mendongak.
"Apa?" tanya Tio dengan sewot.
"Eh itu, di mana Nathan?" tanya Azkia.
"Lagi kencing. Mau lo susulin?"
"Eh enggak. Aku cuma nanya aja," jawab Azkia meremeas tangannya.
"Ngapain nyari gue?" tanya Nathan berdiri tepat di belakang Azkia. Azkia terkesiap, gadis itu lantas membalikkan tubuhnya. Namun sebelum sempat berbalik, tubuhnya langsung ditahan Nathan dengan cengkraman yang kuat.
"Gak usah berbalik. Males lihat muka lo!" ucap Nathan dengan kejam. Azkia menggigit bibirnya dengan gugup.
"Kenapa kamu berubah secepat ini?" tanya Azkia.
"Berubah kata lo? Lo yang berubah. Baru saja lo baik sama gue, kasih makan gue, dan sekarang lo acuhin gue demi ketua kelas itu? Jian kebangetan!" omel Nathan.
"Heh drama rumah tangga harap diselesaikan di rumah. Jangan bawa-bawa ke sekolahan!" ucap Tio menengahi. Tio mendorong sedikit kasar tubuh Azkia agar menyingkir, karena tidak siap pun Azkia malah jatuh tersungkur menabrak meja.
"Lo cari gara-gara sama gue?" tanya Nathan menarik krah seragam Tio dengan kencang. Suasana yang mulanya gaduh kini berubah menjadi senyap. Tio yang kaget pun hanya bisa membulatkan matanya.
"Kenapa jadi gue yang lo marahin?" tanya Tio.
Nathan sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi untuk menonjok Tio, "Maksud lo apa dorong Azkia sampai nabrak meja, hah?" tanya Nathan dengan tajam.
"Huuuuu ...." suara sorakan riuh serta tepuk tangan menggema di seluruh penjuru kelas. Mereka menyoraki aksi Nathan saat melindungi Azkia. Nathan memang kasar, tapi dia tidak suka saat ada orang lain yang mengasari Azkia.
Azkia yang dibantu Dave berdiri pun hanya bisa mengusap lengannya, bingung dengan situasi saat ini.
"Dave, lepaskan tangan lo dari lengan Azkia! Atau lo bakal ada di posisi Tio," ancam Nathan. Dave segera melepas cekalannya.
"Nathan, sudah lepasin Tioa-nya! Tio gak sengaja," ucap Azkia melerai Nathan.
"Lo belain dia?" tanya Nathan melotot.
"Bukan!" jawab Azkia dengan cepat.
"Lo emang bener-bener gak tau diri ya. Tadi lo belain Dave, sekarang lo belain Tio, nanti lo belain siapa lagi?" tanya Nathan setengah berteriak. Nathan melepas cengrakamnya pada krah baju Tio dengan kasar.
Tio menatap sebal Nathan, sepertinya dia harus membawa Nathan ke mbah dukun terdekat agar emosi Nathan bisa dihilangkan atau ditransfer pada orang lain saja. Sejak dekat dengan Azkia, Nathan jadi tidak sehat dan cenderung suka marah. Padahal menurut Tio, kalau Nathan terus terang dengan perasaannya pada Azkia, maka tidak akan serumit ini. Mereka berdua akan pacaran dengan damai.
Nathan membenahi seragamnya yang acak-acakan. Dia menatap tajam Azkia yang hanya diam mematung sembari menggigiti kuku jarinya.
"Nathan, sebentar lagi bel masuk. Itu seragam kamu masukin gih biar rapi!" ujar Azkia memberanikan diri saat melihat seragam Nathan yang keluar dari celana.
"Nih masukin gih!" titah Nathan balik mendekatkan tubuhnya pada Azkia.