,Ismail masih diam di kamar. Ia takut untuk keluar. Mana si emak ikut tinggal bareng mertuanya lagi. Di sini hanya ada Sasha dan Ismail. Di tambah beberapa pelayan. Apa yang harus Ismail lakukan.
BRAKK!
Ismail terlonjak kaget dan langsung bangun dari duduknya. Menatap Sasha dengan gugup. Sasha masuk ke dalam dan menutup pintu kamar. Ismail mencoba menelan salivanya.
"Jangan mundur, maju!" Perintah Sasha. Ismail mencoba melangkah maju. Tapi, berat sekali kakinya di angkat. Ketika sudah sampai di hadapan Sasha. Sasha menatap Ismail dari ujung kepala sampai kaki. Membuat Ismail bingung dan risih.
"Buka bajumu." Ismail tersentak. Buka baju?
"Cepat!" Bentak Sasha. Ismail langsung membuka bajunya dengan tangan gemetar. Kini, Ismail hanya bertelanjang d**a. Rasa dingin AC langsung menusuk d**a telanjangnya.
Rasa dingin itu langsung berubah menjadi hangat saat Sasha memeluk tubuhnya. Ismail hanya bisa memejamkan mata. Ia tak tahu harus berbuat apa?
"Peluk saya."
"Apa?"
"Peluk saya, Ismail." Nada suara Sasha halus. Tak ada penekanan sama sekali. Tanpa sadar Ismail membalas pelukan Sasha. Sasha membelai punggung Ismail terus mengusapnya. Sasha tersenyum saat merasakan tonjolan di bagian bawah Ismail.
,Dengan perlahan Sasha mengusap gundukan itu. Membuat Ismail tanpa sadar mendesah. Ia merasakan nikmat tapi juga geli, rasanya Ismail ingin Sasha meremasnya dari dalam. Ini terlalu enak untuk Ismail.
"Bu, saya... Ah... Kenapa ini enak sekali?" Ismail mulai mendesah bingung. Sasha tersenyum miring dan memanfaatkan kesempatan bagus ini. Sasha melepas pelukannya dan melepas pakaiannya dengan cepat. Ismail menelan salivanya susah payah. Sasha meraih jemari Ismail dan memintanya meremas d**a Sasha.
Hidung Ismail mimisan lagi. Dengan lembut Sasha menghapusnya dengan jemarinya. Ismail sampai bengong.
"Ibu, nggak jijik?"
"Jangan panggil ibu, panggil saja Sasha."
"Ta... Tapi?"
"Ismail, saya istri kamu kan?" Ismail mengangguk. Sasha meminta Ismail untuk terus meremasnya dan menghisapnya.
Sasha menggigit bibir bawahnya, merasakan nikmat di d**a. Ternyata b******u senikmat ini? Pantas saja Marco dan lainnya ketagihan.
"Hisap terus, Mail." Ismail terus menghisapnya. Membuat Sasha kewalahan. Sasha mendorong kepala Ismail saat merasakan vaginanya berkedut. Rasanya gatal.
Sasha membuka celananya dan memperlihatkan miliknya. Hidung Ismail semakin banyak mengeluarkan darah. Sasha merangkak sedikit ke sudut ranjang. Mengambil tisu di atas nakas. Sasha menyumpal tisu itu di hidung Ismail. Ia tak mau kali ini gagal gara-gara darah mimisan.
"Jilat," pinta Sasha. Ismail bengong. Sumpah otak Ismail kosong. Ia terlalu shock melihat ini semua. Yang bekerja seakan bukan tubuhnya. Ismail hanya menurut tapi jiwanya seperti tak di sana. Ia kebingungan tapi melakukannya dan menikmatinya. Ismail bingung menjelaskannya. Enak, tapi hambar... Bagaimana menjelaskannya.
"Ah... Geli... Tapi enak... Oh... Terus Mail, oh...." Ismail terus menjilatinya sesuai perintah. Penisnya semakin keras dan berkedut. Rasanya sakit. Dan ingin mengeluarkan sesuatu. Tapi sulit keluar. Ismail menahan rasa sakit dan ingin keluar itu. Ia bingung harus berbuat apa, yang Ismail lakukan hanya menuruti perintah Sasha saja.
Sasha kembali mendorong kepala Ismail. Ia dengan cepat membuka celana Ismail dan takjub melihat p***s Mail yang besar dan panjang. Astaga, gagah sekali. Gumam Sasha.
Sasha melihat vaginanya. Bagaimanapun Sasha masih perawan. Apakah rasanya akan benar-benar sakit?
Sasha mengocok milik Ismail, membuat Ismail tersentak dan keenakan. Sasha mengarahkan p***s tegang itu ke lubangnya. Ia harus berani, ia harus kuat menahan sakit. Ini adalah satu-satunya cara agar ia cepat hamil dan cerai.
Ismail menggigit bibir bawahnya saat merasakan kepala penisnya mulai masuk ke lubang. Rasanya lembut, hangat dan licin. Tapi juga sempit dan sulit di masuki. Ismail melihat wajah Sasha yang mulai kesakitan. Tapi, coba di tahannya.
Ismail harus bagaimana?
"Dorong, Mail, cepat!" Bentak Sasha. Dan itu membaut Ismail kaget dan langsung mendorong dengan keras membuat miliknya sepenuhnya masuk dan Sasha teriak kesakitan.
"b*****t!!! Sakit!!!!" Teriak Sasha. Tapi, ia masih bertahan. "Buruan gerak!!" Teriak Sasha lagi. Ismail langsung menggerakkan pinggulnya. Sasha meringis dan mencengkram sprei dengan kuat. Darah segar mulai terlihat di antara milik mereka.
"Bu, darah."
"Jangan pedulikan darahnya, bego! Lanjut aja, cepat!" Bentak Sasha. Ismail akhirnya memejamkan matanya dan terus menghujam Sasha. Ismail menggigit bibir bawahnya karena merasakan kenikmatan yang amat sangat. Tapi, ia tak tega melihat Sasha yang menahan sakit di bawahnya.
Hampir satu jam mereka bercengkrama. Keringat mulai mengucur deras. Rasa sakit sudah berganti nikmat. Kini, hanya terdengar desahan dan erangan. Hingga mereka mendapatkan pelepasannya masing-masing.
Ismail ambruk menimpa tubuh Sasha. Sasha masih mengatur nafasnya. Memeluk tubuh Ismail sejenak. Mengecup pundaknya. Milik mereka berdua masih menyatu. Rasa pedih mulai terasa lagi. Tapi Sasha tak peduli. Ia akan membuat Ismail lebih lama di dalam. Agar s****a cepat menyebar ke dalam rahim.
Setelah di rasa cukup. Sasha langsung mendorong tubuh Ismail dengan kuat. Hingga Ismail hampir jatuh dari ranjang.
"Bangun! Lo kira nggak berat hah!! Awas, gue mau balik ke kamar!" Sasha langsung bangun dengan di balut selimut. Ia berjalan perlahan karena masih merasa sakit.
"Mau saya bantu, Bu?"
"Nggak usah sok baik, gue bisa sendiri!" Dengan cepat Sasha keluar dari sana. Ismail terduduk. Rasa nikmat tadi hilang. Di ganti kekecewaan. Kamu mikir apa sih, Il? Emang Bu Sasha beneran mau sama kamu? Kamu itu cuma di manfaatkan doang, Il, jangan banyak tingkah. Terima nasib aja.
Ismail menggigit bibir bawahnya. Menahan air mata yang hendak keluar. Tahan dirimu, Ismail. Tahan.