Leonard melangkah melewati lorong menuju kamarnya, namun langkahnya terhenti saat melewati kamar mandi. Pintu setengah terbuka. Ia melirik sekilas, berniat terus berjalan—tapi matanya terpaku pada genangan air di lantai. Handuk-handuk kecil basah tergeletak sembarangan, sabun anak-anak terbuka dan licin, bahkan sikat gigi berserakan, ada yang jatuh ke lantai. Napas Leonard mulai berat. Ia mencoba menahan amarah. 'Mungkin Vivian belum sempat,' bisiknya dalam hati, mencoba memberi jeda pengertian. Tapi saat tatapannya jatuh pada celana kecil Kelvin yang terbalik dan masih lembap di lantai, batas sabarnya runtuh. Dengan rahang mengeras dan da-da naik-turun menahan emosi, ia mundur dua langkah dari kamar mandi dan berseru, “Vivian!” Suaranya menggema tajam, membuat rumah yang semula ram