Aktris Licik dan Aktor Bodoh

1347 Kata
“Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?” Edith bertanya ringan, namun sorot matanya membuat Luna merasa ciut. Gadis itu merapatkan kedua betisnya dan memainkan bunga di tangannya. “Duchess mau bertanya tentang apa?” Edith berbinar. “Oh! Aku mau tanya sesuatu, kudengar dari para pelayan, kau mengunjungiku tepat di malam kematianku. Bukan berarti aku menuduhmu atau apa, tetapi kau tahu, 'kan, jika aku punya masalah dengan ingatanku. Jadi, apa kau tahu sesuatu tentang itu?” Dia memiringkan kepalanya dan menatap lurus dan tajam ke arah Luna. Gadis itu meneguk ludahnya sendiri. “Luna tidak tahu apapun! Luna … hanya berbincang sebentar dengan Duchess malam itu dan langsung pergi.” “Eeeeh, benarkah? Kukira kau melakukan sesuatu yang lebih.” Edith berpura-pura memasang wajah sedih. Luna merasa kesal, dia lalu berdiri dan berkacak pinggang. “Apa Duchess sekarang tengah menuduh Luna?” “Tidak juga, tetapi siapa yang tahu?” Edith mengangkat bahunya sambil tersenyum. Setidaknya dia harus memecahkan misteri pembunuhan ini agar bisa melangkah ke rencana 'hidup-damai-selamanya' miliknya. Langkah awalnya adalah, menemukan motif kematian Isabella. Edith bergidik ngeri ketika membayangkan dirinya tinggal serumah dengan pembunuh, maka akan tidak aman jika ia mondar-mandir bebas di sana. Luna mengepalkan tangannya kuat, ia mengangkat bunga mawar ke atas dan berpose seperti hendak menghantamkan ujung tangkai mawar ke arah Edith, “Kau!” Mata Luna bergerak cepat, tiba-tiba ia menjatuhkan bunga di tangannya dan membuat dirinya sendiri tersungkur di antara semak-semak berbunga di belakangnya. “Aduh! Sakit!” teriaknya sendiri. Edith mengernyit bingung. “Apa kau masih waras, kenapa kau menjatuhkan dirimu sendiri ke semak-semak?” Namun, Luna tidak menggubrisnya, ia masih tetap mengaduh kesakitan. Sampai akhirnya, seseorang datang di hadapan mereka berdua. “Duke!” Edith terkejut, ia melihat Aiden lengkap dengan setelan formalnya berdiri dan menatap mereka berdua dengan kaget. “Isabel ... dan Luna?” Aiden lalu melihat Luna yang terjerembap di semak-semak dan segera menghampirinya. “Kenapa denganmu, Luna? Apa yang sebenarnya telah terjadi?” Aiden membantu Luna untuk bangkit, dia ikut membersihkan beberapa helai daun dan kelopak yang menempel di gaun renda milik Luna. Gadis itu menangis, mencoba untuk mengusap air mata yang benar-benar tidak keluar dari sana. “A-Aiden, tolong sampaikan permohonan maafku pada Duchess. Aku mungkin melakukan hal yang salah padanya, tetapi dia seharusnya tidak sampai berbuat seperti ini padaku.” Luna memeluk Aiden, menyembunyikan wajahnya yang memang sangat busuk di pandangan Edith. Aiden menoleh ke arah Edith. “Duchess, apa yang dikatakan Luna itu benar?” Oh, sial. Gadis ini mengelabuiku. Edith menggigit bibirnya kesal, dia menatap Luna dengan sedikit marah. “Tidak, Duke. Sebenarnya, aku hanya ingin bertanya beberapa hal padanya. Namun, ia tiba-tiba bertingkah aneh seperti melemparkan dirinya sendiri ke semak-semak dan menangis. Sungguh, aku baru pernah melihat aktris seberbakat dia.” “Duchess! Hentikan semua omong kosongmu itu, sudah terlihat jelas jika Luna adalah korban di sini. Lagipula, apa sebenarnya yang kau tanyakan padanya?” Aiden memasang badannya untuk melindungi Luna. Edith menyembur tawa pendek, seperti yang dikatakan di buku jurnal itu. Aiden memang sampah, Edith bahkan tidak tahu atas dasar apa Isabella bisa mencintai sampah tidak tahu diri ini. Bahkan setelah ia mengatakan kejujuran, Aiden tetap tidak percaya dan berpaling ke arah Luna. Betapa indahnya kisah cinta mereka, benar-benar membuat Edith ingin muntah. “Tunggu, apa kau menginterogasinya karena dia adalah wanitaku?” “Hah, maaf?” Edith mengerjap bingung, bagaimana kalimat tidak sopan itu meluncur dengan ringannya dari mulut Aiden. “Kau cemburu, ‘kan? Melihat aku dan Luna sangat dekat, kau pasti cemburu dan berniat untuk merundungnya agar menjauh dariku. Luna memang kuperlakukan lebih spesial daripada wanita lain, maka dari itu kau pasti sangat cemburu dengan hal itu.” Aiden menarik sudut bibirnya, ia tersenyum seperti telah mendapatkan kemenangan mutlak. Satu hal yang pasti, itu bukanlah kecemburuan. Wajah Edith saat ini berkedut keras, saking kesalnya, sampai-sampai ia ingin merobek rok berlapis ini dan menendang Aiden hingga babak belur. “Benar! Duchess selalu saja memaksa Luna untuk menjauh dari Aiden, Luna tidak mau!” Luna memeluk Aiden dan menggosok-gosokan wajahnya di pelukannya. Aiden menepuk punggung Luna ringan. Gawat. Kepala Edith saat ini sudah mendidih, sebentar lagi ia akan mencapai batas dari kesabarannya. Jika diteruskan, ia bisa saja menyandang gelar Duchess kriminal yang membunuh suami dan selingkuhannya dengan brutal hanya karena kecemburuan buta. Edith menghela napas, ia pasrah. Kedua orang bodoh ini benar-benar membuatnya jengkel. Ia bahkan tidak bisa memikirkan bagaimana Aiden memimpin keluarga ini dengan sikap kekanakan dan seenaknya sendiri seperti itu. “Terserah kalian saja, aku lelah melihat wajah kalian berdua. Cepatlah pergi dan lanjutkan hubungan tidak berguna kalian.” Edith melambaikan tangannya lemas, ia harus mengontrol emosinya sendiri saat ini. Cih, tidak punya anak buah benar-benar membuatku kesulitan. Andai aku punya satu, pasti akan langsung kuutus untuk menembak mereka berdua. “Kau baru saja memberi aku perintah? Pada seorang Duke? Dan terlebih lagi, suamimu sendiri?” Aiden berkacak pinggang dengan raut kesal. Edith menatapnya malas, dia sudah tidak kuat lagi. Benar-benar deh, mereka ini. Membuatku pusing. “Kalau begitu, biar saya saja yang pergi. Semoga kedamaian selalu berada di sisi anda.” Edith memberi salam sebelum akhirnya ia berjalan pergi, meninggalkan duo berengsek yang mulai sekarang akan terus mengganggu hidupnya. Namun, langkahnya terhenti setelah berjalan beberapa saat. Ia menoleh, memperlihatkan separuh wajah dengan sorot mata yang cantik dan mengerikan. “Kau benar. Aku ingin memprotes sesuatu hal. Kau seharusnya tidak boleh sepercaya diri itu ketika kau mengucapkan bahwa kau adalah suamiku. Maksudku, apakah kau benar-benar pernah bertingkah menjadi suami di depan mataku?” Edith berjalan pergi setelah mengatakan perkataan yang langsung membuat Aiden terdiam. Aiden menatapnya kesal, ia seharusnya masih bisa membalas ucapan kasar istrinya tersebut, namun ia tak bisa mengeluarkan suara apapun dan hanya terpaku di tempatnya berdiri. Aiden hanya melihat punggung Edith yang terus berjalan menjauh dan semakin menjauh. Punggung yang sama, yang tak pernah dapat ia gapai dari dulu hingga sekarang. “Haaaah, tidak Luna, tidak Aiden, mereka semua benar-benar membuat darah tinggiku naik dengan begiiiitu cepat!” Edith berjalan dengan perasaan kesal yang memenuhi dadanya. Ia bahkan melewati taman hijau yang seharusnya menjadi tujuan utamanya sejak tadi siang. Senja datang bersamaan dengan Edith yang kembali menuju tempat Anne. “Anne?” Edith mengerjapkan matanya beberapa kali, ia baru sadar bahwa bukannya berbalik ke arahnya datang, Edith justru melanjutkan perjalanannya dan sampai di sebuah tempat yang sangat asing di pandangannya. Sebuah mansion kosong dengan sulur rambat di pilar-pilarnya. “Gawat, aku ada di mana sekarang?” Edith meneguk ludahnya berat, hari semakin gelap dan membuat suasana semakin mencekam. Ini seharusnya masih berada di kompleks Porvich, namun Edith sama sekali tidak mengetahui di mana ini karena ia tidak memiliki ingatan apapun dari mendiang Isabel. “Ah, sialan!” Edith menggaruk rambutnya frustasi, matanya bergerak ke sana dan ke mari untuk melihat apa ada jalan yang bisa ia gunakan untuk pulang ke kamarnya. Edith melihat sebuah pohon di sebelahnya, pohon yang cukup tinggi dan rindang. “Aku bisa menaikinya dan melihat di mana aku sekarang.” Edith menepuk tangannya senang, ia berlari ke arah pohon tersebut dan mulai memanjat. Ia memanjat dari ranting ke ranting hingga akhirnya sampai di puncak tertinggi. Untunglah rumahnya dulu dekat dengan hutan pinggir kota, masalah memanjat pohon ini tidak berarti apa-apa bagi Edith. “Coba kita lihat, ada di mana kita sekarang, hm ....” Edith menyipitkan matanya, ia dapat melihat mansion utama berada di arah jam dua dari mansion ini berada. Gawat, ternyata Edith berjalan terlalu jauh! Itu sekitar dua kilometer dari sini! “Kenapa keluarga Porvich terlalu kaya siiiih, punya rumah jauh-jauhan segala.” Edith frustasi lagi, ia tak bisa berjalan malam-malam sejauh itu. Mungkin akan ada hewan malam yang siap mengincarnya kapanpun di sana atau— “AAAAAHHHH!” Kaki Edith tiba-tiba terselip dan ia lantas jatuh dari atas pohon dengan kecepatan tinggi. Gawat, aku mati lagi! Poof! Edith merasakan dirinya mendarat di gumpalan bulu lembut, bukannya tanah yang keras. Secara perlahan dan penasaran, ia membuka matanya dan melihat apa yang telah ia jatuhi. “Woof!” Edith menganga kaget, saat melihat ia jatuh tepat di atas serigala putih raksasa yang tengah tertidur di sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN