Seminggu sejak kejadian penamparan itu, hubunganku dengan Adi kian menjauh. Mungkin aku memang bersalah karena telah lancang menamparnya, hanya karena Adi ingin melepas mukena yang sedang kukenakan. Tapi rasanya aku enggan untuk meminta maaf terlebih dulu. Biarlah ia dengan sikap dinginnya dan aku dengan sikap keras kepalaku. Biarkan seperti ini saja. Toh sebelum kejadian itu, sikap Adi padaku sudah tak bersahabat. Aku masih bertahan di rumah Adi. Niatku untuk pergi dari sini belum terkabul karena sampai detik ini aku belum bisa menemukan kosan yang nyaman dan dekat dengan tempat kerjaku. Pagi ini seperti biasa kami bertiga sarapan bersama. Dan kembali aku harus menahan sesak di dalam sana melihat adegan di depanku. Melati nampak biasa melayani Adi, mengambilkan nasi dan lauk. Memang sep