“Mas … kapan Mas mau pulang ke Jakarta? Kerjaan Mas memangnya enggak apa-apa kalau ditinggal terlalu lama?” tanya Rena hati-hati sambil merangkak naik ke atas tempat tidur. “Besok,” jawab pria dingin miskin ekspresi itu singkat. Rena mencebikan bibirnya. “Dari kemarin bilangnya besok terus.” Bibirnya kini mengerucut menggemaskan. Pria itu tampak santai dengan melipat satu tanganya di belakang kepala dan satu dia ia luruskan agar Rena berbantal di sana. Mata yang sengaja Andra pejamkan menandakan kalau dia tidak ingin membahas apapun lagi. “Ni laki kebiasaan banget sih kalo udah males jawab,” gerutu Rena dalam hati. Mendengus samar, Rena pun akhirnya memejamkan mata sambil melingkarkan tangan di pinggang Andra. Ketika kesadaran Andra sudah setengah jalan menuju alam mimpi, Rena mend