Pagi itu udara di kawasan perumahan elite tempat orang tua Viola tinggal terasa hangat, dengan sinar matahari yang menelusup lewat celah-celah dedaunan pohon-pohon besar yang rindang di sepanjang jalan. Mario memarkir mobilnya di halaman rumah besar bercat putih dengan pagar besi yang elegan. Ia melirik jam tangannya. Sudah lima belas menit lewat dari janji mereka. Tapi ia tersenyum saja, menebak-nebak bahwa Viola pasti sedang sibuk dengan make-up-nya. Begitu Mario turun dari mobil dan berjalan menuju pintu depan, pintu itu sudah terbuka lebih dulu—Rihana, ibu Viola, berdiri dengan senyum penuh arti di wajahnya. “Lama banget dandannya, ya?” sapa Rihana sambil tertawa pelan. “Masuk dulu, Mario.” Mario mengangguk sopan, membungkuk sedikit, dan masuk ke dalam rumah yang sudah sangat famili