Pagi itu, udara Jakarta begitu cerah. Matahari memancarkan sinarnya dari balik jendela kamar Viola saat gadis itu merapikan rambutnya di depan cermin. Ia mengenakan blus putih sederhana dan rok abu-abu selutut, tampilan yang profesional namun tetap feminin. Tidak ada riasan berlebihan, hanya lip balm dan alis yang dirapikan. Tapi dari pantulan cermin, ia tahu satu hal: hari ini wajahnya tidak murung seperti biasanya. Sebuah suara klakson halus terdengar dari halaman depan. Viola melirik jam di meja rias. Pukul 07.32. Tepat waktu. Hatinya sedikit bergetar. Bukan karena tegang, tapi lebih karena... ya, ia tahu siapa yang menunggunya di luar. Mario. Bukan supir kantor seperti biasanya, bukan mobil dinas yang dingin dan formal. Tapi Mario sendiri yang akan menjemputnya pagi ini. Dan entah