Cahaya senja menembus kaca apartemen, menyinari wajah Viola yang tengah duduk di sofa, membolak-balik majalah fashion sambil sesekali menyeruput teh. Rambut panjangnya diikat longgar, dan ia terlihat jauh lebih tenang dari hari-hari sebelumnya. Namun Mario, yang memperhatikannya dari dapur, tahu bahwa perempuan itu masih menyimpan letih dari badai yang baru saja mereka lewati. Mario mendekat dengan secangkir kopi di tangan. Ia duduk di sebelah Viola, menatapnya lembut sebelum akhirnya berucap, “Bagaimana kalau kita pergi dari sini untuk sementara?” Viola menoleh, sedikit bingung. “Maksudmu?” Mario tersenyum kecil. “Kita butuh liburan. Kamu… lebih dari siapa pun, butuh waktu untuk bernapas. Bagaimana kalau Prancis? Paris, Versailles, Nice, bahkan pedesaan Provence. Kita bisa tinggal bebe