I'ts My Girl

1650 Kata
Daddy Arthur tak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut Vania. Jujur dia sangat kecewa dan langsung menolaknya dengan tegas. "Cukup, Daddy tidak ingin kata-kata itu keluar dari mulutmu lagi. Jangan membuat Daddy menyesal karena sudah mengadopsi kamu Vania. Lebih baik sekarang kamu kembali ke kamarmu, "perintah Daddy Arthur. Vania mengepalkan tangannya, sudah dia duga Daddy Arthur tidak akan mungkin tergoda begitu mudah dalam bujuk rayunya. Dia harus bersabar dan jangan bersikap terburu-buru kalau tidak ingin ditendang begitu cepat dari rumah ini. "Maafkan aku Daddy, aku tidak bermaksud menggoda Daddy. Aku melakukan hal ini demi membalas budi pada Daddy yang sudah mau menerima aku di rumah ini. Selama belasan tahun aku menunggu orang tua asuh mengadopsiku tapi hanya Daddy dan Mommy yang benar-benar mau menerimaku. Sekali tolong maafkan aku. Kalau begitu aku permisi dulu." Vania beranjak pergi meninggalkan Daddy Arthur sendirian disana. Daddy Arthur meraup wajahnya kasar. Hatinya jelas menolak tapi tidak dengan tubuhnya. Bohong jika dia tidak bereaksi ketika Vania menggodanya tadi. Padahal selama ini banyak wanita cantik dan seksi yang selalu berkeliaran di sekitarnya. Tapi dia sama sekali tidak menunjukkan ketertarikannya kepada mereka. Berbeda halnya dengan Vania, tubuhnya tiba-tiba saja bereaksi hanya karena mendengar kata-katanya barusan dan masih terngiang-ngiang di kepalanya hingga saat ini. "Kalau Daddy keberatan kita melakukannya, aku bisa memakai mulutku untuk meredakan rasa frustasi yang Daddy rasakan sekarang. Bagaimana? apakah Daddy mau? " Milik Arthur sampai mengeras di bawah sana tanpa dia sadari. Oh tidak, seperti dirinya sudah kehilangan akal sehatnya. Dia buru-buru masuk ke dalam kamarnya dan kembali menuntaskan hasratnya di kamar mandi. Bayangan percintaannya dengan Vania pada malam itu kembali terekam jelas di dalam otaknya. "Vania!" Arthur menggumamkan nama Vania ketika mendapatkan pelepasannya. Seketika perasaan bersalah di dalam hatinya kembali muncul. Dia sama sekali tidak berniat untuk mengkhianati Rebecca istrinya. "Rebecca maafkan aku, aku sangat menyesali kekhilafanku, " sesalnya. *** Pagi ini Vania tidak menemukan Daddy Arthur di meja makan. Sepertinya Daddy Arthur sengaja menghindarinya gara-gara perkataannya tadi malam. Seharusnya dia tidak perlu terlalu terburu-buru dan pelan-pelan mendekati Daddy Arthur. Sebenarnya dia tidak mau merusak rumah tangga orang lain karena dia tau bagaimana rasanya dikhianati dan ditinggalkan. Tapi Jully sudah menyelamatkan hidupnya dari peristiwa kecelakaan yang menimpanya setahun yang lalu. Jully adalah satu-satunya orang yang membantunya, membayar semua biaya operasinya, memberikannya tempat tinggal, dan sejumlah uang untuk bertahan hidup. Ketika Jully meminta tolong padanya untuk membalaskan dendamnya pada Rebecca yang sudah menghancurkan keluarganya di masa lalu, Vania tak bisa menolak dan terpaksa melakukan pekerjaan ini. Tadinya dia mengira bahwa Arthur adalah adalah seorang kakek-kakek beruban,jelek, dan memiliki perut yang buncit. Ternyata dugaannya salah, ternyata Arthur adalah pria yang sangat tampan, bertubuh tinggi dan kekar. Meskipun usianya sudah menginjak usia kepala 4 tapi Arthur tampak seperti pria berumur 35 tahun. Vania yang tadinya setengah hati menjalankan pekerjaan ini langsung bersemangat karena Arthur adalah tipenya. Selesai sarapan, dia pergi ke sekolah bersama supir pribadinya. Sesampainya di sekolah, geng Araz tiba-tiba muncul menghadangnya. Vania memutar bola matanya malas, apa mareka tidak kapok mengganggunya kemarin? "Aku gak mau banyak basi-basi. Kamu suka sama aku kan? " tanya Araz dengan penuh percaya diri. Selama ini tidak ada satupun gadis yang berani menolak dan menentangnya. Dia pikir Vania sengaja mencari gara-gara dengannya untuk merebut perhatiannya. "Apa? kamu bilang apa tadi? suka? astaga bocah tengik ini. Apa bantingan dan pukulanku tidak cukup untuk membuat kalian semua jera. Jangan ganggu aku , aku lagi gak mood ngeladenin kalian, " Vania kembali berjalan di sisi jalan menghindari mereka. Anak buahnya Araz tidak ada yang berani mencegatnya dan langsung memberikannya jalan. Araz tiba-tiba saja menahan tangannya Vania. " Kamu gak usah jual mahal, kalo kamu mau kita bisa pacaran. Apa kamu gak tau siapa aku? banyak cewek yang mengantri dan mengemis menjadi kekasihku. Jadi kamu adalah salah satu cewek yang beruntung karena bisa pacaran denganku. " Vania menarik tangannya dari genggaman tangan Araz. "Kamu ngelantur ya? sampai mati aku akan gak akan mau pacaran sama kamu! emang punyamu ukurannya berapa hem? 13 cm? bener bukan? sorry aku gak cuma lihat tampang doang, tapi aku juga liat barangnya juga. Kalo barangmu oke dan tahan lama, mungkin aku akan mempertimbangkanmu." Wajah Araz tampak merah padam karena malu. Bagaimana Vania bisa tau kalau ukuran miliknya adalah 13 cm. Apa terlihat jelas dibalik celana yang dipakainya saat ini. Vania berlalu pergi meninggalkan mereka begitu saja. Dia masuk ke dalam kelasnya dan duduk di atas kursinya. Sebenarnya dia sangat malas mengulang sekolahnya lagi. Makanya dia kebanyakan tidur di kelas dibandingkan memperhatikan pelajaran yang diterangkan oleh guru. Jam pertama adalah pelajaran olahraga. Vania dan beberapa anak-anak cewek yang lain masuk ke dalam ruang ganti untuk mengganti pakaian mereka dengan pakaian olahraga. Selesai berganti pakaian, mereka semua berkumpul di aula olahraga untuk bermain bola voli. Semua mata anak-anak cowok tertuju pada Vania. Saat ini Vania memakai setelan kaos olahraga yang cukup sempit hingga membuat tonjolan bukit kembarnya terlihat begitu jelas dan besar. Bawahannya adalah training celana pendek yang memperlihatkan paha dan kaki jenjang mulusnya. Araz melotot pada anak buahnya dan memukul kepala mereka satu persatu. "Apa yang kalian lihat?! jaga mata kalian!" "I... iya bos! " mereka langsung memalingkan wajah mereka karena takut Araz akan menghajar mereka jika kembali menatap Vania lagi. Hannah yang merupakan cewek tercantik di sekolah ini tampak tak suka melihat Vania. Sejak kehadiran Vania di sekolah ini, seluruh perhatian cowok-cowok mulai tertuju padanya terutama Araz. Padahal Araz dan cowok-cowok ganteng di sekolah ini selalu memuji kecantikannya. Bahkan mereka dengan terang-terangan mengatakan "Sial! gadis itu harus aku beri pelajaran. Aku akan buat wajahnya itu hancur!! " Hannah memegang bola voli yang ada di tangannya lalu bersiap ingin melemparkan bola itu ke wajahnya Vania. Vania tidak terlalu memperhatikan karena mereka belum siap untuk bermain bola Voli. Tiba-tiba saja sebuah bola Voli mendarat tepat ke arah wajahnya. BUG Vania sampai terjatuh terhuyung ke belakang karena tak sempat untuk menghindar. Wajahnya terasa sangat sakit dan perlahan aliran darah mengalir dari lubang hidungnya. Semua orang tampak syok terutama Araz. Di seberang lapangan, Vania melihat Hannah Addison tertawa terbahak-bahak bersama dengan teman-temannya yang lain. Sebelum Araz ingin menolongnya, Vania langsung bangkit dan mengelap bekas darahnya dengan menggunakan sebuah tisu. Setelah itu dia mengambil bola Voli yang baru saja dilemparkan oleh Hannah dan bersiap ingin membalasnya. "Kamu sudah salah orang b***h, " umpatnya seraya memukul bola Voli itu dengan sekuat tenaga tepat ke arah Hannah. Di seberang lapangan, Hannah menghentikan tawanya ketika melihat sebuah bola Voli mengarah tepat di depan wajahnya. BUG Bola Voli langsung menghantam wajah cantiknya Hannah sampai membuat gigi depannya patah. "Ahkkk!!! mommy!! tolong ambulans!! gigiku oh tidak!! darah!! ambulans!! help me please!! hiks hiks hiks, " Hannah menangis dan berteriak meminta pertolongan pada teman-temannya untuk segera memanggil ambulans datang kemari. Vania berjalan mendekati Hannah lalu menunduk sambil menyerahkan sebuah tisu untuknya. " Sorry, aku gak sengaja melakukannya. Kamu tidak apa-apa kan Hannah? " Hannah melempar tisu itu ke sembarang arah. Dia tau kalau Vania pasti sengaja membalasnya barusan. " Kamu sengaja melakukannya bukan? kamu tidak tau siapa aku? Daddy ku adalah pemegang saham terbesar di sekolah ini. Aku bisa menendangmu dengan begitu mudah Vania! " Vania menyeringai tanpa rasa takut di dalam dirinya." Lakukan saja, sekarang hanya gigimu yang patah tapi bisa saja aku mematahkan anggota tubuhmu yang lain jika kamu berani macam-macam denganku b***h. " Seluruh tubuh Hannah bergetar ketakutan saat mendengar ancamannya. Dia takut Vania akan benar-benar mematahkan seluruh anggota tubuhnya dan membuatnya cacat seumur hidup. Vania tersenyum smirk sambil memberikan tisu yang tadinya dilempar oleh Hannah. "Lap darahmu itu, permainan kita belum selesai Hannah Addison. " Setelah mengatakan itu, Vania kembali ke lapangan seberang dan bersiap melemparkan bola Voli ke arah Hannah dan teman-temannya yang sudah menertawakan dirinya barusan. Hannah dan teman-temannya langsung menghindar dari serangan bola Voli yang dilemparkan oleh Vania pada mereka. Wajah mereka tampak ketakutan dan berteriak meminta Vania berhenti melakukan hal itu pada mereka. "Ahkkk!! hentikan gadis gila! aku bisa saja melaporkan kamu ke polisi dasar gadis gila! " maki Hannah di ujung lapangan. Satu persatu teman-temannya Hannah terkena pukulan bola Voli yang dilayangkan oleh Vania. Vania sengaja tidak menyerang Hannah lebih dulu sebelum dia memukul telak teman-temannya yang lain hingga terjatuh dan mimisan. Hannah ingin kabur melarikan diri, tapi baru saja dia berbalik, sebuah bola mendarat tepat di bagian punggungnya hingga membuatnya kembali terjatuh tersungkur ke depan dan wajahnya langsung menghantam lantai. BUG "Ahkkk!! hidung implanku seharga 10.000 dolar!! ahkkk hidungku patah!! hiks hiks hiks mommy!! " tangis Hannah kesakitan sambil memegang hidungnya. Semua anak-anak ketakutan melihat Vania terutama anak-anak cewek yang selama ini diam-diam suka ngomongin Vania dari belakang. Berbeda halnya dengan Araz. Kekagumannya pada Vania semakin bertambah karena Vania mampu melawan orang-orang yang sudah menindasnya. "I'ts my girl " gumam Araz dengan bangga. Vania harus menjadi miliknya dan dia semakin tertantang untuk mendapatkannya. *** Sepulang sekolah Vania bersandar di sebuah Van merah menunggu jemputan supir pribadinya seraya mendengarkan lagu kesukaannya dengan menggunakan earphone. Biasanya supirnya selalu on time, tapi karena terjebak macet maka Vania terpaksa menunggu disini. Anak-anak di sekolahnya sudah pulang satu persatu. Hanya ada beberapa anak yang belum pulang dan masih berkeliaran di sekitaran sekolah. Karena bosan menunggu Vania membaca buku novel dan tidak terlalu memperhatikan sekitarnya. Di sisi jalan yang lain, Hannah duduk di dalam mobilnya sambil memperhatikan Vania dari jauh dengan tatapan matanya yang tajam. Dia masih menyimpan kemarahan pada Vania karena sudah membuatnya babak belur. "Aku akan membalas perbuatanmu Vania, " Hannah langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi ke arah Vania yang sedang asyik membaca bukunya. Vania yang tidak memperhatikan sekitarnya tiba-tiba saja kaget saat seseorang menarik tubuhnya dari Van merah itu hingga membuat bukunya terjatuh ke jalanan. Matanya melebar ketika melihat sebuah mobil Royce Rolls berwarna hitam menabrak mobil Van merah yang dia jadikan tempat untuk bersandar barusan. BRAKKK Dia memejamkan matanya saat tabrakan itu terjadi. Ketika dia kembali membuka matanya dan ingin mengucapkan terima kasih pada orang yang sudah menolongnya, jantungnya seakan berhenti berdetak saat melihat James Wang yang kini tengah memeluknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN