Tidak terbayangkan sebelumnya. Bahwa ia akan berada di sini, menggenggam tangan yang dulu begitu kuat, tangan yang sering kali menggenggam tangannya dengan dingin namun pasti, tangan yang pernah ia tolak, ia tentang, dan ia benci. Kini, tangan itu terkulai diam di atas seprai putih, hanya terasa sedikit hangat oleh selimut, sementara hujan di luar jendela menari seperti irama sedih yang tak kunjung usai. Tasha duduk di sisi ranjang, memandangi wajah pucat Varrel yang begitu tenang, terlalu tenang hingga kadang ia takut. Di luar sana, langit seperti ikut menangis, gerimis deras turun, mengaburkan pemandangan kota dari balik kaca tebal ruang VVIP itu. Suara hujan memantul pada langit-langit, mengisi ruang sepi dengan lantunan melankolis yang nyaris menyerupai doa. Ia menyandarkan kepalanya