Tasha senang mendengar bahwa Varrel benar-benar menjalani kehidupan yang baik, bahwa takdir pada akhirnya memberinya kesempatan kedua untuk hidup tanpa luka. Perasaan itu memberinya ketenangan, seolah beban di dadanya sedikit terangkat. Besok paginya, tubuhnya pun terasa lebih ringan, demamnya mereda, dan pikirannya kembali jernih. Ia mengenakan setelan kasual krem yang elegan dan bersiap menuju pabrik. Maya telah mengatur agar Ibra, sopir paruh waktu Sarasana yang kini ditugaskan penuh waktu, mengantarnya ke mana pun. “Agar Mbak tidak perlu lelah dan aman dari kecelakaan,” begitu kata Maya. Maka pagi itu, dengan berkas-berkas produksi di tangannya, Tasha melangkah keluar apartemen dan masuk ke mobil tanpa menoleh ke belakang. Pabrik itu belum sebesar yang ia cita-citakan, tapi sudah cuk