Secepat kilat, Tasha menarik tangannya dari genggaman pria itu, seolah kulit mereka bersentuhan terlalu lama bisa membakar sisa-sisa ketegaran yang ia bangun selama setahun ini. “Maaf,” suaranya nyaris tak terdengar, serak, tergesa, penuh retakan tak kasat mata. Pria itu, yang matanya masih menatap lekat, seolah berusaha membaca sesuatu dari wajah Tasha yang pucat, mengangkat alis sedikit, terkejut. “Loh? Kamu orang Indonesia juga?” tanyanya dengan nada ramah, lalu menyambung dengan uluran tangan yang terlalu akrab, terlalu menyakitkan, “Aku juga. Salam kenal, aku Varrel.” Tasha hanya bisa menatap tangan itu selama sepersekian detik, seakan dunia mengejeknya dalam diam. Varrel… nama itu keluar dari bibir pria itu sendiri, tanpa beban, tanpa jejak luka. Pria yang pernah menggenggam hidu