Hari demi hari berlalu, dan rumah tangga Dita bersama Bram tumbuh seperti taman yang selalu dirawat tangan sabar dan hati penuh cinta. Tidak ada yang berlebihan, tidak pula yang kurang, semuanya seimbang, seperti langkah dansa mereka yang kini menjadi ritual kecil setiap kali hari terasa berat. Ketika rintik letih turun diam-diam di antara jadwal kuliah atau tekanan pekerjaan, Bram akan memutar piringan hitam tua kesayangan mereka, menarik Dita ke pelukannya, dan membiarkan tubuh mereka menari sambil bercerita. Di bawah cahaya lampu gantung temaram dan aroma seduhan teh, cinta itu mengalir seperti simfoni yang tak pernah lelah dimainkan. Dita masih menjalani kuliah S2-nya dengan tekun. Di sela waktu yang padat, ia kerap mencuri waktu ke ruang kerja Bram di kampus untuk sekadar menyeret su