Atas seizin Bram, Dita akhirnya menghabiskan hari itu bersama dua orang paling riuh sekaligus paling stabil dalam hidupnya: Rania dan Tasha. Dengan tas selempang kecil, wajah yang sedikit pucat karena kurang tidur, dan hati yang masih belajar berdamai, ia melangkah ke butik gaun di salah satu pusat perbelanjaan elit Jakarta. Tapi hari ini bukan soal penampilan. Hari ini tentang memeluk diri sendiri dan ditemani dua perempuan yang tak pernah ragu menamparnya dengan cinta. “Astagaaaa, Dit,” Rania membuka mulut begitu Dita keluar dari ruang ganti dengan gaun satin warna emerald. “Kalau gue cowok, gue langsung lamar sih. Lo cakep banget... padahal ya... lo kan sempat tolol.” Tasha menimpali cepat, “Banget. Kemarin lo nyangkut kayak roti tawar kejepit di pemanggang. Nggak ke kanan, nggak ke k