Makan malam di rumah Eyang kali ini benar-benar hening. Tak ada lagi suara tamu yang bercengkerama, tak ada tawa anak-anak kerabat yang berlarian di halaman. Semua tenda sudah dibongkar, kursi-kursi lipat dikembalikan ke gudang, dan sisa hajatan hanya tinggal bayang di ubin halaman yang lembap. Rumah besar itu kembali sunyi, seperti beristirahat setelah menjadi pusat dunia selama satu hari penuh. Meja makan panjang di ruang dalam kini hanya diisi keluarga inti: Dita, Bram, kedua orangtua Dita, dan Eyang Agnia serta Eyang Bromo. Lampu gantung tua di atas meja memancarkan cahaya kekuningan yang hangat, membuat suasana terasa seperti sore-sore tenang di masa kecil. Di tengah keheningan itu, Dita duduk manis di sebelah Bram dengan kepala sedikit dimiringkan, tangannya diletakkan manja di bah