Tidak biasanya Prabu tumbang. Pria itu kini terbaring di kamar VIP rumah sakit yang dingin dan sepi, hanya suara detik jam dinding yang terdengar mengiringi detak jantungnya yang pelan tapi berat. Semalam tubuhnya tak mampu lagi menahan tekanan. Pelayan dan sopirnya, yang panik melihat muntah tak kunjung berhenti, segera membawanya ke UGD. Dan kini, pagi datang dengan sinar matahari yang menelusup malu-malu dari sela gorden tipis— tapi tak cukup hangat untuk mengisi kehampaan dalam dirinya. Pintu kamar diketuk, dan perawat masuk dengan nampan berisi sarapan. Prabu mengangguk pelan, berterima kasih seadanya, sebelum duduk perlahan untuk mulai makan. Makanan rumah sakit memang hambar, tapi lebih hambar lagi pikirannya yang tak bisa berhenti memutar ulang semua kesalahan. Sendok di tangannya