"Yang bener, Ma?" tanya Rania dengan suara nyaris berbisik, tubuhnya tenggelam setengah di dalam bathub, sementara Lestari duduk di sisi, tangan lembutnya masih menyisir busa shampoo di rambut Rania. "Iya," sahut Lestari pelan, matanya menerawang. "Ternyata rektor yang bantuin Papa kamu itu... ya Pak Prabu. Sekaligus pembimbing skripsi kamu juga, ya?" Rania mengernyit samar. Tidak mengira pertemuan mereka hari ini—yang ia kira sekadar sebuah drama personal—ternyata menyimpan urgensi hukum di baliknya. "Kantor pengacara Papa kamu itu," lanjut Lestari, suaranya lebih lirih, “kena gugatan perdata. Salah satu mantan klien melayangkan tuntutan wanprestasi, bilang katanya gak puas dengan hasil putusan dulu. Katanya ada wanprestasi dari pihak pengacara, padahal udah sesuai kesepakatan. Parahny