Pagi menjelang. Cahaya keemasan menyusup perlahan dari celah tirai jendela ruang VIP, menyinari bayangan dua perempuan yang semalaman bergantian berjaga. Dita terbangun oleh guncangan lembut di bahunya. Masih setengah sadar, ia mendapati Claire berdiri di sisinya, membawa segelas air hangat. “Kamu tidur di kursi sepanjang malam,” ujar Claire pelan, nyaris seperti ibunda yang menegur anak perempuannya yang keras kepala. “Pindah ke ranjang, Dita. Kamu nggak akan kuat kalau begini terus.” Dita mengangguk lemah, mengangkat kepala dan mengerjap menyesuaikan cahaya pagi yang terang. Di luar, salju masih turun tipis, tapi langit terlihat bersih. Cerah. Ironis. Karena isi dadanya tidak demikian. Ia menoleh, melihat Kevin yang masih terbaring dengan napas lambat, dan semua alat bantu medis yang t