Kebahagiaan Dita dan Bram perlahan menyebar ke segala penjuru, bahkan sampai ke Jakarta. Sore itu, dua sahabat Dita tengah duduk santai di Ruang Rasa, cabang utama kafe mereka yang kini semakin ramai, menikmati waktu luang sambil menyeruput minuman hangat. Aroma kayu manis dan vanilla menguar lembut di udara, menyatu dengan cahaya senja yang masuk dari jendela besar di sisi kanan ruangan. Rania duduk di bangku empuk dekat jendela, mengenakan tunik katun warna salem yang longgar, perutnya sudah membuncit. Tangannya sesekali mengelus pelan perutnya, sementara Tasha di seberangnya sibuk dengan ponsel lalu tertawa pelan. “Lo sadar gak sih, Ran,” ujar Tasha, meletakkan ponsel dan menatap sahabatnya dengan mata berbinar. “Dita tuh udah sampai di titik ini. Hamil kembar, men! Padahal dulu nikah