Bram mulai menyadari kesalahannya. Mungkin ia seharusnya tidak terlalu banyak bermain dalam ruang abu-abu, tidak terlalu percaya bahwa cinta bisa tumbuh tanpa diucapkan, atau bahwa perasaan akan otomatis saling menemukan jika keduanya diam. Harusnya, sejak awal, ia berkata jujur bahwa dirinya ingin tinggal di sisi Dita. Menemani setiap pagi, menghangatkan setiap malam. Mungkin jika itu ia lakukan, semuanya tak akan serumit sekarang. Tapi Dita terlalu penuh pertimbangan. Dan ia, terlalu percaya bahwa waktu akan membantu. Sayangnya, waktu tidak selalu berpihak. Kini, Bram ada di Vancouver. Kota yang dinginnya menyusup hingga ke sumsum, tapi hatinya justru terbakar oleh tekad yang belum padam. Ia tidak langsung menemui istrinya. Tidak, bukan karena takut. Hanya karena ia tahu, Dita butuh ru