Bibir b******u, namun bukan sekadar pelukan dua mulut yang rindu. Itu adalah kobaran hasrat yang meluncur dari kerinduan Rania dan ditenangkan oleh kelembutan seorang suami yang tahu bagaimana memuja, bukan melahap. Rania menciumi leher Prabu, menjilat bahunya, tangannya meremas pinggang suaminya seakan waktu akan mencuri pagi itu. Tapi Prabu hanya menarik napas pelan, menuntun tubuh sang istri ke atas ranjang dengan gerakan sehalus kabut. Ia menindih tubuh itu pelan, meletakkan ciuman di perut kecil yang belum membesar, lalu naik ke d**a, ke tenggorokan, dan akhirnya kembali pada bibir. “Pelan, Sayang. Pelan,” ucap Prabu membuka piyama Rania perlahan. Rania mana tahan, dia langsung meraih handul Prabu hingga terlepas dan langsung melihat bagaimana batang itu mengacung tegak. “Udah… teg