"Anda…
Naya menggantung kalimatnya saat tangannya sudah ditarik paksa oleh pria tersebut Lalu dibawa masuk ke dalam mobil tanpa menunggu kelanjutan kalimat yang akan diucapkan oleh Naya.
Naya semakin dibuat bingung oleh Apa yang dilakukan oleh pria tersebut karena pria itu hanya diam Saja meski mobil sudah melaju meninggalkan Di mana Naya sempat memasrahkan diri pada yang diatas.
"Kamu mau bawa aku ke mana? "tanya Naya saat melihat Albi hanya diam saja. Ya, pria yang membawa Naya pergi atau bisa dikatakan menolong Naya adalah Albi.
"Pertanyaanmu sama jangan pertanyaanku juga. Aku juga bingung ke mana aku akan membawamu pergi, sementara aku sama sekali tidak ada niatan untuk menolong mu. "Jawaban Albi berhasil membuat mata Naya sedikit melotot, karena ternyata pertanyaannya menjadi pertanyaan Aldi.
"Ah, Paman. Bisa saja bercandanya Paman. "Ujar Naya sedikit Kikuk.
"Aku memang tidak ada niatan untuk menolong mu. Jadi aku nggak tahu aku akan membawamu ke mana." Ujar Al lagi, yang membuat Naya langsung bertepuk tangan satu kali.
"Kalau begitu niatkan saja dari sekarang. Beres bukan." Ujar Naya dengan riangnya, membuat dahi Al seketika berkerut karena mendengar ucapan polos Naya, ditambah lagi Al sudah tidak melihat wajah ketakutan Naya.
"Kenapa Paman diam saja? Paman, kalau nolong orang itu jangan setengah-setengah. Kalau memang Paman tidak ada niatan untuk menolongku, Sekarang Paman niatkan saja kalau Paman ingin menolongku. Jadi Paman bawa aku sejauh mungkin dari tempat ini, karena aku ingin berhenti bekerja di tempat ini." Ujar Naya lagi, karena melihat Al hanya diam saja.
Al yang mendengar ucapan Naya mendesah kasar, karena sebenarnya saat ini dirinya sedang banyak kerjaan, dan merasa bingung sendiri akan membawa Naya ke mana.
"Ya sudah. Kalau begitu Kamu ikut aku ke rumah. Besok atau lusa atau kapanpun saat aku sempat, aku akan mencarikan tempat tinggal untukmu. Yang penting saat ini kamu bisa jauh dari tempat kerja Kamu. "Akhirnya keputusan Al ditetapkan, dengan memberi keputusan bahwa ia akan membawa Naya ke rumahnya secara terpaksa, karena Al juga merasa lelah kalau harus mencari tempat tinggal Naya malam itu juga.
Sebenarnya kalau saja Al memiliki rumah pribadi lain, Al bisa saja membawa Naya ke rumah pribadinya.
Hanya saja Al tidak bisa memiliki rumah pribadi sendiri, karena ada seorang wanita tua yang ingin ia temani di sepanjang malam dan tentunya, wanita itu pasti akan melarang Al kalau saja membeli rumah pribadi tanpa persetujuannya. Jadi Al memilih untuk memiliki satu rumah saja, dan akan berniat untuk memiliki rumah sendiri kalau wanita yang ia temani memberinya izin. Dan jangan ditanya kalau saja Al sedang melakukan perjalanan jauh atau melakukan pekerjaan jauh Dan itu membutuhkan waktu lama untuk pulang, Al memutuskan untuk menginap di hotel saja, daripada harus memiliki tempat tinggal pribadi seperti impiannya, karena pasti akan dikutuk oleh wanita yang harus ia temani kalau ia membeli rumah pribadi tanpa sepengetahuannya. Jadi Al memilih menurut saja, dan mencoba bersabar untuk menghadapi wanita yang ingin ia temani dan tak ingin ia kecewakan apalagi sampai mau beli rumah tanpa seizinnya. Jadi Al terpaksa membawa Naya ke rumah utama.
Naya yang mendengar ucapan atau keputusan dari Al yang akan membawa dirinya ke rumah, langsung bersorak gembira, karena ia akan merasa terbebas dari pekerjaan menjijikan tersebut.
Naya berulang kali mengucapkan terima kasih namun satu ucapan pun tidak ada tanggapan dari Al. Namun tidak membuat Naya merasa tersinggung atau merasa kecewa karena ucapan terima kasih darinya tidak mendapat balasan atau tidak mendapat respon dari Al.
Bagi Naya, Al sudah membantu dirinya dengan menjauhkan dirinya dari tempat kerjanya itu sudah cukup, dan tak berharap apapun lagi.
"Sekali lagi terima kasih, Paman. Aku pikir orang kaya apalagi orang sudah berumur seperti Paman itu tidak akan mengasihani orang bawah seperti ku. Tapi ternyata, hati Paman benar-benar sangat lembut dan bahkan selembut sutra, karena dengan sukarela membantu aku mengeluarkan dari jalan sesat ini. "Ujar Naya mencoba memuji kebaikan Al, namun masih dibumbui oleh ejekan yang mengatakan bahwa umur Al sudah tidak muda lagi.
Alih-alih Al merasa tersinggung mendengar ejekan Naya, wajah Al masih tetap sama seperti biasanya, yaitu datar dan dingin seperti kulkas pintu 5.
"Sepertinya kamu sangat senang meninggalkan pekerjaanmu itu? Kalau memang kamu tidak ingin bekerja di sana, Kenapa kamu masih bertahan sampai sekarang? "tanya Al penasaran. Karena yang Al ketahui sudah satu minggu ini Al melihat Naya bekerja dengan giat di klub malam itu.
"Aku terpaksa. "Jawab Naya singkat, karena pertanyaan Al mulai memancing kesedihannya karena sebenarnya Naya sendiri juga tidak menginginkan pekerjaan tersebut.
"Terpaksa tapi kamu tidak ada usaha untuk meninggalkan tempat itu! "Ujar Al datar
"Itu karena aku tidak bisa berbuat apa-apa karena kakakku sudah menerima bayaranku selama 2 bulan di klub itu." Jawab Naya datar yang mulai memandang lurus ke depan memancarkan rasa kecewanya kepada sang kakak, Mora.
Al yang mendengar jawaban Naya tidak melanjutkan kalimatnya, karena Al tahu dan mengerti dengan raut wajah yang ditunjukkan oleh Naya.
Jadilah di dalam mobil itu kembali hening, dan bahkan keheningan di antara mereka hingga sampai pada rumah utama Al.
Mobil yang membawa Al juga Naya sudah sampai di parkiran rumah utama.
Al melihat ternyata Naya tertidur. Al yang memang tidak suka ada wanita yang merepotkan dirinya, akhirnya memutuskan untuk membangunkan Naya. Al sedikit mengguncang bahu Naya membuat mata Naya secara perlahan menoleh ke samping, yang ternyata di samping Al Tengah menatapnya dengan tatapan tajamnya.
"Kau pikir aku supir mau? Sudah minta bantuan untuk membawamu pergi dari tempat kerjamu, dan kamu malah dengan seenaknya tidur. Menyusahkan." Ujar Al dengan sinisnya, namun malah dapat balasan senyuman dari Naya.
"Mending Paman ikhlasin aja nolongin aku. Sekalipun Paman tidak ikhlas, aku akan tetap memaksa Paman agar Paman bisa membawaku pergi. Biar Paman tidak merasa sia-sia menolongku, lebih baik Paman ikhlasin saja, biar Paman dapat pahala. "Ujar Naya dengan santainya, yang lagi-lagi membuat Al Melempar tatapan tajamnya pada Naya.
"Sudahlah. Ayo turun! "Ujar Al mengajak Naya turun karena Al juga sudah malas untuk berdebat karena dirinya sudah merasa sangat lelah.
Naya dengan perlahan turun dari mobil dan melihat ke sekeliling rumahnya, membuat Naya langsung terkejut melihat betapa mewahnya rumah yang sudah seperti istana kerajaan.
"Apa ini rumah paman? "tanya Naya penasaran
" Bukan! "Jawab Al singkat, membuat Naya langsung menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Paman tidak perlu merasa minder untuk menolongku dengan memperlihatkan kekayaan Paman. Aku percaya Paman orang kaya, karena kalau Paman orang miskin sepertiku tidak akan memberikan aku uang sebanyak itu. Tapi Paman tidak perlu meninggikan diri paman sendiri kalau Paman merasa tidak mampu. Paman bisa membawaku ke rumah paman yang Paman memiliki, dan rumah itu rumah yang Paman beli dengan hasil dari kemampuan Paman, bukan hasil sewaan. "Ujar Naya yang membuat Al langsung mengepalkan tangannya kuat karena merasa terhina dengan ucapan Naya, namun meski begitu Al berusaha untuk tetap sabar, agar Naya percaya bahwa rumah yang ia tempati saat ini adalah milik orang lain.
"Ya sudah, masuk." Titah Al. Naya pun membawa langkahnya untuk ikut masuk ke dalam rumah mewah Al dengan langkah ragu-ragu.
Langkah Naya langsung terhenti saat mendengar suara seorang wanita yang menurut dirinya sangat menakutkan.