"Paman b*******h sama aku karena ingin menyempurnakan rencana kita kalau kita benar-benar sepasang kekasih di depan Nenek? Atau memang milik Paman sudah tegang?" tanya Naya dengan tangan satunya sudah bergerak pelan untuk meraba adik kecil Al yang memang sudah tegang sejak tadi.
"Apapun jawabannya, itu terserah. Yang jelas, aku tidak mau rugi." Ujar Al yang langsung menyambar bibir Naya dengan bringas, serta kedua tangan yang sudah bermain kasar di dua gunung kembar Naya, membuat Naya mendesah pelan namun terdengar penuh nikmat. Entah kenapa tubuh Naya tidak pernah menolak saat mendapat sentuhan dari Al. Bagi Naya, sentuhan Al menjadi sentuhan ternyaman untuk dirinya, karena tubuhnya selalu merespon saat mendapat sentuhan dari Al.
Al berhasil melepaskan seluruh pakaian Naya, hanya tersisa pakaian dalamnya saja.
Saat Al menyentuh mahkota berharga Naya dengan niatan untuk membuka kain penutup mahkota tersebut, tiba-tiba ponsel Naya berdering sangat nyaring, hingga bersamaan itu juga Naya mendengar Al menggeram kesal.
Al membanting tubuhnya ke samping Naya, memberi jalan untuk Naya agar Naya bisa mengambil ponselnya.
Naya menarik selimut putih milik Al dan menutupi tubuhnya yang hampir telanjang, lalu mengambil ponselnya.
Dahi Naya berkerut saat melihat panggilan masuk tersebut.
Dengan ragu-ragu sambil melirik pada Al yang sudah memejamkan matanya, yang Naya sendiri tidak tahu apa Al benar-benar tidur atau hanya meredakan kekesalan saja.
Al menggeser tombol hijau tanda panggilan masuk itu diterima.
"Hallo, Naya. Sampai saat ini kamu belum menyetorkan uang kuliah kamu. Kamu sudah nunggak 2 bulan. Kalau besok kamu tidak datang ke kampus, maka saat itu juga kamu tidak bisa lagi meneruskan kuliah kamu." Ujar dosen Naya yang membuat Naya langsung memejamkan matanya erat, karena ini bukan yang pertama kalinya di hubungi oleh dosen nya agar segera membayar uang kuliah.
"Baik Pak. Besok akan saya serahkan sama Bapak uangnya." Ujar Naya yang pada akhirnya memilih berbohong. Padahal Naya sendiri sampai saat ini 100 ribu pun ia tidak memegang uang.
"Bagus." Ujar dosen Naya yang langsung mematikan sambungan nya secara sepihak.
Naya menoleh kebelakang untuk melihat Al, dan ternyata di ranjang sudah tidak Al.
Naya mendesah kasar, lalu kembali ke ranjang dan membaringkan tubuhnya di ranjang dengan pikiran yang sangat kacau.
Naya bingung ia akan meminta bantuan pada siapa, pasalnya ia sudah mengatakan pada dosen nya, bahwa besok uangnya akan diserahkan pada dosennya langsung, padahal Naya tidak memiliki uang sama sekali. Niat Naya ingin minta bantuan pada Al gagal karena Al sudah pergi dan ia tidak tahu Al pergi kemana karena Naya tahu-tahu ranjang sudah kosong.
Keesokan paginya. Naya bangun dari tidurnya, dan Naya berharap Al ada di kamar tersebut agar Naya bisa mengutarakan keinginannya. Namun sayang, Naya tidak melihat keberadaan Al.
Naya masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya. Karena Naya tidak punya baju ganti, akhirnya Naya mengambil kemeja Al yang menurut Naya ukuran paling besar.
Naya keluar dari kamar Al dan menuruni anak tangga.
Naya melihat Nenek Jeni dan juga Al sedang ngobrol di ruang tamu. Naya pun menghampiri mereka sekalian Naya mengatakan pada Nenek Jeni bahwa dirinya ingin meminjam uang.
"Selamat pagi, Nek." Sapa Naya yang langsung duduk di samping Nenek Jeni. Nenek Jeni menjawab dengan nada penuh kelembutan. Naya pun ikut menyambung obrolan Jeni dengan Al, dan setelah cukup lama mereka ngobrol, Naya langsung mengutarakan keinginannya pada Nenek Jeni.
"Nek, boleh Naya ngomong sesuatu sebentar?" tanya Naya ragu-ragu
"Boleh dong. Katakan saja." Jawab Jeni lembut
"Naya boleh pinjam uang tidak sama Nenek? Aku janji tidak akan lama pasti aku kembalikan." Ujar Naya dengan ragu-ragu, membuat Nenek Jeni langsung menggenggam tangan Naya dengan penuh kelembutan.
"Sudah kuduga, wanita ini sama dengan wanita malam pada umumnya. Tujuannya hanya uang." Gumam Al dalam hati, menghina Naya.
"Nek, aku mau bicara sebentar dengan dia." Pamit Al yang langsung menarik tangan Naya hingga tangan Nenek Jeni terlepas dari tangan Naya, dan Al membawa Naya cukup menjauh dari Nenek Jeni.
"Ternyata kau sama saja ya dengan wanita jalang pada umumnya." Ujar Al penuh penghinaan pada Naya, namun tidak membuat Naya tersinggung akan hinaan Al. Naya hanya diam saja karena menurut Naya dirinya memang pantas dihina oleh Al.
Aku akan memberikan uang sesuai yang kamu butuhkan, asal kamu juga menuruti apa yang aku inginkan." Ujar Al dengan nada dinginnya.
"Katakan saja apa yang Paman inginkan dariku." Ujar Naya cepat karena merasa memiliki kesempatan untuk tetap melanjutkan kuliahnya.
"Nenek terus memaksaku agar aku segera menikah. Kalau kamu mau menikah denganku, maka aku akan memberikan uang yang kamu inginkan. Tapi kayaknya aku tidak mungkin menikahi kamu. Kamu masih terlihat bocil." Ujar Al sambil meneliti tubuh Naya yang memang sangat pendek kalau di bandingkan dengan tubuh Al.
"Tenang saja, umurku sudah cukup kok untuk menikah. Aku sudah berumur 20 tahun." Ujar Naya cepat, karena tak ingin Al berubah pikiran.
"Yakin kamu mau menikah denganku?" tanya Al ingin memastikan
"Hemm. Yakin." Jawab Naya penuh sungguh-sungguh, serta gerakan cepat dari anggukan kepalanya.
"Baiklah. Ikut aku sekarang." Ajak Al pada Naya, yang langsung dipatuhi oleh Naya.
Ternyata Naya di bawa ke catatan sipil. Al mengurus pernikahan singkatnya pada hari itu juga. Naya sendiri tidak merasa menyesal menyetujui persyaratan dari Al agar dirinya bisa tetap melanjutkan kuliahnya.
"Kamu simpan buku ini baik-baik." Ujar Al sambil menyerahkan buku nikah pada Naya.
Naya menerima buku nikah tersebut, dan melihatnya dengan waktu yang cukup lama.
Ternyata Naya masih belum merasa menyesal meski sudah menerima buku nikah dari Al.
Naya menyimpan buku nikah tersebut ke dalam Sling bag kecilnya.
"Katakan, berapa uang kamu butuhkan?" tanya Al setelah masuk ke dalam mobilnya dengan Naya.
"10 juta." Jawab Naya dengan semangatnya, karena setelah ini Naya bisa kembali melanjutkan kuliahnya.
Hampir saja Al tersedak air liurnya sendiri saat mendengar nominal yang disebutkan oleh Naya. Bukan terlalu kebanyakan, justru sebaliknya.
"Yakin hanya 10 juta?" tanya Al memastikan
"Hem. Yakin." Jawab Naya tanpa keraguan.
Al mengambil uang cash di balik saku jas nya, dan menyerahkan pada Naya dengan jumlah yang sesuai dengan yang Naya inginkan.
"Terimakasih. Aku janji, dalam waktu dekat ini aku pasti akan mengembalikannya." Ujar Naya menerima uang tersebut dan menyimpannya di Sling bag kecilnya sama dengan buku nikah tadi.
"Kita sudah menjadi keluarga. Tidak perlu memikirkan kapan kamu akan mengembalikannya. Itu sudah menjadi milikmu." Ujar Al dingin, lalu meminta supirnya agar segera menjalankan mobilnya.
Mobil yang membawa Naya dan juga Al sudah tiba di rumah Al
"Ahhh Sayang. Kalian sudah pulang." Ujar Nenek Jeni menyambut kepulangan Naya dan Al.
Naya tersenyum mendapat sambutan hangat dari Nenek Jeni.
"Ayo langsung makan malam dulu. Nenek sudah menyiapkan makan malam buat kalian." Ajak Nenek Jeni, sambil menggandeng tangan Naya untuk ke meja makan.
"Ayo makan, Nenek sengaja menyiapkan menu serba berkuah, biar tubuh kalian berdua semakin sehat. Orang jaman dulu bilang, makan malam dengan menu berkuah itu sangat baik untuk tubuh kita." Ujar Nenek Jeni sambil memberikan semangkuk sup daging pada Naya dan juga Al secara bergantian.
Tanpa menaruh curiga apapun pada Nenek Jeni, Al dan Naya langsung menghabiskan makanan nya, membuat wajah Nenek Jeni bersinar karena merasa senang.
"Sudah, kalian langsung tidur saja. Nenek yakin kalian pasti merasa sangat kecapekan. Biar Nenek sama pelayan nanti yang membereskan ini." Ujar Nenek Jeni melarang Naya yang akan membereskan meja makan, dan mendorong tubuh Naya agar segera masuk ke dalam kamar Al.
Al mulai berjalan untuk menuju kamarnya, dan tentunya di ikuti oleh Naya dari belakang.
Setelah Al menutup pintu kamarnya, dengan cepat Nenek Jeni mengunci pintu kamar Al dari luar.
"Kali ini harus berhasil." Gumam Nenek Jeni dengan penuh kegembiraan, sambil memainkan kunci kamar Al dengan senangnya. Yah, Nenek Jeni sengaja memberi obat perangsang pada makanan Naya dan juga Al, karena Nenek Jeni kesal usahanya kemarin malam gagal. Jadi Nenek Jeni tidak ingin malam ini kembali gagal.
Obat yang diberikan oleh Nenek Jeni langsung beraksi. Terbukti dari Naya yang merasa tubuhnya sangat kepanasan.
Al sama dengan yang dirasakan Naya. Padahal Al sudah membuka jas mahalnya, tapi Al masih merasa sangat panas.
Naya membuka kancing kemeja putih nya, dan menyisakan 3 kancing dari bawah, membuat Al yang melihatnya langsung mengerti kalau saat ini dirinya sedang dalam kondisi pengaruh obat perangsang.
"Nenek!" Geram Al yang langsung pergi dan masuk ke dalam kamar mandi.
Al membasuh wajahnya dengan kasar, bahkan Al melakukannya hingga berulang kali, namun tetap saja tidak ada perubahan.
Al keluar dari kamar mandi dan melewati Naya yang sedang berusaha meredakan hawa panas di tubuhnya.
Al memutar handle pintu kamarnya, yang sialnya pintu sudah terkunci.
Lagi-lagi Al menggeram kesal pada Jeni.
Naya yang melihat perut kotak-kotak Al langsung menelan air liurnya sendiri. Tangan Naya terangkat untuk meraba perut Al, namun dengan cepat Al menahan tangan Naya, dan akan pergi kembali ke kamar mandi.
Ternyata gerakan Naya lebih cepat dari Al. Naya langsung memeluk Al dari belakang, sebelum Al berhasil ke kamar mandi.
Naya bisa meraba perut Al yang seperti roti sobek dengan gerakan lembut, bahkan sampai pada d**a Al.
Al yang merasa sudah tidak mampu untuk menahan diri agar tidak menyentuh Naya dalam kondisi pengaruh obat perangsang, akhirnya langsung menarik tubuh Naya hingga Naya dan Al saling berhadapan.
"Kamu yang menginginkan lebih dulu, bukan aku." Ujar Al dengan nada berbisik, dan detik berikutnya Al langsung menyambar bibir Naya untuk menuntaskan hasratnya.