Delapan Belas

1224 Kata
Sakya mempercepat langkahnya mengejar Alina yang berjalan menuju gerbang sekolah untuk pulang, "Alina!" Alina berhenti dan langsung tersenyum mendapati Sakya mendekatinya, "belakangan ini tampaknya berbalik." "Hah? Maksudnya?" tanya Sakya bingung dengan apa yang Alina bicarakan. "Biasanya selalu aku yang nyariin dan nyamperin kamu, sekarang kamu yang datang sendiri. Kenapa? Kamu mulai menyukaiku?" Sakya tertawa, "aku hanya penasaran, apa semalam baik-baik saja? Kamu ga ketahuan kan?" Alina terus berjalan sambil memegang tali tas yang sandang, "baik-baik aja kok." "Syukurlah," Sakya percaya begitu saja dan tampak lega. Namun kini Alina menunjukkan telapak tangannya ke depan wajah Sakya, "lihat, aku terluka." "Kenapa? Terjatuh saat melompat dari pagar?" Alina mengangguk dengan wajah sedih, "sakiitt." "Luka lecet akan cepat hilang kok." "Ish, cuek sekali." Alina memutar bola mata malas dan memasang wajah jutek. Sakya menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, "memangnya aku harus bagaimana?" "Setelah ini kamu mau kemana?" Sakya menggeleng, "pulang? Kemana lagi?" Alina melihat jam tangan putih yang melingkar di tangan kirinya, "mau ajak aku kemana aja?" "Kenapa?" "Hanya sedang tak ingin langsung pulang." "Hm.., ada tempat yang ingin kamu datangi?" Alina menggeleng, "aku ikut kamu aja, asal bareng sama kamu." Sakya memperhatikan Alina sejenak, "mau temani aku antar kue lagi?" "Apa hari ini kamu akan mengantar kue?" Alina tampak sangat bersemangat. "Ada sedikit, itu tidak akan lama. Setelah itu ada sesuatu yang ingin kuperlihatkan padamu." Alina semakin bersemangat dan senang mendengar ucapan Sakya, "oh ya!? Wow! Ayo cepaatt!!" * "Yang tadi itu terakhir kan?" tanya Alina yang duduk di bangku belakang motor pada Sakya yang sedang melajukan motor. "Iya, hari ini hanya sedikit pesanan kue." "Lalu kemana kita sekarang?" "Balik ke rumah." "Bukankah tadi kamu bilang ada sesuatu yang ingin kamu perlihatkan padaku?" Sakya melirik Alina yang berwajah penasaran lewat kaca spion sambil mengangguk, "ada di kamarku." "Apa artinya kamu akan mengajakku ke kamarmu?" "Apa kamu tidak mau? Tenang saja, aku tidak akan melakukan hal aneh padamu." Alina terbahak mendengar ucapan Sakya, "hal aneh? Apa maksudmu? Apa itu hal dewasa?" Pertanyaan Alina membuat Sakya menjadi salah tingkah, "bukan apa-apa." Alina kembali tertawa karena lucu sekali melihat wajah canggung Sakya, "Sakya!" "Ya?" "Apa kamu sama sekali tidak tertarik padaku?" Sakya melihat Alina lagi dengan wajah heran, "kenapa menanyakan ini lagi?" "Karena kamu tidak pernah menjawabnya. Dulu alasanmu karena kita belum kenal, tapi untuk sekarang bukankah kita sudah dekat? Tenang saja, aku hanya bertanya apakah kamu menyukaiku atau tidak saja." Alina balas memperhatikan Sakya dari kaca spion untuk menunggu jawaban pria itu. Sakya tertawa, "siapa memangnya yang tidak suka seorang Alina? Orang-orang tahu kalau kamu anak yang baik, pintar, cantik dan dari keluarga berada." "Aku tidak bertanya orang-orang, aku bertanya bagaimana seorang Sakya menilaiku, dan bagaimana perasaannya." Sakya terdiam dan menghela napas panjang, "aku juga termasuk dalam orang-orang tersebut." Alina diam sejenak dan kembali melihat Sakya, "aku dengar tipemu bukan seperti itu." "Hah??" Alina mengangguk, "banyak yang udah nyatain perasaannya padamu bukan? Mereka cantik, pintar, terkenal dan juga kaya. Tapi tak satupun kamu terima. Apa aku harus berubah? Seperti apa tipemu?" "Aku tidak memiliki tipe apapun." "Bohong!" "Yaudah terserah." Alina mendecak malas, "aku tidak tahu apakah perasaanku ini akan sia-sia atau tidak. Tapi setidaknya aku sudah berusaha." "Apa kamu benar-benar menyukaiku?" "Harus berapa kali kita bicarakan ini? Dan lagipula apa sikapku tidak menampakkan dengan jelas. Jika ada yang bertanya bagaimana tipe idealku, aku akan menjawab tipeku adalah Arsenio Sakya Malik." Sakya terkekeh mendengar jawaban Alina, "tipe macam apa itu? Bahkan kalau aku berubah menjadi lebih buruk?" "Tak apa, apapun sikap dan perangainya asal itu Sakya aku akan baik-baik saja." "Kamu terlalu kekanak-kanakan Alina." "Apa??" Alina mengerutkan dahinya mendengar ucapan Sakya untuknya. "Kita masih di usia labil, apapun yang kita terjadi sekarang hanyalah main-main, bukan kenyataan sebenarnya, termasuk masalah perasaan cinta-cintaan, saat kita benar-benar dewasa nanti, pasti kita akan mengingat ini sebagai lelucon saja." "Aku pikir tidak ada hal yang lucu dari sebuah perasaan." "Kita belum bisa bertanggung jawab penuh pada apa yang terjadi sekarang." Alina terdiam karena ucapan Sakya barusan hampir sama dengan apa yang Iyan katakan tadi malam. "Sakya.." Alina memanggil Sakya lagi setelah beberapa saat mereka saling diam sibuk dengan pikiran masing-masing. "Hm?" "Mungkin memang kita belum bisa bertanggung jawab penuh atas semua di kehidupan kita saat ini. Tapi bukankah kita sedang berada di titik mengambil keputusan untuk bisa kita pertanggungjawabkan nanti?" "Mungkin, aku rasa juga demikian. Kita sekarang sedang dihadapkan pada banyak pilihan sulit." jawab Sakya dengan suara yang datar. "Aku memutuskan memperjuangkan perasaanku, walau tahu mungkin akan sulit." Sakya tersenyum miring, "pemikiranmu sama sekali tidak berubah? Aku yakin orang hebat sepertimu nanti akan menyesal sempat ingin sekali bersama orang sepertiku. Nanti kamu akan bertemu banyak orang hebat yang sederajat denganmu." Alina menarik napas dalam, "standar tiap orang berbeda. Aku pikir tidak akan ada yang lebih baik dari Sakya untukku." Sakya tertawa, "dimasa depan aku akan berkata terima kasih sudah pernah menganggapku yang terhebat." "Kamu terus mengelak dariku. Apa kamu setidak ingin itu menerima perasaanku? Apa kamu merasa tidak nyaman denganku?" Sakya diam melihat wajah Alina yang terlihat menatapnya marah hingga akhirnya ia menghembuskan napas pelan, "aku hanya merasa tidak pantas." Alina membeku mendengar jawaban Sakya, perjalanan pun berubah hening. * "Bunda, Alina izin ikut Sakya ke atas ya!" ujar Alina pada bunda Sakya saat Sakya sudah terlebih dahulu jalan menuju kamarnya. "Iya, tapi di atas jangan aneh-aneh ya, kalau ada apa-apa bunda cekek satu satu." bunda memperingatkan. Alina tertawa, "aman kok bun, kalau perlu bunda pasangin cctv aja biar aman." Bunda tertawa, "bunda percaya kok sama kalian, oh iya sekalian bawa minum sama kue ke atas nih Alina." Alina berbalik mendekati bunda yang sudah menyiapkan minuman dan beberapa kue kecil, "wah bunda baik banget, kelihatannya enak banget. Terima kasih ya bunda." "Nanti kalau abis ambil lagi aja ya." Alina mengangguk dan membawa makanan itu menuju kamar Sakya yang berada di atas. Saat ia memasuki kamar, ia mendapati Sakya sedang sibuk serta fokus dengan sebuah laptop yang ada di depannya. Alina meletakkan kue dan minuman di atas karpet kamar dan duduk disana sambil memperhatikan sekitar, ia melihat ke luar karena jendela kamar dibuka lebar oleh Sakya. "Jadi mau lihatin apa?" tanya Alina karena mereka sudah diam untuk beberapa menit. Sakya bergerak membawa laptopnya ke dekat Alina, "aku ingin kamu mendengarkan ini." Alina menaikkan alisnya, "apa ini?" "Dengarkan saja." Sakya memberikan headset pada Alina. Kini Sakya memperhatikan Alina yang diam mendengarkan musik dari laptop dengan gugup. "Udah?" tanya Sakya saat Alina melepaskan headset. Alina mengangguk dan terseyum, "kamu menyanyikannya dengan bagus, seperti biasanya." "Hm, apa menurutmu lagunya bagus?" Alina mengangguk lagi, "aku tidak pernah mendengarnya tapi aku menyukainya. Lagu siapa dan apa judulnya?" "Aku belum memikirkan judulnya." Alina mengerutkan dahinya bingung, "belum memikirkan judul? Tunggu! Apa ini lagu buatanmu??" Sakya mengusap sekilas telinganya dan tersenyum, "aku menulis dan coba memproduksinya sendiri, aku merasa ini yang terbaik sejak aku belajar." Alina terperangah, "astaga Sakya!! Ini bagus banget!!!" "Benarkah??" "Aku nggak percaya ini, kamu benar-benar hebat Sakya! Sumpah aku langsung suka sama lagunya dan berniat mendengarkannya lagi dengan bertanya apa judulnya dan mencari tahu penyanyi aslinya!" Sakya tersenyum malu, "kamu berlebihan Alina." "Aku yakin kamu bakalan bisa wujudkan mimpi kamu! Apa kubilang? Kamu ini hebat Sakya!" Alina sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi karena ia tidak menyangka Sakya bisa sehebat ini. "Mau dengarkan yang lain? Aku pernah buat beberapa." "Tentu! Aku fansmu!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN