Chapter 8

1484 Kata
“Cahya?” Seru Indira bingung saat melihat Cahya datang ke toko padahal shift kerja wanita itu masih empat jam lagi. “Hai. Kau sudah makan siang?” Tanya Cahya seraya menghampiri Indira. “Ada apa? Kenapa kau datang sekarang? Ini belum waktunya shift kerjamu, ‘kan?” Tanya Indira tanpa menjawab pertanyaan Cahya. “Kemarin aku dipecat dari tempat kerjaku yang satunya dan karena aku bosan di rumah, jadi aku ke sini saja” Jawab wanita itu tanpa beban sedikit pun.    “Dipecat? Kenapa?” Tanya Indira bingung. Pasalnya Cahya adalah wanita pekerja keras, baik, dan rajin, jadi tidak mungkin ada bos gila yang mau memecatnya.    “Anak bosku melecehkanku. Saat aku melawan, bosku itu malah mendukung anaknya dan memecatku” Jawab Cahya. “Apa?!” Seru Indira terkejut. “Dan kau dipecat begitu saja tanpa melakukan apapun?” Tanyanya. “Tidak juga. Setidaknya aku lega sudah membuatnya masuk rumah sakit” Jawab Cahya dengan senyum manisnya membuat Indira melongo. Ia tahu kalau Cahya merupakan pemegang sabuk hitam taekwondo, tapi ia tak menyangka akan memakai itu pada anak bos yang melecehkannya. Tapi jika dipikir lagi, dia memang pantas mendapatkan itu.    “Tapi dia sudah membayar gaji lemburmu selama tiga bulan yang tertunda itu, ‘kan?” Tanya Indira. “Tentu saja. Kemarin aku mengancamnya akan melaporkan anaknya dengan menyerahkan rekaman cctv saat dia melecehkanku pada polisi” Jawab Cahya. “Bagus. Tidak percuma kau punya otak” Puji Indira. “Lalu sekarang bagaimana? Satu-satunya tempatmu bekerja hanya di sini” Tanyanya. “Kau tidak perlu khawatir. Aku bisa mencari tempat kerja lain. Pasti akan ada yang mau menerimaku” Ucap Cahya optimis. “Ya, tentu saja. Tidak ada orang bodoh yang akan menolak seorang Cahya Dwi Putri” Seru Indira membuat mereka berdua terkekeh bersama. “Apa perlu aku tanya pada Tony? Mungkin dia punya kenalan yang butuh pekerja?” Usulnya.    “Tidak perlu. Aku tidak ingin merepotkan mereka” Tolak Cahya. “Sama sekali tidak merepotkan” Ucap Indira. “Sudah kubilang tidak perlu. Lagi pula aku juga ingin beristirahat sedikit sebelum kembali mencari kerja tambahan” Tolak Cahya. “Baiklah. Katakan padaku kapan pun kalau kau butuh bantuan” Pintah Indira. “Yes, Ma’am” Seru Cahya. Mereka berdua pun hanyut dalam percakapan mereka hingga tak lama kemudian seseorang masuk ke dalam membuat percakapan mereka harus terhenti.    “Selamat datang” Sambut Indira dan Cahya bersamaan menyambut pelanggan mereka. “Silakan ikut saya, Tuan” Ucap Indira seraya tersenyum kemudian menuntun sang pelanggan ke tempat yang sudah pasti menjadi tujuan pelanggan tersebut. Pelanggan yang telah ia layani selama lebih dari dua tahun. Yap, dia adalah Aldrich yang datang dengan wajah datarnya.    Sementara Cahya hanya terdiam di tempatnya dengan wajah bingung karena Indira yang langsung menuntun Aldrich ke sebuah etalase boneka khusus babi padahal pria itu belum mengatakan apapun. Indira bertindak seolah-seolah sangat mengenal pria itu.    “Silakan, Tuan. Kemarin kami baru saja memasukkan beberapa koleksi boneka baru” Jelas Indira. Dengan telinga yang mendengarkan Indira, mata Aldrich juga sibuk mengamati boneka babi yang hampir setengahnya adalah koleksi baru seperti ucapan Indira. Mata Aldrich pun berhenti pada dua buah boneka yang menurutnya sangat bagus.    “Yang itu dan itu” Ucap Aldrich seraya menunjuk dua boneka yang ia maksud. “Baik, Tuan” Ujar Indira. Dan seperti biasa, ia akan mengambil sebuah tangga untuk mengambil boneka-boneka tersebut. Setelah mengambil kedua boneka itu, Indira kembali menuntun Aldrich ke meja kasir. Tatapan Cahya pun tak pernah beralih pada wajah tampan Aldrich hingga pria itu dan Indira tiba di kasir.    “Semuanya dua ratus delapan puluh tujuh ribu, Tuan” Ucap Indira setelah memasukkan dua boneka tersebut pada paperbag. Aldrich pun mengeluarkan dompet dari saku jasnya lalu memberikan uang seratus ribu sebanyak tiga lembar pada Indira.    “Ambil saja kembaliannya” Ujar Aldrich seperti biasa kemudian mengambil paperbag berisi boneka yang ia beli lalu pergi dari sana. “Terima kasih, Tuan” Seru Indira tepat sebelum Aldrich keluar dari sana. “Oh! My! Gosh! Dia sangat sangat sangat tampan!” Seru Cahya masih dengan tatapan terpananya pada Aldrich. “Siapa pria itu, Ra? Siapa? Siapa pria tampan itu?” Tanyanya heboh pada Indira seraya memuku-mukul lengan Indira.    “Aw! Sakit” Keluh Indira. “Maaf, maaf” Ucap Cahya sembari mengusap-usap lengan Indira yang ia pukul tadi. “Tapi siapa pria tadi? Wajahnya sangat tampan seperti dewa yang turun dari langit. Dia bahkan lebih tampan dari Tony” Lanjutnya.    “Aku tidak tahu” Ujar Indira. “Apa?” Gumam Indira. “Aku tidak tahu dia siapa. Tapi dia selalu datang ke sini setiap minggu untuk membeli boneka babi selama dua tahun lebih” Jelas Indira. “Apa? Dua tahun dan kau masih belum tahu dia siapa?” Seru Cahya tak percaya. “Dia adalah pelanggan” Ujar Indira polos. “Aku tahu dia pelanggan. Semua orang yang datang membeli boneka ke sini pun disebut pelanggan. Tapi apa kau sama sekali tidak tahu dia siapa? Paling tidak kau tahu namanya” Tanya Cahya.    “Tidak” Jawab Indira sembari menggelengkan kepalanya membuat Cahya menepuk keningnya. “Ada apa?” Tanya Indira. “Kutebak dia tidak pernah mengajakmu berbicara selama dua tahun” Ucap Cahya yang diangguki oleh Indira. “Dia datang ke sini murni hanya membeli boneka?” Tanya Cahya yang lagi-lagi diangguki Indira. “Dia tidak pernah berbasa-basi sedikit pun?” Tanyanya lagi yang kali dijawab gelengan kepala oleh Indira.    “Kau juga tidak pernah bertanya padanya? Siapa namanya? Untuk siapa boneka itu? Atau basa-basi lainnya?” Tanya Cahya. “Tidak. Aku takut dia akan merasa kalau aku ikut campur dalam urusannya. Hubungan kita ‘kan hanya penjual dan pembeli” Ucap Indira. “Ya, aku tahu itu. Tapi terkadang penjual dan pembeli pun memiliki percakapan walau hanya sekadar basa-basi. Sementara kalian? Dua tahun tapi masih begitu-begitu saja” Oceh Cahya.    “Selama dia membeli boneka di sini, tidak masalah dia mau berbicara atau tidak padaku. Yang penting adalah boneka kita laku” Ucap Indira. “Walau kau tidak mendapatkan pria setampan dia?” Tanya Cahya tak percaya. “Aku sama sekali tidak pernah memikirkan itu” Ucap Indira membuat Cahya menggelengkan kepalanya. “Ya, wajar ‘sih. Yang ada di otakmu ‘kan hanya uang, uang, dan uang” Gumam Cahya memaklumi membuat Indira terkekeh. “Tapi apa kau tidak merasa aneh padanya?” Tanyanya.    “Aneh? Apa maksudmu?” Tanya Indira. “Dia datang ke sini selama dua tahun hanya untuk membeli beberapa buah boneka babi tapi tak pernah mengajakmu berbicara. Padahal dia bisa saja langsung membeli semua boneka babi itu sekaligus jika dilihat dari pakaian mahalnya. Kau tidak berpikir mungkin dia memiliki maksud terselubung?” Jelas Cahya. “Jangan aneh-aneh. Memangnya apa yang akan dia lakukan di sini selain membeli boneka? Mungkin saja dia hanya memilih boneka yang menurutnya bagus karena dia selalu mengambil koleksi yang terbaru” Ucap Indira.    “Tapi...”                        “Sudahlah. Aku tidak ingin berpikiran yang aneh-aneh mengenai pelanggan setia kita itu. Lebih baik kita bekerja lebih giat lagi. Aku akan menaikkan gajimu bulan ini kalau kau semakin rajin” Potong Indira.    “Yes, Ma’am” Seru Cahya sembari memberi hormat pada Indira yang membuat wanita itu terkekeh. Tapi jauh di dalam otaknya, ia memikirkan apa yang Cahya katakan padanya. Maksud terselubung? Kalau dipikir-pikir mungkin saja Cahya benar. Pria itu datang ke tokonya selama dua tahun, setiap minggu, dan di jam yang sama tanpa mengatakan basa-basi padanya. Tapi apa? Apa maksud pria itu?    Di saat Cahya sedang memperbaiki boneka di dalam etalase, Indira justru memutar otaknya memikirkan ucapan Cahya mengenai Aldrich. Jangan-jangan... Sedetik kemudian, Indira pun menggelengkan kepalanya.    ‘Tidak. Tidak. Apa yang kupikirkan? Orang seperti dia tidak mungkin memiliki maksud seperti itu. Sudahlah, Indira. Jangan terhasut ucapan Cahya’ Batin Indira.    -------                          “Al” Panggil Macy yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Aldrich bertepatan dengan pria itu yang keluar dari kamar mandi masih dengan handuk di pinggangnya. “Ada apa, Mom?” Tanya Aldrich seraya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk sementara Macy berjalan menuju tempat tidur Aldrich lalu duduk di sana.    “Bagaimana perkembangan hubungan dengan wanita bernama Indira itu?” Tanya Macy yang membuat Aldrich tersedak. “Mom” Seru Aldrich. “Kenapa? Mommy hanya bertanya” Ucap Macy membuat Aldrich menghela nafas. “Jangan-jangan kamu masih jalan di tempat, ya?” Tebaknya tepat sasaran hingga tak mendapat jawaban apapun dari sang putra yang saat ini malah berjalan menuju walk in closet.    “Sudah Mommy duga” Ujar Macy. “Kenapa? Kamu sudah dapat restu dari Mommy. Sekarang masalahnya apa lagi?” Tanyanya. “Tidak ada, Mom. Al hanya butuh waktu sedikit lagi” Jawab Aldrich sedikit berbohong. Pasalnya setiap ia ingin memulai aksinya, pasti ada saja orang ketiga di antara mereka. Di lain sisi, ia juga masih perlu mempersiapkan dirinya. Ia merasa masih sedikit gugup jika berhadapan dengan Indira.    “Astaga, Al. Mommy tak menyangka kalau kamu lebih kaku dari Daddy” Ucap Macy yang langsung menusuk jantung Aldrich. Ia bahkan tak tahu lagi siapa sebenarnya yang ingin mendekati Indira. Ia atau Ibunya.    “Lalu kapan kamu akan mulai mendekatinya? Memang waktu apa lagi yang kamu butuhkan? Wanita yang kamu cari sudah berada tepat di depan matamu. Jangan membuang-buang waktu seperti ini. Karena kamu akan menyesal kalau teman prianya itu benar-benar menyukainya. Kau tahu? Kebanyakan wanita akan lebih memilih orang terdekatnya untuk menjadi pasangan mereka dari pada pendatang baru” Ucap Macy membuat Aldrich yang masih berada di walk in closet terdiam.    Pria itu pun kembali menghela nafas. Ia juga ingin sekali segera memiliki Indira. Tapi setiap ia ingin melakukan aksinya, selalu saja ada yang menghalanginya. Untuk masalah gugupnya, ia dapat mengatasinya dengan terus memasang wajah datar karena itulah bakatnya sejak kecil.    Tapi kali ini, Aldrich akan memastikan kalau kali ini ia pasti akan berhasil tanpa hambatan sedikit pun. Ya, pasti. -------                            Love you guys~         
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN