bc

Love Next Door

book_age18+
114
IKUTI
1.5K
BACA
family
friends to lovers
drama
sweet
bxg
lighthearted
kicking
city
childhood crush
professor
like
intro-logo
Uraian

Kaivandra Ryuga Argantara, 33 tahun. Dosen, pintar, tampan, dan dokter jantung— baik secara medis maupun emosional. Hidupnya tenang, teratur, dan bebas drama— sampai tetangganya, Aleeya Dzakira Bagaskara, datang membawa kekacauan dalam wujud sandal sebelah, kucing nyasar, dan permintaan tolong paling absurd di jam-jam paling tidak masuk akal.

Aleeya: cerewet, impulsif, dan punya hobi merepotkan Kaivandra.

Kaivandra: dingin, logis, dan (katanya) anti cinta-cintaan.

Tapi kenapa saat Aleeya berhenti mengetuk pintu, Kaivandra justru merasa sepi?

Mungkinkah cinta itu seperti penyakit jantung? Datang tanpa aba-aba dan bikin deg-degan setengah mati.

Tetangga boleh sebelahan. Tapi hati— bisa jadi malah nempel ‘kan?

chap-preview
Pratinjau gratis
Berawal Dari Kesasar
Kaivandra sedang memandangi kakinya. Kanan, sandal hitam elegan, model pria dewasa berwibawa. Sementara kiri, sandal pink cerah dengan hiasan bunga Daisy yang memantulkan cahaya lampu jalan. Sempurna. Malam ini Kaivandra resmi tampil sebagai fashion disaster masjid komplek. Sambil menghalang nafas panjang, Kaivandra menapaki jalan pulang. Suara sandal pink-nya yang berdecit setiap melangkah— membuat langkahnya semakin dramatis. Tapi dia tak perlu bingung mencari pasangannya. Sudah bisa dipastikan tersangka utama ada di balik pagar rumah sebelah, lagi. Bukan kali pertama, bukan kali kedua, bahkan bukan ke sepuluh. Aleeya Dzakira Bagaskara, si tetangga berwajah manis dan mulut super aktif— memiliki bakat unik yaitu salah ambil sandal usai shalat berjamaah. Bahkan ketika warna, ukuran dan jenisnya jelas-jelas berbeda. Kaivandra menekan bel rumah Aleeya. Sekali, dua kali lalu tiga kali. Tak lama kemudian pintu terbuka pelan. Si empunya rumah muncul dengan rambut berantakan, pakai piyama bermotif alpukat dan ekspresi panik. "Mas Kai, kucing aku hilang! Si Moni nggak pulang-pulang dari tadi!" Serunya tanpa dosa, seperti bukan pelaku pencurian sandal warna hitam. Kaivandra memandang datar. "Aku juga kehilangan sesuatu." Aleeya mengerutkan dahi. "Hah? Kehilangan apa, Mas?" "Sandal, harga diri dan sedikit kewarasan," gumamnya, melirik ke kaki sendiri. Aleeya menunduk. "Hehe, kayaknya sandalku yang satu lagi nyangkut di rak wudhu." "Sandalmu?" Kaivandra mendengkus. "Yang pink bunga-bunga ini milik siapa kalau bukan punyamu?" "Ya itu punyaku juga," jawab Aleeya polos. "Aku bawa 2 sandal. Satu buat pergi, satunya buat pulang. Biar beda aja hidup jangan monoton, Mas." Kaivandra berkedip. "Itu filosofi hidup atau alasan ngaco?" Aleeya nyengir. "Dua-duanya." Lalu dengan cepat ekspresi wajahnya berubah panik. "Mas, serius deh— Moni nggak pulang-pulang dari tadi sore! Biasanya jam segini dia udah nunggu di depan pintu sambil ngerusak pot bunga." Kaivandra bersedekap di depan pintu rumah Aleeya, masih dengan sandal pink bunga Daisy di kaki kirinya. "Moni yang kamu maksud— kucing yang waktu itu masuk masjid dan tidur di atas sajadah imam?" "Iya, itu!" Aleeya menepuk tangan seolah sedang menjawab kuis berhadiah motor. "Yang waktu itu makan lauk kotak nasi tahlilan Pak RT?" Tambah Kaivandra dengan satu alis terangkat ke atas. "Iya, hehe. Dia memang agak sosial banget," jawab Aleeya sambil tersenyum canggung. "Tapi dia manja nggak pernah keluar kompleks sendirian. Aku takut dia disasarin kucing komplek sebelah—" Kaivandra memijat pelipisnya. "Aleeya, dia kucing bukan anak SMA yang diserang geng sebelah. Lagian terakhir aku lihat dia tidur di atap mobilku, setelah muntah!" Aleeya langsung menepuk dahinya. "Ya ampun! Jangan-jangan dia ketiduran terus ke bawa ke kampus?!" Kaivandra menggeleng pelan. "Aku ke masjid nggak ke kampus. Lagi puasa kegiatan sosial gara-gara kamu." Aleeya terdiam sejenak, selalu mengerjap. "Aku? Emangnya aku kenapa?" "Karena sepuluh menit sebelum aku mau berangkat— kamu minta aku untuk bantuin narik jemuran yang nyangkut di kabel listrik." "Oh, iya ya." Aleeya menunduk. "Maaf ya Mas. Tapi itu bahaya loh, kabelnya kedip-kedip." "Karena kamu melempar hanger besi ke situ!" Suasana hening sejenak. Bahkan jangkrik pun seperti malas bersuara karena terlalu sering menyaksikan drama rumah sebelah ini. Akhirnya Kaivandra menghela nafas panjang, lalu melangkah ke arah pagar rumahnya. "Aku mau ganti sendal dulu, terus kita cari si Moni. Kamu kebanyakan drama, Lee." "Tapi beneran panik, Mas." Ucap Aleeya lirih sambil mengikutinya, langkahnya lebar seperti anak kecil yang ketahuannya nyolong kue lebaran. "Moni itu temen aku. Dan, dia satu-satunya penghuni rumah yang gak pernah ngomelin aku." Kaivandra berhenti di depan pintu, lalu menoleh ke belakang. "Nggak pernah ngomelin kamu karena dia kucing, Aleeya. Kalau dia bisa ngomong pasti udah komplain Karena tiap hari dikasih whiskas rasa yang sama." Aleeya cemberut. "Harusnya Mas bilang iya aja. Biar hatiku senang." "Justru itu aku bantu kamu supaya sadar jika hidupmu terlalu dramatis." Kaivandra membuka pintu dan sebelum masuk bicara lagi dengan nada setengah malas. "Tunggu di situ. Aku mau ganti sandal dulu. lalu kita cari Moni. Tapi kamu yang masukin dia ke rumah kalau untuk ketemu." "Kenapa?" "Soalnya terakhir aku bantuin— dia malah nyakar aku, dan saat itu bajuku baru." "Aleeya tertawa kecil walau matanya masih menyiratkan kekhawatiran. "Mas, terima kasih ya—" Kaivandra tak menjawab. Tapi wajahnya— yang biasanya kaku dan dingin seperti papan skor ujian mahasiswa— sedikit melunak. Di dalam hatinya, dia mungkin tidak akan mengaku. Tapi malam ini, mencari seekor kucing entah kenapa terasa lebih penting penting ketimbang mengoreksi tugas mahasiswanya. Dan suara Panik Aleeya tadi agak mengguncang jantungnya sedikit. Ingat hanya sedikit! Dan sandal pink bunga daisy itu masih nangkring di kaki kirinya, ikut terseret masuk ke dalam rumah. Kaivandra lupa menggantinya. Atau mungkin— sebenarnya enggan. *** Komplek perumahan mendadak jadi ajang pencarian kucing berskala nasional— atau setidaknya berskala RW 03. Kaivandra dan Aleeya menyusuri jalan setapak dengan senter di ponsel dan sebungkus makanan kucing rasa tuna sambil berteriak, "Moniiii— sini nak, Moniiii—" Suara Aleeya terdengar seperti penjual cilok keliling, dan Kaivandra berdoa dalam hati semoga tidak ada mahasiswanya yang melihat dosennya berkeliaran malam-malam mencari kucing. Setiap semak, garasi rumah orang dan bahkan warung Bu Darmi jadi target inspeksi. Aleeya sempat panik saat mendengar suara 'meong' dari balik tong sampah, tapi ternyata hanya suara notifikasi ponselnya dengan ringtone custom. "Moni, kalau kamu keluar, i'll buy you wet food tiga rasa sekaligus." Teriak Aleeya dengan nada negosiasi ala emak-emak di pasar. Setelah hampir 1 jam keliling kompleks, melewati tiga pos ronda, dua anjing tetangga yang histeris dan satu ibu-ibu yang mengira mereka mau maling sandal— akhirnya mereka sampai di taman kecil dekat danau buatan. Aleeya duduk dengan wajah sayu. "Mas, jangan-jangan dia nggak mau balik lagi—" Kaivandra duduk di sampingnya dan menghela nafas lelah. "Kucing biasanya balik kok. Naluri alamnya kuat." "Kalau dia kedinginan, kelaparan atau diculik pecinta kucing yang mengira dia stray cat gimana?" Aleeya mulai mengarang teori konspirasi. Kaivandra menoleh malas. "Kalau begitu kejadiannya, berarti dia dapat kehidupan yang lebih baik dari tinggal sama kamu yang kadang lupa kasih makan." "Huh," Aleeya manyun. "Mas Kai tega banget sih!" Kaivandra terdiam sejenak, lalu suara lembutnya menyusul, "Tapi kamu nggak sendirian. Kita cari barang 'kan?" Aleeya melirik, sedikit terkejut. "Mas— bisa juga ya romantis kayak sinetron." "Jangan berharap aku ulangi kalimat barusan!" Aleeya tertawa kecil. Lalu hening. Hanya ada suara jangkrik dan desiran angin malam yang membawa aroma rumput basah Tiba-tiba terdengar suara 'meooowww' panjang dari balik semak tanaman. Aleeya dan Kaivandra lalu berdiri serempak. "Moni!!!" Seru Aleeya sambil berlari ke arah semak. Kaivandra menyusul, masih dengan langkah malas. Dan disana— Moni berdiri. Tegap, gagah, dengan kalung baru berwarna biru— dan ada pita kecil di lehernya. "Astaghfirullah," teriak Aleeya. "Dia punya kalung dari mana?" Kaivandra menyipitkan mata. Ada tulisan kecil di kalung itu. Dia membaca keras-keras, "Monica milik Bu Darmi." Aleeya membeku. "Apa?!" Seketika muncullah Bu Darmi dari balik pohon dengan senter. "Eh, itu kucing saya, Monica. Dia kabur dari rumah tadi sore, saya cari-cari eh lah kok kalian yang nemuin—" Aleeya terdiam. Kaivandra hanya menatap Aleeya pelan. "Jadi selama ini— Moni bukan Moni aku?" Suara Aleeya pelan. Kaivandra mengangkat sebelah alisnya. "Kamu pelihara kucing orang selama tiga bulan, Lee?" Aleeya nyaris pingsan di tempat. Plot twist-nya, kucing yang selama ini di asuh Aleeya ternyata milik tetangganya, dan namanya bukan Moni tapi Monica. Kaivandra menahan tawa sambil mengangkat Moni— eh, Monica dan menyerahkannya pada Bu Darmi. Sementara Aleea hanya bisa menggaruk kepala dan pipi memerah. Dan, Kaivandra— entah kenapa malam ini senyumnya lebih lebar dari biasanya. Mungkin karena akhirnya dia tahu, bukan cuma sandal yang nyasar— tapi juga kucing tetangga.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
168.0K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
212.4K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.3K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook