Selesai melaksanakan salat subuh, aku segera menyiapkan sarapan. Mas Dewa seorang suami yang tidak banyak menuntut. Apapun yang aku siapkan di meja makan, entah itu masak sendiri atau membeli yang sudah siap saji dari restoran, selalu dihabiskan. Bahkan saat aku menghidangkan hasil masakan sendiri, Mas Dewa tak lupa memuji dengan mengatakan makanannya enak. Dia begitu pandai membuatku selalu bahagia menjadi istrinya. “Mas Dewa, jam berapa pesawatmu take off?” “Jam 8.30. Kita mampir dulu ke rumah Bapak Ibu, ya. Aku belum pamit.” Aku mengangguk. Berarti akan kubuatkan sarapan yang sederhana saja. Aku pun segera mengambil tiga butir telur dan memecahkannya ke dalam mangkuk. Kemudian kuambil salted butter, merica, dan oregano. Teflon marble berwarna hitam kebiruan kuletakkan di atas nyala