“Yg ini udah mau expired kan, Mbak?” Tanya Mega saat ia datang ke minimarket tempatnya dulu bekerja. Kebetulan Tina masih ada disana dan posisinya pun sudah ada pengganti.
“Besok ekspired,” jawab Tina sambil mengumpulkan beberapa onigiri dengan masa expired tidak lama lagi. Kemungkinan besar makanan itu tidak akan terjual mengingat saat ini sudah menunjukan pukul delapan malam.
“Udah diskon, kan?” Mega tersenyum, semalam bekerja di minimarket tersebut, Mega mengetahui banyak hal, salah satunya makanan dengan harga murah jika sudah mendekati masa expired.
“Iya, tujuh ribuan satunya.”
Mega lantas mengambil empat. “Aku ambil empat, buat malam ini dan besok pagi. Lumayan.” Ia terlihat senang mendapat makanan dengan harga miring. Di kemasannya memang tertera kapan makanan tersebut layak dikonsumsi dan tidak, tapi Mega sudah pernah mencobanya beberapa kali dan kondisi tubuhnya tidak menunjukan tanda apapun selain kenyang dengan jumlah uang yang dikeluarkan lebih sedikit.
“Aku juga mau mie kuah.” Mega memilih mie dalam kemasan, “Mbak Tina, aku mau.”
“Air panas ada di belakang, ambil aja.”
Mega terkikik, “Terima kasih, ya. Aku belum gajian, Mbak. Jadi harus super hemat.”
Tina tidak merespon, tapi Mega tidak tersinggung dengan sikapnya yang terkesan acuh. Tina adalah teman yang baik, casingnya saja yang terlihat menyeramkan tapi hatinya sangat baik.
Mega mengambil air panas yang terdekat di ruang karyawan, dimana dulu ia dan Tina sering duduk bersama saat jam istirahat. Setelahnya Mega langsung keluar, ia tidak mungkin berlama-lama di tempat itu lagi, karena ia tidak memiliki hak untuk menikmati fasilitas karyawan seperti beberapa waktu lalu. Saat ia melewati rak makanan menuju pintu keluar, Mega tidak menyadari di dalam minimarket tersebut ada Rei. Tujuan Mega hanya kursi yang disediakan pihak minimarket, tepat di bagian depan.
Onigiri dan mie kuah adalah perpaduan yang sempurna untuk makan malam dengan keuangan minim seperti Mega.
Kekesalannya kembali hadir saat teringat bagaimana Rei mengurungnya di dalam kamar.
“Bisa-bisanya dia mengurungku di dalam kamar, membiarkanku kelaparan sementara mereka berdua pacaran dan makan mewah. Dia pikir aku ini hama, sampai harus disembunyikan?!” Umpat Mega sambil mengaduk mie instan yang sudah mulai matang dan siap dinikmati.
“Sialan!” Ia memotong onigiri dengan satu kali hentakan. “Awas aja!”
Nasi berbentuk segitiga itu terbelah menjadi dua dan Mega langsung melahap salah satunya hingga mulutnya penuh.
Suasana malam di minimarket memang cenderung sepi, hanya ada beberapa pengunjung saja yang datang silih berganti, tidak seperti di siang hari yang terkadang bagian kasur selalu terlihat antri.
Mega memperhatikan setiap pengunjung yang datang dan pergi silih berganti, ada yang datang bersama keluarga ada juga yang hanya seorang diri. Semua itu tidak luput dari perhatian Mega. Mie instan dan dua onigiri habis dalam waktu singkat, ia benar-benar lapar.
Baginya tidak boleh ada yang tersisa apalagi ia membelinya dengan menggunakan uang terakhir yang dimilikinya.
“Biar saja besok aku datang terlambat, siapa suruh nggak kasih gaji.” Gerutunya lagi sebab uang yang dimilikinya tidak akan cukup untuk menggunakan jasa ojek online yang bisa memangkas waktu tempuh dari kontrakan tempatnya tinggal menuju apartemen Rei. Uang tersebut hanya cukup digunakan naik angkot, yang pastinya akan membuat Mega terlambat dan tidak bisa datang tepat waktu.
Saat ia menghabiskan kuah mie instan, matanya menangkap sosok lelaki yang begitu familiar. Mega tidak mungkin salah mengenali sosok lelaki yang memiliki aura dingin dan gelap itu.
“Pak Rei,” gumam Mega, tapi ia mencoba untuk tidak terkejut dengan kehadirannya.
Mega mengabaikan lelaki itu yang datang menghampirinya. Mega juga tidak menyapa seolah tidak mengenalnya. Untuk mengalihkan perhatian, Mega sengaja menghubungi Nela, mengirim pesan singkat pada wanita itu seperti biasanya. Hampir setiap hari keduanya bercengkrama lewat pesan singkat. Nela belum sempat mengunjungi Mega dikarenakan pekerjaan yang membuatnya harus pulang larut malam.
Pengabaian Mega tidak lantas membuat Rei pergi, lelaki itu justru duduk di bangku lain yang berada tak jauh dari tempat Mega berada.
Masih dengan sikap acuhnya, Mega tidak bergeming sedikitpun. Ia tetap fokus pada layar ponselnya, meski dalam hatinya ingin sekali mengusir lelaki itu dan menyuruhnya pergi. Untuk apa ia datang?
Rasanya sangat mustahil jika Rei meminta maaf padanya. Dunia akan kiamat jika seorang lelaki bernama Reinand Mahendra minta maaf untuk kesalahan yang dilakukannya.
Jika pun ia tidak sengaja menabrak tiang listrik, bisa dipastikan tiang listrik lah yang meminta maaf padanya.
Hal mengejutkan kembali terjadi, saat lelaki itu mengambil belanjaan Mega dari dalam kantong plastik. Ia mengambil satu onigiri dan membukanya, lantas memakannya tanpa permisi. Mega benar-benar tidak akan peduli jika saja onigiri tersebut masih layak makan, tapi makanan tersebut hampir expired yang mungkin saja akan membuat Rei sakit.
Manusia jenis Rei yang tidak pernah merasakan hidup susah tentu saja ususnya tidak akan menerima makanan dengan kadar kebersihan yang tidak terjamin apalagi dengan rentang waktu yang akan habis dalam kurang dari dua puluh empat jam saja. Pertahanan Mega runtuh, apalagi saat Rei terlihat begitu menikmati onigiri expired.
“Jangan dimakan!” Akhirnya Mega bicara.
“Saya ganti.” Jawab Rei santai.
“Itu makanan basi.”
“Apa?! Kamu pasti bohong.” Rei memperhatikan makanan tersebut dengan seksama bahkan dari segi ras pun, Rei tidak merasakan adanya tanda-tanda basi.
“Coba baca bagian tanggal kadaluarsanya.”
Rei memeriksa kantong pembungkus makanan tersebut dan memperhatikannya dengan seksama.
“Sial!” Umpatnya lalu ia memuntahkan nasi yang sudah terlanjur ada di dalam mulutnya.
“Kenapa nggak bilang?!” Ia kembali memuntahkannya seolah makanan yang sudah terlanjur ada di dalam mulutnya.
“Siapa suruh ambil makanan orang sembarangan.” Mega menarik kantong plastik dan mendekapnya seolah tidak mengizinkan Rei mengambilnya lagi.
“Kenapa makanan basi kamu makan?!”
“Karena saya nggak punya uang. Kenapa juga Pak Rei ambil makanan saya, padahal tadi udah makan makanan enak dan mahal.” Sindir Mega.
“Jam kerja saya udah habis, Pak Rei dilarang recokin hidup saya.” Mega beranjak dari tempat duduknya hendak pergi meninggalkan Rei.
“Siapa yang mau recokin hidup kamu?”
“Kalau begitu pulang sana! Ngapain keluyuran disini, kayak nggak ada kerjaan lain aja.” Cibir Mega. Setelah sikap Rei tadi, Mega tidak perlu lagi mengalah ataupun membuatkan lelaki itu terus merecokinya apalagi setelah jam kerja selesai. Mega harus bersikap tegas, agar Rei tidak lagi merendahkannya di hadapan kekasihnya itu.
“Rumahmu dimana?” Tanya Rei, yang juga beranjak hendak mengejar Mega.
“Aku nggak punya rumah. Pulang sana!” Usir Mega lagi dengan mengibaskan satu tangannya.
“Sana pergi!”
“Kamu ngusir saya setelah ngasih makanan basi?”
“Saya nggak ngasih, Pak Rei mencuri makanan saya.”
“Tapi bagaimana kalau saya sakit karena makanan basi yang kamu beli?”
“Saya nggak ada kewajiban bertanggung jawab. Pak Rei bisa minta pacarnya untuk merawat pak Rei.”
Sepertinya Mega sudah mulai pintar membantah. Bahkan ia tidak peduli padanya, malah pergi begitu saja lengkap dengan ekspresi menyebalkan yang membuat Rei kesal. Rei tidak punya pilihan lain selain,
“Aduh,, aw,, sakit!” Rintihnya sambil memegangi perutnya.