Satu Bulan kemudian ...
Bagus dan Cantika sudah kembali ke rumah pribadi mereka di kota setelah mengetahui hasil bahagia.
Sonya di nyatakan positif hamil dan itu membuat Cantika senang. Harapannya bisa memberikan keturunan bagi keluaeha ningrat Bagus itu adalah menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Cantika.
Sebelum kembali ke kita, Cantika banyak menasehati Sonya di depan Bu Mur juga. Cantika ingin Bu Mut dan Pak Mur menjaga rahasia ini hingga bayi ini lahir.
Sonya tak banyak bicara. Ia tak bisa mengungkapkan hal yang membuat dirinya juga ragu akan suatu hal.
Di dalam mobil saat perjalanan pulang kembali ke kota. Bagus tak banyak bicara, ia memilih diam dan sengaja tak membuka pembicaraan sama sekali. Satu bulan yang penuh drama dan memiliki akhir cerita sendiri tanpa bisa di tebak.
"Mas ...." panggil Cantika pelan.
"Hemm ... Kenapa sayang," jawab Bagus lembut.
"Kenapa diam saja? Kayak gak bersemangat," ucap Cantika pelan.
Bagus menarik nalas dalam dan menghembuskan napas itu pelan sekali.
"Mas gak mau ke desa itu lagi. Tolong hargai pendapat Mas," ucap Bagus pelan.
"Kenapa? Ada Sonya dan ada anakmu di sana," ucap Cantika pelan.
"Cantika ... Tolong pahami Mas. Mengerti sedikit tentang perasaan Mas.
Cantika langsung terdiam kaku. Ia selalu di hantui rasa bersalah yang cukup besar.
Ponsel Bagus berbunyi keras. Raka sedang menghubunginya.
Ya, Raka lelaki yang datang tiba -tiba dan menginap selama dua minggu tepat di saat Cantika sedang melancarkan aksinya.
"Raka Mas yang telepon," ucap Cantika memegang ponsel Bagus.
"Sini. Mas ada perlu juga," ucap Bagus pelan.
Cantika mengangguk kecil. Ia memberikan ponselnya pada Bagus, suaminya.
"Iya Raka? Aku sudah di jalan menuju rumah. Ada apa? Apa ada sesuatu yang penting? Katakan saja," titah Bagus dengan suara pelan.
Bagus merasa pasti ada sesuatu yang aneh bakal terjadi.
"Hah? Kamu serius? Sudah cek? Tempat lain? Maafkan saya, Raka. Kita pasti akan membantu kamu. Pengibatan ke luar negeri bagaimana?" tanya Bagus pada Raka dengan wajah serius.
Cantika makin penasaran, apa yang sebenarnya sedang di bahas oleh Bagus dan Raka. Saat ini Cantika hanya bisa menyimak saja tanpa bisa bertanya se -penasaran apapun karena Bagus sedang berbicara serius dengan Raka.
Sambungan telepon itu sudah di matikan oleh Bagus dan ia meletakkan ponsel itu di pangkuan Cantika. Wajah Bagus terlihat panik dan bingung.
"Ada apa Mas? Kok kayaknya bingung? Ada masalah serius?" tanya Cantika pelan.
Bagus melirik ke arah Cantika dan tersenyum kecut. Raka adalah asisten Bagus. Tangan kanan Bagus sejaligus sahabat Bagus. Raka memang belum menikah. Janji Raka pada dirinya sendiri adalah ia akan menikah kala Bagus dan Cantika sudah bahagia dengan memikiki keturunan. Jika belum, maka masih menjadi tanda tanya besar dan masih menjadi masalah besar bagi Raka.
Kenapa? Karena Raka merelakan Cantika untuk Bagus. Raka adalah lelaki yang pertama kali mengenal Cantika dan Cantika sama sekali tak merespon hingga Cantika malah menyukai sahabat Raka yaitu Bagus. Begitu pula dengan Bagus yang juga mencintai Cantika. Hanya saja, hubungan mereka pernah tersendat kasta.
"Raka ... Raka sakit Cantika. Kita harus bantu dia dan menyembuhkan dia. Mas mau ke luar negeri untuk menyembuhkan Raka. Dia sahabatku, Tika," ucap Bagus tenang.
Cantika tidak boleh tahu yang sebenarnya terjadi. Dengan begini, suatu hari Cantika akan menyadari kesalahannya.
"Aku ikut Mas," jawab Cantika pelan.
"Gak. Jangan Tika," sergah Bagus cepat.
"Kamu ini kenapa Mas? Aku istrimu, Mas. Raka sahabatmu berarti dia juga sahabatku. Apa tidak boleh aku berempati padanya," tanya Cantika kesal.
"Bukan itu Tika. Ada hal lain yang harus aku urus juga. Aku tidak mau kamu lelah dan stres. Kamu fokus saja dengan kesehatan kamu," ucap Bagus pelan.
"Kalau begitu aku di desa saja selama kamu pergi Mas. Aku mau menjaga Sonya dan kehamilannya," pinta Cantika pelan.
"Gak boleh. Kalau Mas bilang gak ya gak. Urusan dengan Sonya sudah selesai Cantika. Kontrak kita sudah selesai. Uang juga sudah di bayarkan. Mas tidak mau dengar lagi kamu bicarakan soal Sonya!! Paham!!" teriak Bagus membentak.
Dalam usia pernikahannya. Baru kali ini Bagus marah besar dan membentak Cantika dengan suara keras, lantang dan tinggi karena emosi Bagus tak terbendung lagi.
Cantika lagsung diam membeku dengan tatapan ketakutan melihat Bagus yang berubah menjadi galak dan garang.
"Ya ampun. Maafkan Mas, Sayang. Mas gak bermaksud marah atau membentak. Sini ... Peluk Mas," pinta Bagus lembut sambil menarik tubuh Cantika ke dalam dekapan dadanya.
Cantika menurut dan masih diam. Cantika shock dengan bentakan Bagus baru saja.
"Maafin Mas ya, Sayang. Mas sedabg dalam masalah saja. Mas tidak ingin kamu ikut mikir dan berujung stres. Atau kamu mau ikut ke luar negeri sekalian kamu berobat. Siapa tahu kita bisa punya anak lagi," ucap Bagus melemah. Ia juga tidak bisa jauh dari Cantika. Meninggalkan dengan perbedaan waktu dan jarak tentu akan membuat Bagus selalu menrindukan Cantika.
Mendengar ucapan Bagus Cantika mengangkat wajahnya.
"Cantika mau ikut. Cantika mau berobat. Cantika mau jadi perempuan yang sempurna lagi seperti dulu dan bisa memberikan keturunan untuk Mas Bagus. Keturunan yang baik," ucap Cantika berharap.
Cup ...
Bagus mengecup lembut bibir Cantika.