13

834 Kata
Keesokan harinya Bagus dan Cantika sudaj berada di Bandara menunggu kedatangan Raka. Bagus dan Cantika duduk di kursi tunggu. Rencananya ketiganya akan berangakt ke negara yang terkenal dengan ilmi kedokterannya dimana tidak pernah gagal menyembuhkan pasiennya asal pasien tersebut memang niat untuk berobat dan berkeinginan kuat untuk sembuh. Raka berjalan gontai ke arah Bagus dan Cantika. Wajahnya pucat dan terlihat lemas. Bagus langsung berdiri dan menghampiri Raka. "Kamu tak apa, Raka?" tanya Bagsu berbisik pelan. "Im oke Gus. Loe santai aja," jawab Raka lirih dan tersenyum pada Cantika yang sudah memberikan senyum manisnya pada Raka. Senyuman yang sama saat Raka lihat pertama kali Cantika di kampus. "Raka ... Kamu sakit apa?" tanya Cantika lembut. Raka menoleh ke arah Bagus dan Bagus hanya menatap Raka dengan perasana bersalah. "Sakit jiwa," jawab Raka berkelakar. Ia terkekeh sendiri dengan jawaban asalnya itu. Cantika mengernyitkan dahinya. Jawaban anak laki -laki selalu begitu. Di tanya serius akan jawab dengan bahasa aneh. Tidak di tanya di kira tidak peka. "Kok sakit jiwa sih? Makanya cari jodoh biar ada yang merawat," ucap Cantika ketus. "Jodohnya belum datang Cantika. Sempat ada tapi keduluan," tawa Raka menggelegar hingga Bagus menjewer kuping Raka seperti Ayah menjewer anaknya. "Mulai kumat sakit jiwanya," tegas Bagus pada Raka. "Aww ... Sakit Gus. Ampun," ucap Raka melemas. "Mas ... Lepasin Raka. Kasihan. Yuk kita ke ke atas. Sebentar lagi pesawat akan berangkat. Jangan sampai tertinggal," ucap Cantika pelan. Cantika berjalan lebih dulu di bandingkan suaminya dan Raka, sahabatnya. Bagus memukul lengan Raka pelan dan seketika membuat Raka tertawa. Hanya mereka berdua yang tahu tentang kejadian sesungguhnya hingga masalah Sonya kemarin. Skip ... Perjalanan beberapa jam di pesawat membuat tubuh Cantika lelah. Beberapa hari ini ia merasakan pegal dan nyeri di area pinggang dan bawah perut. Sudah beberapa hari ini ia tak.mengkonsumsi jamu penyubur kandungan yang belum tahu khasiatnya. Bagus sudah menyiapkan dua kamar apartemen kecil sebagai tempat singgah dan tempat tinggal selama mereka berada di luar negeri. Cantika langsung merebahkan tubuhnya saat melihat kasur empuk. Kedua matanya tak bisa di ajak kompromi. Sepanjang di perjalanan Cantika mual dan muntah saja. "Kamu mau tidur sayang? Gak amu makan dulu? Kamu belum makan sejak tadi," ucap Bagus sambil memasukkan koper ke dalam kamar mereka dan membuka koper di atas meja. "Ngantuk Mas. Capek juga," jawab Cantika asal. "Ya sudah. Mas mau ke tempat Raka ya. Ada yang harus Mas selesaikan sekarang. Kamu mandi terus istirahat. Nanti Mas pesankan makanan untuk kamu. Sekalian mau cari dokter buat kamu," ucap Bagus yang mengusap kepala Cantika lembut. Bagus mencium pucuk kepala Cantika dengan penuh kasih sayang. "Iya Mas," jawba Cantika lirih. Ia benar -benar ngantuk sekali. Bagus pun pergi menuju kamar sebelah. Kamar yang di tempati oleh Raka. "Raka ...." panggil Bagus pelan saat ia sudah masuk ke dalam kamar Raka. Bagus memegang kunci kamara Raka juga agar ka bisa masuk ke kamar Raka kapan saja untuk berdiskusi. "Woy ... Kaget gue. Bukannya mau mesraan dulu sama bebep," goda Raka yang sudah mengganti pakaian dan duduk di meja makan smanil membuat dua kopi instant untuk dirinya dan Bagus. "Aku mau serius bicara. Lihat hasil vonis dokter," tanya Bagus cepat. "Ini hasilnya. Gue positif kena virus itu. Hidup gue rasanya hancur tapi setelah gue pikir, gue bahagia karena gue menyelamatkan sahabat gue dan wanita yang masih gue sayangi. Maafin gue, Gus, kalau gue masih sayang sama Cantika. Tapi gue kan gak pernah ganggu loe dan Cantika. Gue cukup melihat dia tersenyum. Makanya waktu lihat Sonya yang loe bilang mirip Cantika, gue semangat datang dan benar gue memang bisa menerima. Gue pikir dia bisa berubah tapi dia malah bawa malapetaka buat gue," ucap Raka sendu. "Sorry Raka. Gue gak pernah tahu soal itu. Semua Cantika yang atur. Gue merasa bersalah," ucap Bagus pelan dan menunduk. "Sudahlah. Gue harap loe dan Cantika cepat punya keturunan. Biar gue merasa tenang melihat kebahagiaan loe dan Cantika," ucap Raka pelan. "Kamu ngomong apa sih? Tenang? Kayak mau mati saja," cetus Bagus tak suka. "Umur mana ada yang tahu. Gue sudah ngumpulin bukti semuanya dan Pak Mur udah gue suruh bawa Sonya ke rumah sakit," ucap Raka tegas. "Arghhh ... Aku udah gak peduli sama Sonya. Aku saat ini hanya pedulu pada Cantika dan kamu, Raka," tegas Bagus. Raka dan Bagus sedang mencari dokter terbaik untuk merawat dan menyembukan Raka dari penyakit HIV yang di idapnya. Besok rencananya mereka akan ke rumah sakit dan bertemu dengan dokter yang sudah di rujuk dan di rekomendasikan untuk Raka. Setidaknya Raka ada harapan hidup untuk lebih lama lagi. Malam itu, Bagus membeli beberapa makanan kecil dan makan besar untuk Cantika setelah kedua sahabat itu juga keluar malam untuk berjalan -jalan dan berbincang serius. Ceklek ... "Tika ...." panggil Bagus pelan. Ruangan itu sangat gelap sekali dan sama sekali tak ada penerangan dan sangat sunyi. Bagus masuk ke dalam.kamar dan menutup kamar itu kembali rapat lalu menguncinya. Klik ... Saklar lampu sudah di nyalakan dan teriakan Cantika begitu keras serta lantang. "Surprise ...." Cantika berteriak dengan penuh semangat lalu menghambur memeluk suaminya. "Tika ..."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN