15

536 Kata
Sonya terdiam di kamar yang sudah satu bulan lebih ini ia tinggali. Tubuhnya makin kurus dan tirus. Benih yang tertanam di perutnya juga mulai tumbuh kembang dengan baik. Ada perasaan hancur dan ada perasaan bersalah pada Cantika. Malam adalah sebuah malam kesalahan yang tak pernah termaafkan oleh Sonya sendiri. Ia terlalu mudah menerima kontrak titipan benih yang berujung malapetaka bagi banyak orang dan bayi yang di kandungnya. Air matanya terus luruh mengaliri pipinya yang mulai terlihat cekung. Bu Mur setiap pagi, siang dan sore selalu mwngantarkan makanan dan menyuapi Sonya yang sama sekali tidak mau beranjak dari kamarnya. "Nanti sore waktunya periksa kandungan dengan Pak Mur. Biar Nona Sonya di antar Pal Mur," ucap Bu Mur mengingatkan. Sonya hanya menghembuskan napasnya kasar. Ia sudah tak ada harapan untuk hidup lagi. "Saya ingin mati saja rasanya. Untuk apansyaa banyak uang kalau hidup saya sudah tak bertahan lama lagi. Lebih baik saya mati saja dari sekarang bersama bayi ini. Dari pada malah menyusahkan banyak orang," ucap Sonya pelan. Tatapan mata Sonya terus lekat menatap ke arah jendela bagian luar. Sudah lama ia tak keluar kamar atau berdiri di depan teras atau membuka jemdela kamar hanya sekedar menghirup udara segar dan sejuk di pagi hari yang mampu membuat hati lebih tenang dan pikirannya bisa berpikir lebih jernih. "Non ... Jangan bicara seperti itu. Kalau memang Non Sonya punya salah, lebih baik akui dan minta maaf. Dengan begitu Non Cantika akan tahu duduk perkara sebenarnya. Ia pasti memaafkan kamu," tita Bu Mur menasehati. "Cantika terlalu baik bukan bodoh tapi karena memang ia percaya bahwa setiap orang perlu di kasih kesempatan untuk di percaya dan di beri amanah," ucap Sonya pelan. "Non Cantika itu memang baik sekali dan berhati mulia. Keluarga Ibu selalu di bantu dalam hal apapun dan tak sedikit pun Non Cantika meminta balasan dan pamrih. Sama sekali tidak. Jadi saran Ibu, lebih baik Non Sonya ceritaka semuanya. Tidak ada kata terlambat dan tidak ada kata dia akan membenciku. Semua harus di jalani dengan penuh keberanian dan keteguhan hati serta keikhlasan. Kalau marah? Ya sudah itu resiko kita. Setidaknya setelah marah akan ada ucapan maaf dan pemberian maaf," ucap Ibu Mur lembut. Ibu Mur menyuapi Sonya perlahan. Satu suap demi satu suap untuk kesehatan dan pertumbuhan si jabang bayi. Tidak lupa vitamin dan penambah darah agar tubuh ibu hamil itu tidak lemas. Ucapan Ibu Mur ada benarnya juga. Tidak ada kata terlambat. Lebih baik Sonya menemui Cantika dan meminta maaf. "Dimana saya bisa menemui Cantika? Saya tidak tahu rumahnya," ucap Sonya pelan. "Cantika dan Bagus sedang pergi ke luar negeri. Ke sebuah negara yang indah dan sangat romantis. Katanya coock buat berlibur dan honeymoon," jelas Bu Mur. Skip ... Ibunda Bagus datang ke rumah pribadi yang mewah milik Bagus dan Cantika. Rencananya mertua yang baik itu ingin memberikan menantunya ramuan sehat wanita warisan turun temurun eyang sepuh. "Kemana menantu kesayanganku," tanya Ibunda Bagus pada asisten di rumah Bagus. "Lho Nyonya tidak tahu? Kemarin Den Bagus dan Non Cantika pergi berlibur dan mau honeymoon," ucap asisten itu sesuai amanah kedua majikan mudanya. "Hah? Honeymoon? Bukannya Cantika sudah hamil? Katanya sudah hamil? Mana yang benar sih?" tanya Ibunda Bagus kesal. Ibunda Bagus langsung mengambil ponsel dari dalam tas dan menelepon Bagus.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN