Sambil menunggu Raka siuman dan penjelasan dari Dokter, apa yang sebenarnya terjadi pada Raka. Bagus dan Cantika memutuskan untuk memeriksakan kondisi Cantika yang beberapa hari ini sepertinya kurang sehat.
Cantika sengaja memilih dokter obgyn untuk memeriksa bagian dalam perut dan rahimnya. Ia takut terjadi sesuatu lagi. Rencana Cantika ingin mencari solusi terbaik agar bisa mendapatkan keturunan.
"Kamu cemas? Kamu terlihat cemas, Tika. Apa yang kamu cemaskan?" tanya Bagus lembut sambil menarik tangam Cantika ke pangkuannya dan menggenggam erat sekali.
Cantika menoleh ke arah Bagus dan menatap sendu ke arah takut.
"Dadaku rasanya deg -degan sekali. Tapi aku merasa bahagia dan baik -baik saja," ucap Cantika lembut.
"Bagus itu. Tandanya kamu akn memdengarkan sesuatu yang baik. Ekhemm ... Maksud Mas berita bahagia," ucap Bagus menerka.
"Semoga saja. Cantika berharap bisà hamil lagi. Cantika mai berusaha kalau itu terjadi?" jawab Cantika senang.
"Yakin? Mau berusaha terus? Sampai jadi? Sehari lima ronde, sanggup kan?" goda Bagus langsung tertawa keras.
Cantika pun langsung mencubit paha Bagus dengan cubitan kecil yang membuat sakitnya terasa hingga ke ubun ubun dan kepalanya berdenyut.
"Arghhh ... Sakit Sayang. Kenapa sih jadi suka nyubit? Suka tuh nyium biar bahagia Mas tuh," cicit Bagus manja.
"Gak usah modus Mas," jawab Cantika kesal.
Keduanya kembali dan fokus mendengarkan panggilan dari suster yang bertugas memanggil nama pasien yang ingin periksa.
"Miss Cantika," panggil perawat dengan suar keras sambil mencari sosok cantik bernama Cantika.
"Ya," jawab Cantika langsung berdiri hingga membuat Bagus juga ikut berdiri karena kaget.
"Sudah di panggil?" tanya Bagus lirih.
"Sudah. Yuk Mas kesana," ajak Cantika cepat. Cantika sudah penasaran dengan hasilnya saat ini. Ia bahkan sudah siap menerima hasil apapun hingga berita terburuk sekalipun.
Langkah Cantika cepat memasuki ruangan periksa. Kebetulam sekali dokter obgyn itu perempuan paruh baya dan berasal dati negara yang sama.
"Hai ... Ada keluhan apa?" sapa dokter itu dengan ramah saat Cantika dan Bagus sudah duduk di depan saling berhadapan dengan dokter obgyn.
"Dokter ... Nama saya Cantika. Beberapa hari ini saya mual dan muntah. Lalu pernah keram di bawah perut," ungkap Cantika jujur menjelaskan apa yang terjadi.
"Sudah menstruasi?" tanya dokter perempuan itu mengambil kertas dan memberikan oret -oretan entah apa itu.
Cantika menatap dokter obgyn itu sambil oraknya berpikir. Kapan ia terakhir menstruasi. Rasanya sudah lama tak mengalami itu dan Cantika sama seklai tak sadar. Cantika melirik ke arah Bagus yang juga menatapnya lekat agar Cantika segera menjawab pertanyaan dokter obgyn tersebut.
"Sayang ... Kapan kamu menstruasi. Mas tidak pernah lihat kamu pakai pembalut. Biasanya kamu juga akan minta di usap perutnya lembut, bukan?" tanya Bagus ikut bingung.
"Kayaknya sudah dua bulan ini tidak menstruasi," ucap Cantika agak ragu.
"Hemm ... Kita USG saja biar jelas," titah dokter obgyn itu pelan.
"Hemm ... Dokter ... Istrinya saya di vonis tidak bisa mengandung lagi. Saat itu kami kehilangan bayi kami yang berusia tujuh bulan di kandungan Cantika saat terjadi kecelakaan," ucap Bagus pelan. Ia sedikit pilu menjelaskan cerita itu kembali.
Cerita pahit dengan kenangan buruk yang seharusnya tak perlu lagi di bahas.
Dokter obgyn itu menatap Bagus dan Cantika bergantian. Ia baru mendengar kasus ini
"Atas dasar apa? Bisa di vonis tidak hamil lagi? Rahimnya rusak atau ada penyakit dan harus di angkat rahimnya? Atau apa?" tanya dokter obgyn itu mulai penasaran dengan riwayat sebelumnya.
"Hanya di vonis tidak bisa hamil. Soal rahim tidak pernah di bahas. Benar kan sayang? Dokter lama tidak pernah menjelaskan tentang kerusakaan atau ada penyakit atau apapun," ungkap Bagus meyakinkan Cantika.
"Iya. Hanya tidak bisa hamil. Itu saja," ucap Cantika pelan meyakinkan penjelasan Bagus.
"Hemm ... Saya jadi penasaran. Kita USG sekarang. Bisa jadi ada kabar baik hari ini," ucap dokter obgyn itu lembut.