“Apa ada yang ingin Anda ubah atau tambahkan, Sir?” Tanya Amber pada Josh setelah memperlihatkan sketsa rumah pria itu yang Christoff kirimkan padanya semalam.
“Tidak, ini sangat sempurna. Lalu kapan proses pembangunannya dimulai?” Tanya Josh.
“Minggu depan, Sir” Jawab Amber.
“Bagus. Memintamu melakukannya memang hal yang tepat” Puji Josh.
“Terima kasih, Sir” Ujar Amber.
“Tidak, tidak, aku yang harusnya berterima kasih padamu Amber karena kau mau membantuku” Ucap Josh.
“Tidak perlu, Sir. Saya juga senang membantu Anda” Ujar Amber.
Setelahnya, Amber pamit keluar dari ruangan Josh. Namun saat hendak melangkah, seseorang memanggilnya dan orang itu adalah Aaraf. Panggilan Aaraf tersebut pun membuat para karyawan yang berlalu-lalang memberikan perhatian lebih pada mereka berdua.
Bagaimana tidak? Tidak ada yang mengetahui reputasi Aaraf yang terkenal suka bermain wanita di perusahaan mereka. Begitu pula dengan Amber yang terkenal dengan reputasi baiknya. Maka tidak heran jika mereka menjadi pusat perhatian para karyawan yang melihat mereka.
“Selamat pagi, Sir” Sapa Amber ramah pada Aaraf saat pria itu telah berada di depannya.
“Pagi, Amber” Sapa Aaraf.
“Ada yang bisa saya bantu, Sir?” Tanya Amber.
“Apa malam ini kamu ada waktu?” Tanya Aaraf.
“Apa ada hal penting yang ingin Anda sampaikan pada saya, Sir?” Tanya Amber lagi.
“Tidak. Ya... Kamu tahu. Aku ingin mengajakmu makan malam” Jawab Aaraf sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Maaf, malam ini saya sibuk, Sir” Ucap Amber.
“Besok malam?” Tanya Aaraf.
“Maaf, saya sudah memiliki janji” Ucap Amber.
“Kalau begitu besoknya lagi?” Tanya Aaraf.
“Sepertinya Anda belum mengerti maksud saya, Sir” Ucap Amber.
“Apa maksudmu?” Tanya Aaraf tak mengerti. Amber pun melangkah lebih dekat pada Aaraf dan berbisik pada pria itu.
“Saya tidak melakukannya lebih dari sekali pada pria yang sama” Bisik Amber.
“Apa?” Gumam Aaraf.
“Kalau tidak ada yang ingin Anda katakan lagi, saya permisi Sir” Pamit Amber kemudian pergi meninggalkan Aaraf yang termangu di tempatnya. Ia tak menyangka kalau Amber akan berkata seperti itu padanya.
-------
“Bagaimana dengan semua materialnya?” Tanya Christoff pada ketua tim produksi.
“Semua sudah siap, Sir” Jawab sang ketua tim produksi.
“Bagaimana dengan lokasinya?” Tanya Christoff.
“Tidak ada masalah, Sir” Jawab seorang pria.
“Anggaran?” Tanya Christoff lagi.
“Cukup, Sir. Pihak klien juga sudah menyetujui” Jawab seorang pria lain.
“Bagus. Apa masih ada yang ingin kalian sampaikan?” Tanya Christoff pada semua staf yang berada di ruang rapat.
“Tidak ada, Sir” Jawab salah satu dari mereka.
“Baiklah. Kalau begitu silakan lanjutkan pekerjaan kalian. Proyek ini paling lambat harus selesai selama tiga bulan. Segera hubungi saya jika ada masalah” Ucap Christoff.
“Baik, Sir” Ujar yang lain serentak.
Christoff pun menutup rapat siang itu. Rapat yang membahas persiapan pembangunan rumah yang Christoff anggap sebagai rumah Amber. Pria itu lalu berjalan memasuki ruangannya dengan langkah tegas meski pikirannya sekarang sedang berada di tempat lain hingga membuatnya tak mendengar Chandra yang memanggilnya sejak tadi.
“Chris” Panggil Chandra sembari membuka pintu ruangan Christoff kemudian menutupnya kembali. Sementara Christoff yang memang tidak fokus terkejut dengan kehadiran Chandra yang tiba-tiba.
“Ada apa? Kenapa kau tidak mengetuk pintu dulu sebelum masuk?” Kesal Christoff.
“Aku memanggilmu dari tadi. Kau saja yang tidak dengar” Cibir Chandra.
“Sudahlah. Ada apa?” Tanya Christoff.
“Tanda tangan ini” Ucap Chandra sembari memberikan sebuah map pada Christoff.
“Apa ini?” Tanya Christoff sembari mengambil map tersebut.
“Baca saja. Kau ‘kan punya mata dan bisa membaca” Kesal Chandra.
“Kenapa tidak kau katakan saja? Kau ‘kan punya mulut” Balas Christoff namun tetap membaca dokumen yang Chandra berikan dengan pria asal Indonesia itu mengomel-ngomel di tempatnya.
“Ini” Ucap Christoff sembari memberikan map tersebut pada Chandra kembali setelah membubuhkan tanda tangannya. “Kenapa kau tidak menitipnya pada Layla?” Tanyanya.
“Kalau Layla yang bawa bisa-bisa berkas ini sampai di tanganku minggu depan sementara aku memerlukan berkas ini secepatnya” Ucap Chandra. “Ngomong-ngomong apa yang tadi kau pikirkan sampai tidak mendengar panggilanku?” Tanyanya.
“Aku masih tak percaya tidur dengan wanita yang sudah bersuami” Ujar Christoff.
“Astaga, kau masih memikirkannya? For real? Ayolah lupakan saja. ‘Toh dia juga tidak mengingatmu” Ucap Chandra.
“Tidak semudah itu, Chan. Aku sama sekali tidak bisa melupakan sentuhannya” Ujar Christoff kemudian menghela nafas.
“Jadi selingkuhannya saja kalau begitu” Usul Chandra.
“Kau gila?!” Ucap Christoff.
“Kalau begitu jalin hubungan tanpa status dengannya” Usul Chandra lagi.
“Apa bedanya itu dengan berselingkuh? Sepertinya kau sudah tidak waras” Ucap Christoff.
“Lalu kau mau bagaimana? Kau tidak bisa melupakannya tapi kau juga tidak mau sekadar menjalin hubungan dengannya karena dia sudah bersuami” Ujar Chandra.
“Aku tidak tahu” Ucap Christoff.
“Apa kau sudah mencoba mencari wanita itu melalui detektif? Mungkin saja kau benar-benar salah orang” Tanya Chandra.
“Sudah, tapi mereka masih belum menemukannya” Jawab Christoff.
“Atau begini saja. Karena kau hanya mengetahui hal itu dari orang lain, kau tanyakan saja langsung dengan yang bersangkutan. Biar kau tidak perlu jadi orang gila seperti ini. Semua proyek yang harusnya kau kerjakan pun kau limpahkan padaku” Gerutu Chandra.
“Kalau itu memang sudah menjadi tugasmu agar kau tidak bermalas-malasan. Tapi kalau harus bertanya langsung padanya, aku tidak yakin” Ucap Christoff.
“Kenapa? Masalahnya di mana? Anggap saja itu perbincangan biasa dengan klien” Ujar Chandra.
"Klien macam apa yang membahas hal itu? Lagi pula aku tidak tahu harus memulainya dari mana” Ucap Christoff.
“Astaga. Kau hanya perlu bertanya apa itu rumah untuk anniversary-nya atau bukan. Simple” Ujar Chandra.
“Kapan aku harus menanyakannya?” Tanya Christoff.
“Kau adalah orang terbodoh yang pernah kutemui” Kesal Chandra kemudian keluar dari ruangan Christoff yang mengumpatinya.
-------
“Tidak apa-apa, segera perbaiki dan berikan padaku satu jam dari sekarang” Pintah Amber pada salah satu karyawan.
“B, baik, Miss” Ucap karyawan tersebut kemudian pamit dari ruangan Amber.
Amber pun langsung menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kebesarannya lalu memutar kursinya hingga kini pandangannya tertuju pada sekumpulan bangunan kota Sydney yang menjulang tinggi di siang hari yang memantulkan cahaya matahari dari gedung satu ke gedung yang lain.
Ia menghela nafas. Hal yang selalu ia lakukan saat lelah untuk menguatkan dirinya menjalani kehidupan monoton yang telah ia lakukan bertahun-tahun. Bekerja, having s*x, bekerja, having s*x, dan begitu seterusnya.
Bosan? Tentu saja. Siapa yang tidak bosan menjalani kehidupan monoton seperti itu? Namun Amber tidak memiliki pilihan lain selain menjalaninya. Jika ia menyerah sekarang, sama saja dengan ia menyia-nyiakan semua pengorbanan yang telah ia lakukan selama ini.
Amber menghela nafas sekali lagi kemudian memutar kursinya dan kembali mengerjakan pekerjaannya. Hidupnya masih panjang jadi ia tak boleh menyerah sekarang. Meski itu adalah hidup yang membosankan bagi sebagian orang. Ketukan pintu ruangannya mengalihkan perhatiannya.
“Masuk” Pintah Amber. Tak lama kemudian, pintu ruangannya terbuka dan menampilkan sosok Elena yang tampil elegan ke manapun ia pergi.
“Hi baby” Sapa Elena.
“Ada apa kau datang kemari?” Tanya Amber tak menghiraukan sapaan Elena.
“Cuek sekali kau. Tidak bisa ya kau basa-basi sedikit? Aku hanya ingin mengajakmu makan siang” Rajuk Elena.
“Kau pergi duluan saja. Aku masih ada pekerjaan” Ucap Amber.
“Pekerjaan apa yang kau lakukan di jam istirahat seperti ini? Bahkan semua meja karyawan di depan ruanganmu sudah kosong melompong” Ujar Elena. Amber lalu melirik jam tangannya saat mendengar ucapan Elena dan baru menyadari bahwa ini sudah memasuki jam istirahat.
“See? Bagaimana kalau hari ini aku tidak datang? Kau pasti akan melewatkan jam makan siangmu lagi. Lagi pula jarang-jarang aku bisa keluar seperti ini, jadi ayo pergi makan” Omel Elena.
“Kau bukannya jarang bisa keluar seperti ini. Tapi hampir semua waktumu di siang hari kau habiskan untuk pria” Sindir Amber.
“Terserah. Sekarang ayo pergi makan, aku lapar” Ajak Elena.
“Baiklah” Ucap Amber setelah menghela nafas yang membuat Elena bersorak riang.
-------
Love you guys~