Menelan Ludah Sendiri

1622 Kata
Megan mengerjap dan segera menyingkir dari depan tubuh Maxime. Sementara Maxime sendiri, masih menatap Megan dengan sangat intens dan juga, dengan sebuah senyuman yang miring. "Ini," ucap Megan seraya memberikan pistolnya kembali kepada Maxime dan kembali masuk ke dalam rumah kayu itu. Maxime mengangkat satu alisnya dan kemudian, memasukkan pistol tadi ke dalam koper lalu selanjutnya, membawa koper tersebut ke dalam rumah juga dan membawanya ke lantai atas. Setelahnya, ia juga kembali ke bawah dan melihat Megan, yang tengah merebahkan tubuhnya di sofa sembari memeluk bantal sofa. Maxime datangi dan perhatikan wanita, yang nampak sedang melamun itu dan mencoba untuk menyadarkannya, dari lamunan semunya itu. "Ada apa?? Kenapa diam saja??" tanya Maxime dan Megan pun bangun, lalu duduk sembari menghela napas yang cukup panjang. "Kamu tidak punya stroberi ya??" tanya Megan, dengan tatapan mata yang hanya lurus ke depan saja. "Stroberi??" ulang Maxime sembari mengerutkan keningnya. "Iya. Stroberi. Sepertinya enak, kalau makan stroberi," ucap Megan sembari menelan salivanya sendiri. "Kamu ingin stroberi??" tanya Maxime. "Iya. Itupun kalau memang ada," balas Megan sembari menghela napas. "Akan aku carikan dulu. Tunggu saja di sini," ucap Maxime, seraya kembali lagi ke lantai atas, untuk mengambil jaket maupun satu buah pistol, yang ia masuk ke dalam bagian dalam jaket kulit, yang kini sudah melekat di tubuhnya. Setelah semua persiapan selesai. Kini, Maxime kembali lagi ke lantai bawah dan sudah melangkah, ke arah pintu depan. "Kamu mau pergi kemana??" Megan, saat Maxime baru saja berjalan melewati dirinya. "Mencari stroberi. Kamu sedang ngidam stroberi kan??" ucap Maxime. "Boleh tidak aku ikut? Aku tidak mau di sini sendirian. Bosan juga, berada di sini terus," pinta Megan. Maxime bergeming sembari memutar bola matanya ke bawah. Terlalu beresiko. Namun, berbahaya juga, bila meninggalkannya sendirian. Biarpun tempat ini cukup tersembunyi. "Ya sudah. Cepat ganti pakaian. Aku tunggu di sini!" cetus Maxime. Megan segera melemparkan bantal yang sempat ia peluk tadi dan setengah berlarian ke dekat tangga. "Hey! Tidak usah berlari! Ingat yang ada di perutmu itu!!" seru Maxime dan Megan, sontak memperlambat langkah kakinya. Lupa, bila sedang berbadan dua. Karena takut ditinggalkan juga, ia jadi berlari tergopoh-gopoh seperti tadi. "Iya!" sahut Megan, yang kini sudah berjalan dengan lebih pelan dan menaiki anak tangga satu persatu. Megan cepat-cepat mengganti pakaiannya, saat baru saja masuk ke dalam kamar. Ia lepaskan pakaian luarnya dan menggantinya, dengan celana panjang serta sebuah kemeja juga. Lalu setelahnya, ia juga memulas wajahnya dengan make-up agar tidak terlihat pucat, kemudian segera menyambar tas miliknya dan turun ke bawah lagi. "Ayo, aku sudah siap," ajak Megan, kepada pria yang duduk di sofa sembari menunggunya sejak tadi. Maxime pandangi wanita yang berada di hadapannya ini dan kemudian mendekatinya dan menarik bagian pinggang, dari celananya tersebut. "Apa ini tidak terlalu ketat?? Kamu nyaman memakai ini??" tanya Maxime. "Tidak kok dan ini cukup nyaman juga. Bahannya juga elastis," ucap Megan. "Ya sudah. Ayo, kita jalan," ajak Maxime yang sudah berjalan duluan saja , tapi secepatnya Megan susul dia saja. Maxime menaiki mobil lebih dulu dan Megan juga turut serta memasuki mobil dan menutup rapat pintu mobilnya ini. Maxime melirik kepada wanita, yang duduk dengan santai di sebelahnya "Sudah siap?" tanya Maxime. "Iya. Sudah," jawab Megan dan pria yang duduk di sebelahnya kini, terlihat menghela napas dan langsung saja mendekat kepada Megan, seperti orang yang hendak memeluk. "Hey! Kamu mau apa!?" hardik Megan. "Ck kamu melupakan ini!" cetus Maxime sembari menarik tali sabuk pengaman dan menyilangkan nya di tubuh Megan. "Nah, sudah. Ayo berangkat!" cetus Maxime yang segera melaju saja. Sementara Megan masih diam mematung. Ia kira, pria ini mau melakukan hal yang tidak-tidak. Tapi ternyata, ia malah salah sangka. Setelah perjalanan yang cukup memakan banyak waktu, karena memang tempat tinggal mereka jauh dari perkotaan dan memang sengaja Maxime memilih di sana, demi keselamatannya juga. Jadi setelah hampir satu jam lamanya, mereka akhirnya menemukan sebuah pasar. Maxime memilih bahan-bahan makanan seperti sayuran dan lauknya. Sementara Megan, ia berada di tempat penjual buah dan memilah milih buah untuk dibawa pulang juga. "Megan??" Panggil seorang pria, yang baru mendekat saat setelah memperhatikan Megan dari kejauhan dan ternyata, wanita yang dihampiri olehnya ini, adalah benar teman satu sekolahnya saat SMA dulu. "Nick!" sahut Megan sembari tersenyum dengan lebar. "Apa kabar?? Kebetulan sekali, kita bertemu di sini ya??" ucap pria, yang bernama Nicky itu. Sementara mereka berdua berbicara, dari arah yang tidak jauh dari mereka berdiri kini, pria yang sudah membawa satu kantung belanjaan itu pun mendekat dan berdiri tepat di samping Megan. "Sudah belum??" tanya Maxime dingin. "Belum. Sebentar lagi," jawab Megan. "Ini siapa? Pacar kamu??" tanya Nicky dan Megan menjawab dengan enteng sekali. "Bukan. Bukan siapa-siapa kok. Aku tidak pacar. Suami juga tidak ada. Single," jawab Megan dan pria yang berdiri di sisinya ini, langsung mengerutkan kening dan menatap kepada Megan. Terlebih lagi, saat pria asing di sana kembali bicara lagi. "Wah sama dong denganku juga. Em, bisa minta nomor kamu?? Atau, jadi pacar kamu mungkin??" goda Nicky dan Maxime pun nampak menggertakkan giginya sendiri. 'Berani sekali, mengoda istri orang di depan suaminya! Apa dia sudah bosan hidup???' batin Maxime. Rasanya, Maxime sudah ingin mengeluarkan pistol, dari dalam jaketnya ini dan menarik pelatuknya, saat sudah ia todongkan di kepala pria, yang masih bisa-bisanya tertawa dan mengajak Megan bercengkrama. "Jadi, berapa nomor kamu??" tanya Nicky yang sudah mengeluarkan telepon selulernya dan benar-benar meminta nomor Megan. Megan kira, dia hanya becanda tadi. Megan hendak membuka mulut dan menyebutkan nomor teleponnya. Namun, tangannya malah dicekal oleh pria yang ada di sampingnya. Kemudian, ia juga ditarik pergi dari sana. "Hey! Kita mau mau kemana!?? Buahku masih di sana! Sudah aku bayar juga tadi!" seru Megan, yang tidak dipedulikan oleh orang yang terus menarik dan membawa Megan menjauh dari tempat yang tadi itu. "Cari tempat buah yang lain! Di sana buahnya tidak segar!" gerutu Maxime, sembari terus menyeret Megan dibawah ketiaknya. Kini, Maxime pun berhenti di salah satu toko buah, yang tidak kalah lengkap dari toko buah yang tadi. Bahkan kelebihannya dari toko buah yang ini, di sini tidak ada pria yang menyebalkan, seperti pria yang ada di toko buah yang tadi. "Nah ayo ambil dan pilihlah!" perintah Maxime. "Tapi aku sudah beli. Sudah aku bayar di toko yang tadi!" seru Megan. "Ck! Biarkan saja! Pilihlah lagi! Ambil sebanyak mungkin!" "Kenapa kamu boros dan malah menghambur-hamburkan uang?? Apa tidak sayang???" "Karena uangku banyak!! Ayo cepat pilihlah! Kalau perlu, belilah semuanya!" cetus Maxime tak tanggung-tanggung. Megan sudah tidak lagi protes. Dia bilang banyak uang. Ya sudah. Pilih lagi saja. Toh bukan menggunakan uangnya sendiri juga. "Ayo, ambillah lagi. Ambil sebanyak yang kamu inginkan!" perintah Maxime. "Ck. Iya iya! Ini juga sedang aku pilih dulu!" ucap Megan bersungut-sungut sembari mencium aroma buah melon dan memberikan kepada si penjual, untuk ditimbang dan juga dihitung semuanya "Jadi berapa semuanya, Pak??" tanya Megan. "Empat ratus dua puluh ribu, Mbak," jawab si penjual buah tersebut. Maxime segera mengeluarkan lima lembar uang yang berwarna merah muda dan mengambil belanja yang dibelinya. "Ambil saja kembaliannya!" cetus Maxime yang sudah menenteng sayur dan lauk di tangan kiri dan buah-buahan di tangan kanannya. "Ayo, kita ke mobil," ajak Maxime yang menunggu Megan jalan duluan dan Maxime membuntuti dari arah belakang. Megan disuruh masuk ke dalam mobil. Sementara Maxime, menaruh bahan makanan dulu di bagasi mobil. Pintu bagasi ditutup kembali, setelah semua barang bawaannya masuk. Setelah itu, Maxime mendatangi Megan, dari luar mobil dan melontarkan kata-kata kepadanya. "Tunggulah di sini. Ada barang yang harus aku beli," perintah Maxime. "Oh iya, tunggu sebentar," ucap Maxime lagi yang kembali ke bagasi mobil dan mengambil satu kotak stroberi yang berukuran lumayan besar-besar. Setelah itu, ia cuci dulu buah tersebut dan baru memberikannya kepada wanita, yang sudah sangat mengidam-idamkan buah tersebut. "Nah ini ambil, tunggu di sini sambil makan ini saja ya??" perintah Maxime dan tentu saja Megan segera mengangguk dengan begitu patuh. Setelah disuguhi makanan. Maxime bergegas. Ia berjalan dengan cepat dan menuju ke sebuah tempat. Ia beli sesuatu, untuk wanita yang sedang menunggunya di mobil hingga bosan. Setelah puluhan menit dilalui. Maxime akhirnya kembali dengan beberapa tas belanjaan, yang ia taruh di kursi belakang mobilnya. "Kamu beli apa??" tanya Megan penasaran. "Nanti lihat saja sendiri di rumah," ucap Maxime, yang kemudian kembali melaju lagi dan pulang ke rumah yang mereka tinggali. Setibanya di sana. Maxime sibuk mengatur isi kulkas. Sedangkan Megan, sibuk membuka isi paper bag yang Maxime letakkan di kursi belakang mobil tadi. Ia bongkar semua isinya di ruang tamu dan ia lihat satu persatu, helaian yang merupakan pakaian, yang pastinya untuk dirinya. Karena semua ini adalah pakaian perempuan. Megan mencocokkan pakaian di tubuhnya satu persatu. Tidak menanyakan ukuran. Tapi sepertinya pas. Hebat sekali dia, bisa tahu ukuran pakaiannya. Setelah selesai dengan urusan dapur. Maxime keluar dari sana dan melihat Megan, yang tengah melipat pakaian itu dan menumpuknya menjadi satu. "Ini semua, pakaian untukku??" tanya Megan. "Iya. Jangan lagi memakai pakaian yang terlalu ketat. Apa lagi, celana yang ketat begitu. Nanti perutmu tertekan," ucap Maxime. "Terus kalau yang ini?? Apa aku tidak akan masuk angin nanti?? Tidak akan kedinginan kalau pakai ini juga???" tanya Megan sembari menunjukkan sebuah baju dinas yang berwarna merah dan tentunya berbahan dasar yang tipis. "Tentu saja tidak. Nanti, ada aku yang akan menghangatkan mu. Tenang saja," ucap Maxime sembari tersenyum lebar dan benda yang berada di tangan Megan kini, ia lemparkan kepada orang yang membelikannya. "Kamu saja yang pakai! Aku tidak mau pakai itu!" seru Megan. "Lho kenapa memangnya?? Ini kelihatan bagus dan juga seksi," ucap Maxime sembari tersenyum miring. "Tetap tidak mau! Memangnya aku ini apa?? Pakai-pakai baju tipis begitu. Seperti tidak pakai apa-apa saja jadinya," keluh Megan. "Ide bagus! Aku memang paling suka, saat kamu tidak memakai apa-apa," sambar Maxime dan dia mendapatkan lemparan pakai kan lagi saja dari Megan. 'Dasar pria gila. Kenapa di dalam kepalanya, hanya ada hal-hal yang berbau mesumm saja!??' jerit batin Megan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN