Aku Mau Makan Kamu Saja Nanti

1120 Kata
Maxime mencari ke sana kemari. Tadinya, ingin menghubungi Gerald dan meminta bantuan, untuk mencari Megan. Namun ia ingat. Gerald pun sekarang sedang mengurusi Derrick, mana sempat dia membantunya. Jadi dengan terpaksa, ia hanya bisa mencari istrinya itu seorang diri saja. Maxime kelimpungan sekali. Pikirannya sudah tidak tenang. Ia berada jauh dari markas persembunyiannya. Apakah musuh masih bisa juga menemukannya di sini?? Rasanya mustahil. Tapi buktinya, Megan hilang tanpa jejak sekarang. Maxime coba menghubungi nomor Megan kembali dan panggilan pun terhubung, lalu dijawab juga akhirnya. "Halo?" suara Megan terdengar dan pria yang sudah hampir gila mencarinya itu, nampak melonjak dari kursi. "Hei, kamu dimana??? Kamu baik-baik saja kan?? Apa kamu tertangkap?? Apa mereka membawa kamu??" cecar Maxime. "Ditangkap siapa?? Aku ada di apart kok ini. Baru juga sampai," ucap Megan yang menunggu balasan ucapan, tapi malah tidak ada suara pria itu lag di ponselnya ini. Megan melihat layar ponselnya sendiri dan ternyata, panggilan telepon telah terputus. Ah sudahlah. Mandi saja dulu, setelah itu, ia akan menikmati berbagai macam camilan, yang sudah dibelinya saat mampir- mampir di jalan tadi. Maxime berlarian keluar dari dalam mobilnya, ketika mobilnya baru saja menepi di depan apartemen. Ia menaiki lift dan menekan-nekan tombol naik sampai beberapa kali. Gemas. Ingin cepat sampai ke atas dan memastikan, bila wanita itu dalam keadaan baik-baik saja. Pintu lift-nya terbuka dan Maxime kembali berjalan cepat, tapi langkahnya ia perlambat, saat sudah akan tiba di depan pintu unit apartemen, yang ia tinggali bersama Megan. Sebuah pistol Maxime keluarkan, dari dalam saku celana belakangnya. Ia sudah siap dalam mode membidik sasaran dan mulai mengetuk-ngetuk pintu unit apartemennya ini. Sekali ketukan yang ia buat, tapi tidak ada yang keluar dan saat ketukan yang keduanya ia lakukan, pintu baru hendak terbuka dan Maxime sudah dalam posisi yang sangat siap, untuk menembak orang asing yang muncul di depannya sekarang. "Kamu mau apa???" tanya orang yang malah muncul di depannya ini. "Apa ada orang lain di dalam??" tanya Maxime dengan posisi masih siaga dengan pistol di tangannya. "Orang lain?? Cuma ada aku di sini," jawab Megan dan Maxime baru menurunkan pistolnya, tapi belum menyimpannya kembali. Dia masuk dan memeriksa setiap sudut. Setelah merasa cukup aman, barulah pistol itu kembali ke posisinya yang semula. "Kamu benar-benar sendirian di sini??" Maxime. "Ya keliatannya??" ucap Megan yang malah pergi ke sofa dan mengambil salah satu camilan, yang sudah berjajar penuh di atas meja dekat sofa. Maxime mengikuti dan berdiri di sisi sofa, yang kini tengah Megan duduki sambil menikmati sebuah corn dog. "Dari mana saja tadi??" tanya pria yang sebenarnya ingin sekali marah. Tapi sedang ia tahan-tahan saja. "Beli cemilan. Beli ini semua," jawab Megan sembari melirik semua makanan yang berada di atas meja. "Aku habis hunting makanan tadi. Mumpung ada uang, ya aku beli semua yang aku mau. Enak. Mau coba," ucap Megan seraya menyodorkan corn dog yang baru saja dia gigit. Maxime mencondongkan tubuhnya ke dekat Megan dan berpegangan pada sisi sofa. "Aku tidak mau itu. Aku mau makan kamu saja nanti," ucap Maxime sembari menyunggingkan senyumnya. Dahi Megan pun langsung berkerut dan ia pun berucap, sebelum akhirnya memakan corn dog-nya itu lagi. "Aku bukan makanan." "Oh ya?? Tapi bagiku, kamu adalah makanan, yang bisa dinikmati siang dan malam," ucap Maxime dan tentu saja lirikan mata yang sinis itu langsung membidiknya tanpa ampun. "Aku capek! Jangan ganggu aku pokoknya malam ini!" seru Megan. "Ya sudah. Nanti pagi saja kalau begitu," ucap Maxime lagi dan kembali mendapatkan lirikan maut itu lagi. "Jangan coba-coba! Nanti aku lemas gak bisa masuk kerja!" ketus Megan. "Libur sehari tidak apa-apa. Atau mungkin, nanti saja di kantor," ucap Maxime lagi tapi yang kali ini, hanya ada lirikan maut saja, tanpa ada kata-kata yang mengiringinya. "Baiklah. Aku akan pergi mandi dulu," ucap Maxime seraya pergi masuk ke dalam kamar mandi. Malamnya. "Apa harus pergi malam ini juga?" tanya Maxime, kepada Gerald di dalam apartemennya, saat baru saja selesai membicarakan tentang pekerjaan, yang akan mereka lakukan pada malam ini. "Iya. Kita harus pergi malam ini juga. Dia sedang tidur kan??" ucap Gerald dengan pelan, agar yang terlelap tidak terbangun dari tidurnya yang nyenyak. "Apa tidak bisa besok saja??" tawar Maxime dan Gerald pun tersenyum tipis sambil berdecak juga. "Kamu ini, setelah mendapatkan apa yang kamu inginkan, sekarang, malah seperti kacang lupa pada kulitnya," sindir Gerald. "Hei bukan begitu. Aku... Aku cuma bingung. Siapa yang akan menjaganya di sini, kalau aku pergi malam ini juga." "Aku rasa aman saja. Di sini ramai kan. Dia bisa meminta pertolongan dari penghuni apartemen yang lainnya. Jadi, apakah kita bisa berangkat malam ini juga??" tanya Gerald. "Hhh... ya sudahlah. Ayo, kita lakukan sekarang!" cetus Maxime, yang sudah tidak memiliki pilihan yang lain. "Ya sudah. Ayo jalan," ajak Gerald, yang sudah mulai berjalan duluan. "Tapi tunggu dulu. Aku, harus berpamitan dulu dengannya," ucap Maxime dan Gerald mendengarnya pun sudah malas sekali. "Ck. Ya sudah, cepatlah! Aku tunggu di mobil!" cetus Gerald yang segera pergi ke mobil detik itu juga. Sementara Maxime pergi menghampiri Mega, lalu menatap Megan yang tengah terlelap di atas tempat tidur. Mau membangunkan tidak tega. Tapi, ia harus pamit kepadanya dulu. Maxime ragu-ragu. Ia maju dan mundur. Tapi karena sudah tidak ada waktu lagi dan kasihan juga dengan Megan, Maxim pun meninggalkan Megan dengan segera dan bergabung dengan Gerald di dalam mobil. "Sudah??" tanya Gerald, yang kini sedang memegangi setir. "Iya. Sudah. Ayo jalan," ajak Maxime. Mobil pun melaju dan pergi ke tempat transaksi malam ini. Cukup jauh. Tapi sudah tidak lagi berada di hutan, melainkan, di sebuah bangunan tua, yang sudah tidak terpakai lagi. Maxime menyiapkan persenjataan di kedua kantor celananya. Di kaki pun ia simpan juga, satu pistol. Mereka bergabung dengan yang lainnya dan bergerak cepat, serta mengepung tempat sepi ini. Maxime bersembunyi di balik pilar-pilar besar itu dan bergumam sendiri di sana. "Argh sial! Kenapa jumlah mereka banyak sekali??" gumam yang merasa operasi malam ini, tidaklah bersahabat. Mereka kalah jumlah, apa lagi, ada kawanan mereka yang sedang terluka juga. Tetapi, Maxime tidak mau kalah. Ia tetap harus memenangkan misi ini, biarpun kelihatannya sangat mustahil. Mereka mulai menyebar dan karena mereka berkumpul di sana semua. Mau tak mau, mereka harus membidik dengan cepat dan tepat sasaran. Maxime menggunakan penutup muka, agar tidak ada yang mengenalinya. Bukan hanya demi keselamatannya sendiri. Tetapi, demi keselamatan wanita yang saat ini menjadi istrinya juga. Tanpa mendengarkan aba-aba, karena merasa adanya peluang. Salah satu dari mereka malah maju dan segera menembaki orang-orang itu satu persatu. Maxime membeliak. Orang-orang itu dengan sangat siaganya, melakukan serangan balasan. Mereka saling baku tembak. Gerald berhasil menumbangkan beberapa orang dengan sekali bidikan saja, karena jam terbang yang sudah tidak diragukan lagi. Tetapi, salah satu kawan mereka malah tertembak di bagian bahunya. Maxime berlari dan hendak menolong. Tapi salah satu peluru itu malah melesat dan mengenai dirinya juga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN