Maxime memasukkan ponsel ke dalam jasnya lagi dan kemudian mendatangi wanita, yang kelihatannya lemas sekali di sofa.
"Aku sudah pesan makanan. Mungkin sebentar lagi datang. Sabar ya??" ucap Maxime pelan.
"Iya. Ini juga aku tunggu dengan sabar!" ketus Megan sembari mengelus-elus perutnya terus.
Maxime mengambil dompet dari saku celananya dan memberikan beberapa lembar uang, yang lumayan banyak kepada Megan.
"Ini, ambil dan simpanlah," perintah Maxime.
"Buat apa??" tanya Megan sembari melirik lembaran uang yang sudah ada di depan matanya itu.
"Untuk keperluan kamu. Ayo ambil," perintah Maxime lagi.
"Gajiku??" tanya Megan, seraya mengambil uang yang Maxime berikan padanya.
"Bukan. Em, nafkah. Anggap saja nafkah. Kalau gaji ya nanti, kamu baru kerja sehari sudah membicarakan gaji!" hardik Maxime.
"Ya kan aku cuma tanya!" ucap Megan yang tak kalah ngototnya juga. "Tapi terima kasih deh. Lumayan. Aku bisa jajan," sambungnya sembari memasukkan uang itu ke dalam saku kemejanya itu.
"Tapi pulang nanti, kamu sendiri ya??" ucap Maxime dan Megan kini sudah mulai menyatukan kedua alisnya.
"Ha? Pulang sendiri?? Kamu mau pergi kemana lagi?? Nggak langsung pulang ke apart??" tanya Megan.
"Em, aku ada sedikit urusan. Jadi, kamu pulanglah sendiri," perintah Maxime.
"Hhh... Ya udah deh. Berarti uang yang tadi buat ongkos pulang jadinya???" ucap Megan dan Maxime kembali mengeluarkan lembaran uang lainnya dan diberikan kepada Megan.
"Ini, yang ini untuk ongkos. Yang tadi terserah mau kamu apakan!" cetus Maxime dan uang yang diapit oleh jemari tangannya itu, dengan sangat cepat ditarik oleh Megan.
"Nah ini baru benar," ucap Megan dengan mata yang berbinar. Di dalam kepalanya, sudah muncul banyak sekali macam makanan, yang ingin ia beli sepulang dari sini.
Suara ketukan pintu menyapa, hingga keduanya menoleh ke arah pintu itu.
"Permisi, Pak. Saya mau antarkan makanan untuk Bapak," ucap seseorang yang berada di luar sana.
Maxime bergegas bangun dan menyelipkan dompetnya lagi, di dalam saku celananya dan kemudian, ia pun mendekat ke pintu lalu membuka pintu tersebut.
"Ini makanannya, Pak," ucap seorang pria, yang merupakan seorang office boy di perusahaan ini.
"Ok. Terima kasih. Tunggu sebentar," ucap Maxime seraya mengambil bungkusan yang diberikan oleh pemuda ini dan mengeluarkan sejumlah uang dari dalam dompet, lalu memberikannya kepada pemuda tersebut. "Ambil saja kembaliannya," perintah Maxime.
"Baik, Pak. Terima kasih banyak," ucap pemuda itu yang kemudian mundur, jadi Maxime bisa segera menutup pintunya kembali.
"Makanan datang," ucap Maxime seraya mengacungkan bungkusan, yang sudah ia terima tadi dari si office boy.
"Manaaa??" ucap Megan yang sudah tidak sabar untuk melahap semua makanan itu.
Bungkusan diberikan oleh Maxime dan tentunya, diterima dengan senang hati oleh wanita, yang segera menggeledah isi dari bungkusan tersebut.
Banyak sekali isinya. Satu paket nasi berserta lauk, roti, makanan ringan dan yang lainnya juga ada. Megan sampai bingung mau menyentuh yang mana dulu. Tapi pilihannya, tentu saja jatuh pada makanan yang mengenyangkan dulu. Sudah sangat lapar. Padahal, belum waktunya jam makan siang.
"Makanlah dengan perlahan!" perintah Maxime dan Megan pun melirik sambil mengunyah makanannya dengan lebih pelan sedikit. Bahkan sepertinya kalau bisa, ia ingin menelan makanan ini bulat-bulat, agar perutnya sudah tidak lagi kerongkongan.
Satu paket nasi habis dan hanya menyisakan bawah bombai-nya saja. Setelah itu, dilanjutkan dengan cake keju, yang begitu lembut dan empuk. Manis tidak terlalu tapi memang enak sekali rasanya. Hanya beberapa kali suapan saja, cake itupun habis juga. Maxime sampai geleng-geleng kepala, saat melihat betapa rakusnya wanita yang merupakan istri rahasianya ini.
Sebotol air mineral diteguk oleh Megan dan suara sendawa pun keluar dengan ia, yang kini langsung duduk termenung, karena kekenyangan.
"Aku kenyang. Kenyang sekali," ucap Megan yang kelihatan lemas. Lapar lemas dan kenyang pun lemas juga. Sungguh serba salah jadinya.
"Hei jangan tidur. Kamu harus keluar dan melanjutkan pekerjaanmu. Jangan lama-lama berada di sini. Nanti orang-orang curiga dengan hubungan kita!" cetus Maxime yang sebenarnya tidaklah tega. Tapi, kalau ada yang sampai tahu, ia dan Megan memiliki hubungan, akan sangat berbahaya sekali. Keselamatannya akan jadi taruhannya. Jadi lebih baik ia tega untuk sekarang, tapi membuat Megan selamat dari kemalangan.
"Iyaa. Ini juga mau lanjut kerja lagi kok," ucap Megan yang bangun dari sofa dengan mata yang sayu.
Megan berjalan keluar dari dalam ruangan Maxime dan duduk kembali di depan mejanya. Mau lanjut kerja. Kenapa mengantuknya malah terasa luar biasa begini??
Megan sandarkan kepalanya pada tangan yang sedang bertumpu di atas meja dan berikutnya, kelopak matanya ini, hampir saja tertutup rapat. Tapi cepat-cepat ia buka lagi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Gila. Mengantuknya sangatlah luar biasa. Biasanya, ia akan tidur siang jam segini. Tapi malah jadi pekerja dadakan. Dia itu tega sekali, malah mempekerjakan wanita hamil. Tapi, di rumah kayu itu saja ya bosan juga. Giliran diberikan pekerjaan, masih juga mengeluh. Memang dasar tidak pernah bisa bersyukur manusia itu.
Saat bel waktu makan siang tiba. Yang lain pergi keluar untuk makan siang. Tapi Megan tidak keluar, meskipun sudah sempat ada yang mengajaknya tadi. Dia, malah menaruh kepalanya di atas meja dan mulai terlelap di sana. Lumayanlah, biarpun posisinya sangatlah tidak enak. Tapi yang terpenting, ia bisa tidur untuk menghilangkan rasa kantuknya yang sangat berat ini.
Ketika Maxime keluar dari dalam ruangan. Sepasang mata tajamnya, malah disuguhi pemandangan sang istri, yang sedang tidur dalam posisi duduk.
Ah yang benar saja?? Bisa-bisanya, tidur dalam posisi begitu.
Kasihan dan tidak tega juga. Maxime pun jadi membawa Megan ke dalam ruangannya lagi. Dia ditidurkan di atas sofa dan diselimuti dengan menggunakan jas hitamnya yang kini sedang dibuka, lalu ditaruh di atas tubuhnya Megan. Aman dan biarkan dia di sini, setidaknya sampai jam istirahatnya selesai.
Saat pulang pun tiba juga. Seperti apa yang Maxime katakan, Megan disuruh pulang sendirian. Dia sudah memesan taxi dan menaiki taxi tersebut, yang sambil diperhatikan dari kejauhan oleh Maxime sendiri.
Jangan terlihat bersama dan jangan terlalu mencolok juga. Biarkan Megan sampai di apartemen lebih dulu dan selebihnya, ia baru menyusul sambil memantau situasi. Memastikan dengan benar, ada tidaknya seorang pengintai, yang bisa saja menjadi ancaman, bukan hanya untuknya saja tetapi untuk Megan juga.
Setelah hampir satu jam berlalu. Maxime pun buru-buru masuk ke dalam mobilnya. Ia melesat cepat. Ketika melihat keadaan yang sekiranya cukup aman.
Sudah tidak sabar untuk segera sampai dan melakukan quality time bersama istri. Akan tetapi, setibanya Maxime di sana, keanehan pun malah muncul dan membuatnya panik mendadak.
"Kok tidak ada?? Kemana perginya dia??" ucap Maxime, yang tidak menemukan Megan di dalam apartemennya ini.
Maxime pun mulai mencari-cari ke dalam kamar mandi dan ke semua sudut apartemen ini. Namun, ia masih belum juga menemukan apa yang sedang dicari-cari olehnya itu.
Panik bukan main. Maxime mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi nomor Megan, hingga berkali-kali, tetapi sayangnya malah tidak dijawab. Padahal, nomor aktif, tapi kenapa tidak ada jawaban juga??
Maxime kembali turun dengan menggunakan lift. Ia cari disekitaran apartemen dan juga, ia sisir setiap jalanan yang mungkin dilalui oleh Megan, demi menemukan wanita tersebut.